Cinta Subuh Part 15

4K 190 5
                                    

ANGGA

"Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh.." ucap Imam salat zuhur diikuti tengokan ke kanan dan kiri bergantian. Kemudian makmum juga melakukan. Hampir serempak. Hampir bersamaan.

Menarik membahas tentang tata cara salat, yang entah kenapa tidak disebutkan secara tersurat dalam kitab suci Al-Qur'an. Contohnya saja tasyahud akhir dan salam setelahnya, sama sekali tidak ada petunjuk atau perintah untuk melakukannya di dalam Al-Quran, kalau tidak salah, perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk tersebut jutru hadir melalui hadist baginda Rasulullah.

Makanya kalau ada orang yang merasa gerakan salatnya lebih benar dari gerakan salat orang lain, bisa dipastikan mainnya kurang jauh. Begitu menurutku.

Hal semacam itu sebagian besar justru kupelajari di luar sekolah, dari buku-buku random yang kebetulan dikoleksi Ayah demi memuaskan rasa hausnya akan ilmu agama.

"Angga, langsung cabut, yuk!" ajak Ghani, aku hanya menjawab dengan anggukan ringan yang bermakna: nanti dulu, mau berdoa. Dan kelihatannya Ghani menangkap makna dibalik anggukan itu dengan baik.

Salah satu bagian positif dari jatuh cinta adalah banyaknya do'a yang kita panjatkan, berharap Tuhan meluangkan kesibukannya menjaga dan mengendalikan semesta demi mengabulkan keinginan satu dari milyaran makhluknya. Dan bayangkan betapa istimewanya kita kalau Tuhan mengabulkan do'a kita saat itu juga, padahal ada orang-orang lain yang mungkin lebih memiliki kebutuhan lebih mendesak dan penting. Ah, aku sering lupa, Tuhan tidak mengabulkan do'a satu ciptaanNya sembari membiarkan ciptaanNya yang lain kehilangan harapan. Dia Maha Pengasih dan Penyayang, dan Maha Adil.

Dengan segala logika dan hitung-hitungan yang bukan keahlianku, menimbang seringnya aku melakukan dosa dan kesalahan, menimbang bahwa aku bukan hambaNya yang senantiasa taat, aku menyusun dan menguntai kalimat indah yang kuharap mampu terbang ke langit ke-tujuh, ke pangkuan Sang Pengabul Doa, berkumpul dengan do'a-do'a lain yang dikabulkan tanpa harus menunggu lama:

"Wahai yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang cintaNya membuat cinta orang tua terlihat kecil tak seberapa, yang kekayaanNya membuat saudagar-saudagar paling kaya tertunduk malu merasa miskinpapa, yang kekuatanNya membuat juara UFC takluk tak berdaya; wahai yang Maha Mempertemukan, wahai Yang Maha Menciptakan Pertemuan, lewat kecintaan hamba pada kekasihmu Rasulullah Salallahu alaihi wa alihi wa salam, lewat keikhlasan hamba atas segala takdir yang engkau ciptakan, izinkan hamba meminta satu pertemuan dengannya yang saat ini mengisi hati dan kepala hamba, yang wajahnya tak bisa dihapus dan dihilangkan dari ingatan hamba, satu pertemuan dengan dia yang hamba kenal bernama "Ratih." Izinkan Ya Rabb..."

Seperti setiap pendo'a di akhir salat, aku membasuh wajahku dengan kedua telapak tangan, sebuah ritual yang aku sendiri tidak pernah tahu apa fungsinya.

"Yuk!" kataku pada Ghani setelah selesai berdo'a.

"Udah berdoanya?"

"Udah," jawabku sambil berdiri.

"Heeh, giliran ada mau, berdo'a khusyuk banget!" ejek Ghani sambil berdiri mengikutiku. Aku tersenyum tidak mengelak.

Kami sedikit membungkukkan badan melewati jamaah lain yang masih duduk dan berdiam diri di masjid. Beberapa di antara mereka melempar senyum, mengamalkan sabda mulia Sang Penutup Kenabian: "Tersenyum ketika bertemu saudaramu adalah ibadah." (HR Trimidzi, Ibnu Hibban, dan Baihaqi). Tentu sebagai seorang muslim yang punya manners kami berusaha membalas senyum mereka, walaupun senyum Ghani kadang lebih terlihat seperti ancaman pembunuhan, hehe.

"Masih mau nunggu si Ratih itu, Ngga?" tanya Ghani yang kelihatannya mulai mampu mengingat nama Ratih.

Aku tidak langsung menjawab, keluar dari masjid mataku melakukan scanning singkat seperti Vegeta yang mencari Songoku sesampainya pangeran Seiya itu di bumi. Dan tidak seperti Vegeta yang perlu menghajar Kurilin, Songohan, dan Pikoro sebelum orang yang dicarinya tiba, Ratih muncul begitu saja di sudut pengelihatanku, menawan dengan jilbab hitam tertata bak mahkota; kemeja flanel panjang dengan corak kotak-kotak merah dan hitam, dan celana bahan berwarna hitam pekat yang tidak ketat. Aku segera mendapat kesimpulan baru tentang bidadari satu ini: dia tidak terus-menerus mengenakan pakaian yang biasa disebut "syar'i" seperti yang dikenakannya sebelumnya. Wanita ini punya prefrensi sendiri tentang caranya berpakaian.

"Bentar, Ghan!"

Ghani bingung tidak menanggapi, atau dia menanggapi dan aku yang tidak sadar, bagaimanapun, sekarang mata ku fokus kepada Ratih.

Puji syukur kepada Sang Maha Pengabul Do'a, yang dengan segera mengabulkan keinginan hamba-hambanya. Bayangkan, selesai salat berdo'a, keluar dari masjid dikabulkan, luar biasa!

Aku pelan-pelan berjalan mendekatinya, pelan, tapi bukan mengendap seperti stalker.

Semakin mendekat semakin jelas wajah cantiknya, tapi sepertinya kali ini tidak secerah biasanya, terlihat awan kelabu dan kegelisahan menjadi penghias wajahnya hari ini. Dan sejujurnya, bukan penghias yang bagus.

"Assalamualaikum," sapaku sambil menjaga jarak dari balik punggungnya,

"Waalaikumusalam" jawabnya, wajah kami sekarang berhadapan, mata kami bertemu pandang.

Cinta SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang