Dan disinilah Deila sekarang, tepatnya di sebuah minimarket dekat komplek perumahannya. Bersama cowok berperawakan tinggi tegap yang beberapa saat lalu bersikap sangat menyebalkan padanya, namun seketika berubah menjadi sosok yang sangat baik. Bagaimana tidak dikatakan baik kalau cowok yang terus mengekor padanya itu selalu saja bersikap pengertian, sesekali ia menanyakan barang apa yang Deila cari seraya menenteng keranjang belanjaan yang sebagian besar isinya adalah milik Deila."Beli jajan mulu, nggak mau beli kosmetik?" tanya Rey setelah melihat isi belanjaan Deila yang berisi makanan semua.
"Enggak pengen," balas gadis itu singkat
"Ooh, lo kalo beli kosmetik cuman kalo pas pengen aja, gitu?" entah bagaimana Rey malah menyimpulkan hal begitu.
"Ya nggak gitu juga, gue beli sebutuhnya aja, kalo abis ya beli," jawab gadis itu seraya mencomot beberapa mi samyang. Sementara Rey terus mengekor dibelakangnya.
"Lagian kosmetik gue kebanyakan dibeliin bunda. Ah, percuma juga gue ngomong gini, lo pasti nggak akan percaya."
"Percaya kok. Tadinya gue kira lo kayak cewek kebanyakan. Kalau ada yang ditaksir langsung beli padahal stok masih ada," ucap Rey yang secara tak langsung mengungkapkan pemikirannya tentang cewek.
Mata Deila memicing, "Kayaknya lo ngerti banget ya urusan cewek."
'Wah, tipe-tipe playboy nih.'
Rey mengusap tengkuknya canggung, "Gue sering diajak jalan cewek soalnya, jadi tahu kebiasaan mereka."
"Mereka? berarti lebih dari satu dong."
"Iyalah, gue kan terkenal disekolah gue. Mereka sering deketin gue. Tapi gue nggak modusin mereka ya."
Mata Deila menilik pada wajah Rey, memperhatikan. Alis tebal, mata kecil, hidung mancung, dan bibir tipis. Wajah Rey seperti tokoh fiksi dalam novel-novel wattpad. Nyaris tak ada cela.
Menyebalkan, curang. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk dengan wajah rupawan nan sempurna seperti ini. Setidaknya beri dia kekurangan, seperti tompel sebesar biji salak dipipi mungkin. Huh, Pantas saja cowok itu mengaku terkenal disekolahnya. Tampangnya saja begitu. Pasti banyak cewek yang naksir.
"Ooh gitu ya, wajar sih," Deila menarik secarik senyuman tipis.
"Tapi menurut gue nggak semua cewek kayak gitu Rey. Maksud gue setiap orang kan punya sifat beda-beda nggak akan bisa disama ratakan. Cewek nggak semuanya gila kosmetik kok, ada beberapa dari mereka yang lebih mentingin hal lain. Mungkin kebetulan aja cewek yang deket lo itu tipe yang pecinta make up."
Sebenarnya Deila tak sekolot yang kalian bayangkan. Dia tahu kok cara bermake-up. Dia bahkan memiliki alat kosmetik dirumah meski semua itu bundanya yang membelikan. Pasalnya Deila ini terlalu masa bodoh dengan urusan berdandan, padahal itu kodratnya sebagai cewek kan. Ratna pikir ini karena pengaruh Deila yang sering main dengan Azka dan Zhafran sejak kecil.
Yang dipikirkannya hanya jajan dan menggemari kpop. Sudah. Kalau Deila tak mengenal Gelin dan Wulan pun sepertinya Deila akan menjadi anak tomboy. Tapi beruntunglah itu tak terjadi, tapi pola pikirnya tetap sama. Suka jajan dan ngemil. Ia lebih suka membeli makanan yang memuaskan perutnya ketimbang membeli hal semacam aksesoris, dress cantik ataupun kebutuhan cewek lainnya. Kesehariannya saja ia lebih sering memakai kaos dan celana tidur.
"Dei, lo tuh tomboy ya," ujar Rey seraya mengambil beberapa softdrink dari lemari pendingin yang ada disebelah kirinya.
"Menurut lo?"
"Menurut gue sih iya," Rey sendiri juga tidak mengerti kenapa ia malah berujar seperti itu, ia hanya menilanya dari style dan caranya berbelanja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile [Revisi]
Teen FictionTiada hal yang dapat menandingi kecintaan Deila terhadap idolnya sampai cewek itu berkecimpung di dunia per-kpop-an. Deila ini termasuk golongan Fangirl mutlak yang hobi mendatangi event-event K-Pop. Katanya sih rasanya seperti ia benar-benar sedang...