It's True.

3K 285 18
                                    


Happy Reading.

*

"Tidak Aliya!" Bentakan Jimin membuat Aliya diam seketika. Wajahnya berubah keras dan tangan mengepal erat. Dari semuanya Aliya paling tidak suka jika dibentak dan Jimin baru saja membentaknya.

"Aku tidak akan mengijinkan kau meminum Darah. Tidak akan!" Jimin masih saja emosi dan tidak melihat raut wajah Aliya yang sudah berubah.

"Kau harus menjadi normal dan~~~" perkataan Jimin terhenti melihat Aliya.

Mata Aliya merah pekat dan tangan mengepal kuat.

Tunggu dulu!

Jimin tidak pernah melihat Aliya seperti ini! Jikapun Aliya sedang marah matanya tidak sampai merah. Paling hanya diam dan langsung pergi. Dan ini?

"Sayang kau~~~akhh" tubuh Jimin jatuh terpental jauh kebelakang saat merasakan ada energi yang mendorongnya. Menabrak kursi rias Aliya.

"Sayang kau!" Ini bukan Aliya. Yang Jimin tau Aliya tidak punya kekuatan seperti ini. Apa mungkin ini dari anak mereka yang tidak mendapatkan keinginannya.

Jimin melihat leher Aliya dan tidak ada tanda Merah dan itu berarti tidak ada hubungannya dengan tanda Aliya.

Sial ini murni karena anak mereka. Benar yang dikatakan Mingyu, ini Jimin kecil bukan Aliya kecil.

"Sayang tenangkan dirimu!" Jimin mendekat dan Aliya masih saja terlihat marah. Tanpa Aliya sadari Jimin menghilang dan memeluk Aliya dari belakang.

"Shut tenangkan. Tidak papa!" Jimin mengeratkan pelukannya dan mengusap perut Aliya. Berharap Aliya tenang, lebih tepatnya bayi mereka.

"Ayah akan mencobanya tapi jangan sakiti ibu!" Jimin perlahan merasakan tubuh Aliya yang tegang mulai rileks. Kepalan tangannya memudar dan Jimin merasakan hawa Aliya mulai tenang.

"Bersabar!" Dan Jimin merasakannya, perut Aliya tiba-tiba sedikit membesar. Helaan nafas Jimin suarakan. Anak mereka sepertinya susah dikendalikan. Justru mengendalikan Aliya.

Jimin memutar tubuh Aliya untuk menghadapnya, mata Aliya masih berwarna merah hanya saja merah pudar bukanya terang seperti tadi. Mengusap pipi Aliya dengan lembut dan mengarahkan bibirnya untuk mengecup keningnya.

"Cobalah kendalikan diri sayang. Jangan biarkan anak kita mengendalikanmu" lirih Jimin seperti bisikan angin.

"Oppa!"

"Hem!"

"Kenapa aku melihat bayangan ayah menolong ayah kandungku?" Jimin membawa wajah Aliya untuk menatapnya.

"Kau melihat apa?"

Jimin butuh kepastian, jika apa yang Aliya lihat dan perkiraannya benar, itu artinya peramal itu berbohong.

"Entahlah. Bayangan itu samar. Aku hanya melihat Ayah Jisung berdiri sambil memegang bayi yang memiliki tanda seperti aku. Dibawahnya ada wanita yang sepertinya sudah mati, dan dia penuh darah. Lagi aku melihat ayahku tersenyum pada ayah Jisung dan lagi ayah Jisung hanya mengangguk dan tiba-tiba ayahku mati dan~~~" Aliya memejamkan matanya. Mencoba mengingat sekelebat bayangan yang muncul diingatannya.

"Coba ingat sayang!" Jimin meremas tangan Aliya. Berharap Alia akan kembali meneruskan ceritanya.

"Jaga putriku Jisung-ah. Tolong besarkan dia seperti anak kandungmu. Takdirnya akan menyatu dengan anakmu dan waktu yang akan menjawab semuanya. Terima kasih untuk semuanya. Kau sudah banyak melindungi aku dan saatnya aku berterima kasih. Anakku akan jadi kebanggaan mu. Dan lagi terima kasih karena sudah membuat aku dan istriku melihat wajahnya. Aku tidak akan melupakan itu"

The Flower! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang