Part 12

1.4K 177 4
                                    

Krist merenggangkan kedua tangannya sebelum berbaring di hamparan rumput itu. Dia berharap dia bisa memutar kembali waktu sehingga dia bisa mengontrol perasaannya tadi malam. Sudah hampir sebulan ini dia berusaha keras agar Singto tak membencinya, dan semua itu hancur karena ciuman bodoh itu.

"Selamat Krist. Waktumu tinggal 2 bulan lagi dan kau sudah mengacaukan semuanya.." ucap Krist. Perlahan dilepasnya kacamata Singto dan mengangkatnya tinggi-tinggi, seolah Singto sedang menatapnya melalui kacamata itu.

"Aku hanya ingin kita berbaikan, aku tak ingin kita seperti ini. Apa kau mau memaafkan ku? Kau boleh memukulku jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik.."
Krist menggelengkan kepalanya. Dia merasa kata-kata itu masih belum cukup untuk menunjukkan seberapa besar rasa penyesalannya.

"Disini kau rupanya!" Ucap Singto sambil melempar buku catatan tepat di wajah Krist. Krist yang terkejut refleks menangkap buku itu.

"Singto?"

"Iya ini aku. Kenapa kau ketakutan seperti itu? Aku bukan hantu, sialan" ucap Singto sambil merebut kacamatanya. Dengan cepat dilepasnya kontak lensa dari matanya dan segera memasang kacamatanya.

"Ah, lebih nyaman begini"

Krist terus menatap Singto dengan heran. Baru tadi pagi mereka bertengkar dan sekarang Singto bertingkah seolah tak ada apa-apa diantara mereka.

"Hei, kau tak apa-apa?" Tanya Krist hati-hati.

"Hah? Memangnya aku kenapa?" Ucap Singto tak mengerti.

"Oh tidak. Tidak apa-apa" jawab Krist sekenanya. Seharusnya Krist merasa senang kan Singto tak mempermasalahkan lagi ciumannya semalam?

"Oh iya Kit. Aku pikir aku menyukaimu..."

"Hah? Apa?"

Krist terkejut. Apa karena ini Singto bertingkah seolah tak ada apa-apa diantara mereka?

"Aku menyukaimu, ah bukan. Aku men-cin-ta-i-mu" bisik Singto tepat di telinga Krist. Tiba-tiba Krist merasa dirinya seperti melayang, begitu juga dengan Singto. Krist membelalakkan matanya, jauh di bawah sana tubuh mereka berdua tampak sedang tertidur. Krist merasa senang karena mereka sebentar lagi akan kembali ke tubuh masing-masing. Dan yang lebih penting, kini dia tahu kalau Singto juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

~Switch!~

"Krist... Krist... Bangun Krist..."

Krist mengucek matanya pelan. Begitu sadar, dia langsung mengecek tubuhnya apakah sudah kembali atau belum.

"Aish... Ternyata hanya mimpi" ucap Krist dengan kesal. Diliriknya orang yang membangunkannya, ternyata itu Tay.

"Apa?" Tanya Krist dingin.

"Hmm, Ku kira kau pulang. Ini, Singto menitipkan ini, katanya balas budi karena tempo hari kau meminjamkan catatanmu" ucap Tay sambil memberikan sebuah buku kepada Krist. Krist langsung membuka buku itu.

"Singto... Mencatat semua ini hanya untukku?" Tanya Krist.

"Yah, kalau melihat pesannya tadi pagi, tak heran sih dia melakukan ini untukmu" ucap Tay.

"Apa maksudmu Tay?"

"Oh iya, tapi janji jangan terkejut. Ku pikir, Singto menyukaimu, karena tadi pagi aku membaca pesannya di ponsel New, katanya apa mungkin kalau dia menyukai seorang pria?" ucap Tay. Krist langsung menatap Tay tak percaya.

"Aku tahu dia masih polos. Bahkan setahuku, selama dia berpacaran dengan nong Jane pun mereka belum pernah melakukan hal-hal aneh. Bahkan ciuman pun mereka belum pernah! Ku mohon jangan membencinya ya? Nanti aku akan menasihatinya kalau dia tak boleh menyukai pria straight..."

"Hei hei. Kau tak perlu bertingkah sejauh itu.." cegah Krist. Dirinya langsung tersenyum begitu tahu kalau Singto juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi sedetik kemudian senyuman Krist memudar. Kalau Singto juga menyukainya, kenapa tubuh mereka belum kembali?

"Tay, apa kau yakin orang yang dia sukai itu aku? Bukan pria lain kan?" Tanya Krist.

"Kemungkinan terbesarnya sih, dia menyukaimu. Karena selain aku dan New, dia kan lumayan dekat denganmu"

"Kau benar... Tapi kenapa tubuh kami belum kembali?" Gumam Krist.

"Hah? Apa hubungannya rasa suka dan jiwa kalian kembali? Jangan bilang itu caranya supaya kalian bisa kembali ke tubuh kalian!"

Krist mengangguk pelan. Dia menceritakan pada Tay tentang syarat kutukan itu bisa menghilang.

"Tapi kau kan straight? Meskipun aku tak setuju kau merebut nong Jane. Maksudku, bagaimana bisa kalian harus saling menyukai?"

Krist terdiam. Dia tak ingin ada orang lain yang mengetahui kalau dia menyukai Singto. Dan kali ini dia harus pandai-pandai mengatur kata agar Tay tak mencurigainya.

"Emmm, aku sendiri juga tak paham. Karena semakin aku mengenalnya, aku merasa semakin bersalah padanya. Tapi aku pikir, aku tak bisa menyukainya lebih dari teman..." Ucap Krist.

Brak!

Singto tak sengaja menjatuhkan buku-buku yang di pegangnya saat mendengar kalimat Krist barusan. Dan tentu saja Krist dan Tay terkejut, tak menyangka kalau Singto akan datang ke tempat itu dan mendengar percakapan mereka, meskipun mereka tak yakin apakah Singto mendengar semuanya atau hanya kalimat Krist yang terakhir. Krist langsung bangkit dan mengejar Singto. Dia tak ingin masalah mereka menjadi semakin runyam karena perkataannya barusan.

"Tunggu Sing!" Teriak Krist. Tapi Singto tak menghentikan langkahnya sama sekali, justru semakin mempercepat langkahnya. Krist berlari pelan untuk mensejajarkan langkahnya, tapi Singto malah berlari kencang agar Krist tak mengikutinya lagi.

"Kyaaa!! P'Singto dan P'Krist sedang kejar-kejaran!!!"

"Kenapa mereka lucu sekali!!"

Teriakan gadis-gadis itu membuat Krist sedikit frustasi. Bukannya membantu menghentikan Singto, gadis-gadis itu malah sibuk memfoto mereka dan mengganggap kegiatan kejar mengejar mereka itu sangat lucu.

Tapi Singto tetap tak peduli dan terus berlari sampai halte. Kebetulan ada bus yang sedang berhenti, Singto dengan cepat naik ke dalam bus. Tapi Krist tak kalah cepat dan segera masuk ke dalam bus. Tepat sebelum bus berjalan, Singto segera turun, meninggalkan Krist di dalam bus itu yang akan membawanya entah kemana.

"Singto sialan! Kalau kau sangat membenciku bukan begini caranya!" Teriak Krist dari dalam bus. Orang-orang mulai menatap Krist aneh, tapi dia sama sekali tak peduli.

"Pak! Tolong berhenti!"

"Kau pikir aku supir pribadimu? Turun di halte berikutnya!" Bentak sang supir bus. Mau tak mau Krist menuruti perintah sang supir dan mengambil tempat duduk.

Sementara di halte bus Singto tersenyum getir melihat kepergian Krist. Dipukul dadanya pelan, meredakan rasa sakit yang dia rasa akibat ucapan Krist barusan, meskipun dia hanya mendengar kalimat terakhir Krist. Singto sendiri juga tak paham, perkataan Krist barusan tak ada yang salah. Mereka sama-sama pria, apa sesama pria boleh saling menyukai lebih dari teman? Dan sialnya, semakin Singto menekan rasa aneh dalam dadanya, semakin menyakitkan rasanya.

"Padahal aku membencinya, tapi kenapa rasanya sakit sekali?"

~Part 12 end~

P.s: makin absurd ya ceritanya 😐

[KristSingto AU] Switch! [End] [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang