7. Teror

3.1K 170 41
                                    

7. TEROR

Senja mendudukan tubuhnya di single sofa yang terletak tidak jauh dari pintu utama rumahnya. Gadis itu menyenderkan punggungnya pada senderan sofa, berapa kali ia menghembuskan nafasnya panjang.

Menikmati lelah yang seharian menggerogoti tubuh dan fikirannya.

Hari ini cukup melelahkan baginya, berangkat pagi karena ada ulangan harian di jam pertama, presentasi di jam kedua, serta sehabis istirahat pertama selama tiga jam penuh ia harus berjibaku mengerjakan soal-soal Sejarah yang sudah di siapkan bu Atmi.

Sesaat 2 hari yang lalu guru berjilbab dengan kacamata plus yang selalu menghiasi matanya itu menetapkan dirinya, sebagai perwakilan lomba sejarah yang akan di adakan antar sekolah di salah satu SMA ternama. Tiga minggu lagi.

Jangan lupakan latihan upacara hari ini yang pasti juga menguras habis tenaganya.

Di tambah dengan masalah yang perlahan kini mulai mengusik hidup tenangnya. Terhitung sudah empat hari ia berpijak pada Kencana yang mendadak membencinya, hidup yang sebelumnya tenang, ahir-ahir ini mulai tersungsung, masalah tidak penting semakin sering ia dapatkan.

Setelah lelah yang ia rasa mulai reda, Senja membungkuk berniat membuka sepatu dan kaus kakinya. Ia ingin segera pergi ke kamar, mandi, makan malam, serta mengistiratkan tubuhnya sebentar sebelum kembali belajar.

Senja berdiri dengan tangan kirinya yang membawa sepatu, langkahnya mengayun membawanya masuk pada ujung ruang tamu, sebelum sesuatu di belakang berhasil mengagetkannya, sejenak membuat jantungnya berdetak dengan tempo yang tidak normal. Dan tubuhnya yang membentuk reaksi gemetar.

PRANG!

Masih dengan jantung yang berdetak kencang, gadis itu mengedarkan pandangan matanya, menatap pada jendela kaca besar yang terletak tidak jauh dari pintu utama.

Lagi ia di buat terkejut, karena jendela kaca besar itu terlihat retak.

Seseorang telah melemparkan sesuatu.

"Duh Non, ada apa? Kenceng pisan bunyi na, kedengeran sama Bibi sampe dapur," dengan tergopoh-gopoh, Bi Sukma datang menghampiri Senja yang masih tremor di sudut dekat ruang tamu.

"Kayanya ada yang lempar sesuatu Bi di depan, kacanya pecah," ujar Senja dengan suara yang sedikit bergetar, sembari menunjuk arah kaca yang rusak.

"Kela kela, tapi Eneng teu nanaon pan?" (Bentar-bentar, tapi Eneng enggak papa kan) tanya bi Sukma sembari meneliti, menatap anak majikannya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Setelah dirasa Non nya baik-baik saja Bi Sukma menghela nafasnya lega, "Untung kalo Non Senja baik-baik aja, Bibi lebih takut kalo Non sampe kenapa-napa, suaranya kedengeran kenceng sampe dapur."

"Senja mau keluar Bi, mau cek ada apa di luar," ujar gadis itu sembari menaruh tas ranselnya di sofa ruang tamu.

Bi Sukma mengangguk, "Mangga atuh Neng, Bibi ikut."

Senja mengangguk, gadis itu membuka kunci rumahnya. Mendongkak menatap langit masih berwarna biru tua, dengan larikan-larikan mega yang masih terlihat.

Senja keluar dari pintu rumahnya, berjalan kearah Kaca yang telah rusak, benar saja tidak jauh dari Kaca yang rusak itu ia bisa melihat batu berukuran sedang yang tergeletak di atas lantai marmer rumahnya.

SEKERTA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang