Kiryu's Tragedy

1.8K 57 21
                                    

Crimson Butterflies; The Fatal Frame

By. Luna Sedata

All characters belong to Tecmo.inc as this is only one of fan fiction from Playstation 2, X-box, and Nintendo Wii Game. With this disclaimer, author owe nothing with Tecmo-Koei.inc

Mengisahkan tentang event yang terjadi pada game Fatal Frame 2: Crimson Butterfly. Ditulis kembali dengan gaya novel dan alur cerita yang cukup detail sehingga dapat dinikmati bahkan tanpa harus bermain game-nya. Tentu saja jika reader pernah memainkan game-nya akan memudahkan untuk mengikuti kisah ini.

Mulai Hour. 22 dan seterusnya, detail cerita akan sedikit menyimpang mengingat rumah Kiryu adalah salah satu bagian paling rumit untuk dijabarkan sebagai cerita. Karena itulah, untuk bagian kecil ini akan dibuat lebih dramatis dari game-nya. Perubahan ini dibuat agar fanfic tidak terlalu panjang dan berbelit-belit mengingat game-nya sendiri terdiri dari banyak pertarungan yang berulang-ulang dan tidak perlu (dapat di-skip).  Well... enjoy the story.

Genre : Adventure, Horror, Tragedy, Fantasy.

______________________________________________________________________________

Hour 23 : Kiryu’s Tragedy

 

I realized the doll become evil and started to act by itself...!”

~Yoshitatsu Kiryu

 

            Mio dan Yoshitatsu duduk berhadapan, walaupun dengan jarak yang cukup jauh dan tentu saja terasa aneh mengingat salah satunya tampak waspada sementara yang lain terlihat berwajah pucat dengan badan yang transparan.

            Cahaya remang yang berasal dari lilin kecil di atas lemari usang tidak banyak membantu. Sesekali, angin bertiup dari celah jendela dan mengganggu sinar lilin itu, secara tidak langsung membuat bayangan di ruangan itu bergoyang seolah-olah ingin menakuti Mio.

            “Akane dan Azami, keduanya adalah anak yang baik dan lembut,” kata Yoshitatsu mulai bercerita.

            “Di antara mereka, Akane lah yang mendapat status sebagai anak sulung. Dengan kata lain, dia lah yang bertugas untuk membunuh sama halnya denganmu. Di luar dugaan, Azami sendiri rela dirinya mati di tangan Akane. Bukan karena dia menyayangi desa ini, melainkan karena dia memang sayang terhadap kakaknya itu.”

            Mio tidak berkomentar. Di dalam hatinya, dia bahkan tidak yakin Akane dan Azami mengerti tentang apa yang mereka hadapi. Terlepas dari fakta bahwa kutukan bencana pertobatan itu bukan omong kosong belaka, Mio tetap saja berpendapat kalau ritual pengorbanan hanyalah sebuah proses pembunuhan yang bersembunyi di balik kata “tradisi” yang anehnya, dipegang oleh penduduk desa ini dengan teguh.

Crimson Butterflies; The Fatal FrameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang