Part 05

1.4K 231 122
                                        

Taman sangat luas, rumput-rumput hijau yang segar, serta burung-burung berterbangan dari satu pohon ke pohon lainnya dengan kicauan merdu. Aku duduk di bawah pohon rindang yang sejuk meski sinar matahari menyengat.

Aku tak tahu ini dimana. Tempat ini asing. Aku yakin dari sekian tempat yang pernah kukunjungi bersama Ayah, ini adalah tempat yang baru kudatangi sekarang. Agaknya sedikit menyesal karena baru tahu. Tempat ini begitu indah dan mampu menjernihkan pandangan.

Namun ... tak ada siapa-siapa di sini. Hanya ada aku. Awalnya. Sebelum aku menemukan presensi seorang pria di ujung sana. Ia tengah tersenyumㅡentah pada siapa, tetapi tatkala sadar tak ada orang lain selain diriku, apa ia tersenyum padaku?

Senyuman mengulas di bibirnya menciptakan kedua matanya melengkung seperti bulan sabit yang selalu nampak cantik di malam hari.

Perlahan pria itu melangkahkan kaki. Oh, tidak. Apa ia akan menghampiriku?

Aku mengerjap seraya bangkit kendati langkahnya semakin mendekat. Yang bisa kulakukan hanya menundukkan kepala sebab takut sesaat ia telah sampai di hadapanku. Tanganku gemetar serta jantungku berdetak tak karuan. Aku ingin melarikan diri tetapi kedua kakiku seolah dipaku ke tanah. Beberapa detik selanjutnya aku bisa melihat kedua tangannya terulur ke arahkuㅡdan aku tak tahu ia akan melakukan apa. Aku hanya bisa memejamkan mata kuat-kuat.

"Chaeri? Chaeri?"

"Siapa kamu?!" jeritku dengan mata sontak terbuka, napas terengah, serta keringat dingin memenuhi dahi. Hal pertama yang kulihat adalah langit-langit kamar dan selanjutnya wajah Ayah Namjoon yang terkejut campur khawatir. Teringat lagi mimpi yang tadi mengirim rasa takut kembali merayap di benakku. Aku lantas menangis.

Tubuhku ditarik dan dipeluk dengan erat. Tangan Ayah Namjoon gemetar saat mengusap puncak kepalaku. Ia berusaha menenangkan, "Sshh, jangan menangis. Ada Ayah di sini."

Aku tak tahu kenapa harus setakut ini. Aku juga tak tahu kenapa harus menangis. Dan, aku tak tahu kenapa aku ingin bertemu Ayah Taehyung sekarang juga.

"Hey, Chaeri, tenang, ya? Sshh." Tangan Ayah Namjoon masih gemetar kala mengusap lembut wajahku guna menyeka air mata lalu ia menangkup pipiku. Dengan begitu aku bisa menatap lurus matanya. "Mimpi buruk, hm?" tanyanya lembut sedikit berbisik.

Teringat mimpi itu lagi. Aku takut. Aku menangis lagi sambil memanggil nama Ayah Taehyung berulang kali.

Ayah Namjoon lantas menarik tubuhku ke pangkuannya, menggendongku dengan buru-buru. Kami keluar dari kamarku dan tak lupa menutup pintu terlebih dahulu lalu bergegas ke kamar yang berada di ujung dimana itu merupakan kamar Ayah Jungkook.

Menggedor pintu cukup keras terkesan buru-buru, tak juga mendapat respon dari sang pemilik kamar, Ayah Namjoon berteriak, "Jungkook-ah! Bantu aku menghubungi Taehyung! Tanyakan dimana lokasi syutingnya malam ini!"

Nyatanya sekarang sudah pukul dua malam.

Ayah Jungkook menyetir mobil dan akan membawa kami bertiga ke lokasi syuting yang sebelumnya Ayah Taehyung beritahu lewat telepon. Jalanan begitu sepi membuat mobil melesat tanpa hambatan.

Melihat aku sudah mulai tenang, kini Ayah Namjoon bisa mengulas senyum. Tangannya tak gemetar lagi yang sekarang sedang mengusap sebelah tanganku yang masih dibebat perban. Sesekali ia melirik ke depan, memastikan Ayah Jungkook menyetir dengan baik. Juga sesekali membenarkan jaketku agar tetap menutup seluruh badanku.

"Benar di sini tempatnya, Hyeong?" tanya Ayah Jungkook tepat saat mobil berhenti.

Ayah Namjoon menundukkan kepala melihat keluar lewat jendela mobil kemudian ia berdeham membenarkan. "Beritahu Taehyung kalau kita sudah sampai," katanya.

Papa, Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang