Happy Reading.
*
Langkah Aliya terlihat ragu memasuki kamar peninggalan ayah mertuanya. Yah sejak kepergian kedua orang tua Jimin kamar ini tidak pernah digunakan lagi. Alasannya tentu karena Jimin melarang semua masuk kedalam kamar pribadi orang tuanya. Lain halnya dengan Aliya, Jimin memberikan kuasa pernah pada istrinya untuk masuk kemanapun Aliya inginkan dan tidak ada batasan.
"Ratu ingin masuk?" Aliya hanya mengangguk pelan. Dan para penjaga membuka pintu itu dengan lebar. Membiarkan Ratunya masuk kedalam sana.
"Apa Suamiku pernah masuk kesini?" Kedua penjaga itu terlihat berpandangan dan menggeleng.
"Terakhir beliau masuk kesini dengan anda dan setelah itu tidak ada kunjungan lagi" Aliya hanya mengangguk pelan dan masuk kedalam sana.
Aliya menahan nafasnya saat sampai didalam. Kamar ini masih utuh dan rapi, tidak ada barang yang bergeser atau hilang. Ranjang itu juga masih rapi, sepertinya sering dibersihkan. Pandangan Aliya tertuju pada lukisan besar yang ada diatas ranjang. Ada gambar mereka semua. Dan Aliya bisa melihat lukisan bayi kecil disana. Itu adalah dirinya.
Pandangan Aliya beralih pada lemari pakaian disana. Tertutup dengan baik dan masih utuh. Sejak kepergian kedua orang tua Jimin, Aliya tidak pernah kesini padahal dulu saat masih kecil dirinya selalu tidur disini dengan keduanya.
Mendekat kearah lemari, tangan Aliya bergerak lembut membukanya. Menemukan pakaian bangsawan Lee Min Hee Ibunya. Yah ibu Jimin yang Aliya anggap ibunya sendiri. Karena Aliya dibesarkan oleh Lee Min Hee sendiri, tak ayal Aliya menganggap Lee Min Hee Ibunya.
"Kau mau memakainya" Aliya menahan nafasnya saat merasakan bibir Jimin dilehernya. Ya Tuhan tubuh Aliya meremang merasakan Jimin yang tiba-tiba didekatnya.
"Bagaimana Oppa bisa ada disini?" Jimin hanya tersenyum miring. Menarik tubuh Aliya kebelakang hingga punggung Aliya menubruk dadanya.
"Perlu kutunjukkan kekuatanku sayang" Aliya menggeleng pelan dan memejamkan matanya saat merasakan sesuatu yang tajam menggapai lehernya. Itu seperti taring Jimin.
"Oppa" Jimin Tersenyum penuh kemenangan saat mendengar suara Aliya yang seperti tercekat.
"Akhirnya kau memanggilku sama seperti dulu" Aliya memejamkan matanya dan menghembuskan nafas beratnya.
"Apa yang Oppa lakukan disini?"
"Pertanyaan itu lebih cocok kutunjukkan untukmu sayang" Aliya berbalik. Memperhatikan Jimin yang terlihat menyeringai. Aliya sama sekali tidak takut, hanya saja kehadiran Jimin yang tiba-tiba membuatnya kaget. Mata Jimin memerah, dan Aliya tidak tau artinya.
"Oppa" Jimin hanya menyeringai dan Aliya jadi bingung. Kenapa Jimin tidak meresponnya.
"Oppa baik-baik saja?" Jimin merapatkan tubuh mereka. Mengusap leher Aliya dengan sensual.
"Aku butuh darahmu sayang" mata Aliya melebar mendengar ucapan Jimin. Darahnya? Kenapa harus darahnya. Jimin tidak pernah seperti ini dan kenapa minum darah. Jimin tidak minum darahnya kecuali saat Jimin terluka.
Mata Aliya melebar dan memeriksa tubuh Jimin. Aliya menyadari ada robekan dilengan Jimin. Bergerak cepat memeriksanya, dan Aliya dibuat terkejut saat melihat ada luka besar disana.
"Apa yang Oppa lakukan?" Aliya histeris dan membawa tubuh Jimin duduk diranjang. Melepaskan baju Jimin dengan cepat dan Aliya bukan hanya menemukan satu luka.
"Aku benar-benar butuh darahmu" suara Jimin terdengar mengerikan dan Aliya tau Jimin benar-benar butuh. Aliya akan memberikan darahnya dengan suka rela tapi tidak dengan melalui lehernya. Aliya tidak mau menjadi seperti Jimin. Tidak!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower! ✔️
VampirBunga itu mekar diantara satu. Dan Rasa itu ada diantara Pengorbanan!