Cinta Subuh Part 17

3.8K 187 6
                                    


Hai! Assalamualaikum wa rahmah! teman-teman daring yang setia membaca novel Cinta Subuh! Alhamdulillah, Novel Cinta Subuh sudah berhasil terbit cetak. untuk teman-teman yang nggak sabar membaca Cinta Subuh sampai selesai, bisa langsung memesan di toko daring semacam Shopee, Tokped, dan kawan-kawan.  atau kalau sedang jalan-jalan, bisa mampir ke toko buku kesayangan teman-teman untuk mendapatkan Novel Cinta Subuh!!

Oh iya, saya sedang menulis judul baru, "Mengejar Halal" dan "Terlambat" InsyaAllah akan saya tulis di Wattpad juga, mohon dukungannya.

sapa saya di akun instagram : @aliifarighi

Selamat membaca!!!

ANGGA

Persiapan jaringan otakku ketika menghadapi Ratih persis dengan barisan Elf pimpinan Thranduil di The Hobbit : The Battle Of The Five Armies. Mereka bersiap menghadapi gempuran dan serangan jutek apapun dari bidadari bernama Ratih. Jantung memompa lebih cepat dari biasanya; kelenjar keringat melakukan tugasnya dengan berlebih di daerah kening; postur tubuh sempurna ditambah senyum paling dahsyat kusiapkan sebagai senjata. Tapi dunia memang tak seindah establish film-film garapan Peter Jackson, yang keluar dari mulut bukan kata-kata lembut malah curhatan tentang mantan yang membuat kening Sang Bidadari merengut.

"Tapi saya nggak janji akan angkat telepon kamu, atau balas chat dari kamu, dan saya harap kamu nggak terlalu sering ganggu saya tanpa izin!" katanya sebelum meninggalkan Masjid.

Aku menjawab, "SIAP!" dengan pose ala tentara memberi hormat. Kaget bercampur senang, respon dari curhatan kacau balau yang tidak ada dalam rencanAku membuatnya tersenyum manis, tertawa ringan, dan memberikan nomer yang kuharap betul-betul miliknya. Aku melihatnya berjalan anggun menjauh dari masjid, dari arahnya sebelum punggung itu menghilang kutebak dia menuju ke kantin.

"Bener sih, kayak malaekat!" kata Ghani yang sedari tadi memperhatikan dari kejauhan.

"Iya, kan!" Aku bangga.

Kami berdua berjalan menuju kelas, ada dua mata kuliah selepas zuhur yang menanti untuk dihadiri. Ghani bilang, "bener e, Ratih memang ayu, tapi kok rasanya masih lebih ayu Mira yo?" Aku tidak menyangkal, justru merasa lebih yakin.

Orang-orang di film romantis sering bilang, "bukan karena cantik aku jatuh cinta, karena aku jatuh cinta maka dia menjadi cantik," dan aku meyakini segala kebenaran yang terkandung dalam kaliamat tersebut. Mungkin bagi kebanyakan orang – termasuk Ghani- Mira memang lebih cantik, lebih putih, lebih enak dipandang, dan lebih-lebih lainnya. Tapi untukku, wajah Ratih yang seperti tempat berkumpul cahaya itu tidak ada bandingannya, bahkan ketika Aku menundukkan pandangan, cahaya di wajahnya tak mau pergi dari ingatan, membuatku senyum-senyum sendirian.

"Iya namanya jatuh cinta ya wajar, Ngga," kata Ghani setelah mendengar penjelasanku.

"Iya, jatuh cinta," Aku membenarkan.

"Terus, mau gimana?"

"Apanya?"

"Langkah berikutnya, apa sing sampeyan lakoni gitu, lho?" maksud Ghani mungkin 'apa yang akan aku lakukan berikutnya, setelah punya nomer handphone Ratih'

"Ya nggak gimana-gimana, emang harusnya gimana?"

"Lha, bukannya iku si Ratih wis kasih nomer ke sampeyan?"

Aku mengangguk, mengiyakan.

"Dihubungi aja, Ngga!"

"Nanti , kalau sudah waktunya"

"Kapan?"

Aku tidak bisa menjawab, bukan tidak ingin segera menghubungi Ratih, tapi kewarasanku kembali. Tadi Ratih memintaku untuk tidak sembarangan mengganggunya. Memiliki nomer telepon seseorang bukan berarti berhak masuk begitu saja ke dunianya, kan?

Pikirannya sih begitu, tetap saja, cinta selalu unggul dari kewarasan, maka malamnya dua ibu jariku menari-nari dan menciptakan satu kalimat untuk dikirim kepada sang bidadari,

Salam, Ratih, ini Angga. Terimakasih nomernya, sekali lagi, salam kenal!



Cinta SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang