4. Jangan Sentuh

4.4K 223 60
                                    

4. JANGAN SENTUH


Suara motor di matikan terdengar menggema di dalam garasi yang terisi penuh oleh jejer-jejeran motor dan mobil mewah itu. Sekerta melepas helmnya, dan bergegas berjalan memasuki rumah.

Pukul 7 lebih 15 menit ia sampai di rumah. Setelah tadi ia mampir sebentar ke warden untuk mengambil tas sekolah miliknya. Ruang tamu rumahnya nampak sepi, namun terdengar jelas bunyi televisi dari ruang keluarga, hingga ia melihat ayah dan bundanya yang kini tengah menonton televisi di sana.

"Baru pulang Bang?" tanya perempuan paruh baya bernama Arumi Kinasih itu lembut kepada sang putra.

"Iya Bun," Sekerta menghampiri orang tuanya, lalu mencium punggung tangan mereka, Arumi serta Arman sang ayah.

"Bang, abis makan malam pergi ke timezone yuk." Ajak gadis remaja kecil yang kini tengah duduk di sofa single sembari jari-jari tangannya yang sibuk memakai kutek.

"Gak."

"Ayo lah bang." Paksa gadis itu sembari mengembungkan pipinya.

"Gue lagi gak mood buat lo porotin," ucap Sekerta yang sukses membuat sang adik cemberut.

"Lian, Abang kan capek baru pulang, ke timezonenya malem minggu aja gimana sama Bunda?" tanya Arumi kepada sang putri.

"Iya Bunda."

"Ya udah Abang bersih-bersih dulu gih, kita tunggu di meja makan," titah Arumi kepada Sekerta.

Sekerta mengangguk, cowok itu berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua rumahnya.

Ia duduk di tepi ranjang sembari melepas sepatunya. Setelah selesai, cowok itu bergegas berjalan masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket karena keringat.

15 menit Sekerta keluar dari kamar mandi dengan wajah fresh nya, kini cowok itu mengenakan celana santai selutut, dengan atasan kaus hitam sedikit ketat yang dapat membentuk tubuh atletisnya.

Sekerta keluar dari kamar, dan berjalan menuju meja makan.

"Duduk Bang," titah Arumi.

Sekerta duduk di hadapan bundanya, di sampingnya ada Berlin yang kini tengah makan sembari jarinya sibuk memainkan ponsel. Tangan Sekerta terulur untuk mengambil ponsel sang adik, dan hap dalam sekejap ponsel Berlin sudah berada di tangannya.

"Ck! Bang balikin, jangan ganggu deh," decak Berlin kesal kepada Sekerta.

"Makan."

"Abang."

"Makan Berlian!"

"Lo kalo di jual laku, udah gue jual dari lama bang. Biar cepet-cepet ke uninstal dari kartu keluarga," cetusnya galak sembari mendelik tajam menatap sang kakak.

"Berlian."

Gadis itu mendengus pelan, "Maaf Ayah," ujarnya kemudian melanjutkan makannya dengan ogah-ogahan.

"Mau makan sama apa Bang?" tanya Arumi siap mengambilkan makanan untuk sang putra.

"Terserah."

"Sekolah gimana?" tanya Arman yang kini duduk di kursi ujung meja makan dengan laptop yang menyala di hadapannya.

"Iya gitu," jawab Sekerta santai.

"Inget Bang. Ayah gak pernah ngekang dan batasin kamu bukan berarti kamu bisa seenaknya. Ayah percaya Abang bisa jaga diri dan pergaulan Abang," ujar Arman.

SEKERTA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang