Part 11

1.4K 178 5
                                    

"Ayo angkat Krist..."
Singto memainkan ponselnya dengan gelisah di dalam bus. Dari tadi dia menelpon Krist tapi tak diangkat sama sekali.

"Ah, hati-hati nong!" Teriak supir bus itu saat Singto berlari terburu-buru keluar dari bus, tepat saat bus itu berhenti.
Saat dia sampai di depan rumahnya Singto langsung memencet bel rumahnya dengan brutal.

"Ao, nak Krist? Apa kau mencari Singto?"

"Iya, saya mencari Singto pho. Apa dia ada di rumah?"

"Dia ada di kamarnya, mungkin sedang mengerjakan tugas. Kau langsung saja ke atas nak.."

Tanpa basa basi Singto langsung masuk ke kamarnya setelah dipersilahkan ayahnya sendiri.

"Hei Krist! Kenapa kau tak mengangkat telpon ku hah?!" Teriak Singto sambil mendobrak pintu kamarnya. Tapi hal pertama yang dia lihat adalah Krist sedang mengoleskan obat di luka-lukanya.

"Cupu! Kalau kau masuk ketuk pintu dulu" teriak Krist panik. Rencananya untuk menyembunyikan lukanya dari Singto gagal sudah.

"Hei, wajahku kenapa?" Tanya Singto.

"Kau khawatir ya?" Goda Krist.

"Jelas saja aku khawatir bodoh! Itukan wajahku" seru Singto.

"Aku kira kau khawatir karena temanmu ini terluka" ucap Krist pura-pura sedih. Singto melirik Krist sekilas, kemudian menyentuh wajahnya.

"Apakah sakit? Auch!"
Singto baru merasakan sakit di wajahnya saat tangannya menyentuh luka Krist. Krist terkejut, dia pikir efek pertukaran jiwa mereka telah hilang sejak hari itu.

"Hal seperti ini kenapa kau tak langsung memanggilku hah?" Ucap Singto. Diambilnya kotak obat di pangkuan Krist dan mengobati luka Kirst dengan telaten. Krist jelas saja tak berontak, karena berada di jarak sedekat ini dengan Singto saja membuatnya sangat bahagia.

"Maaf.." gumam Krist.

"Untuk apa minta maaf? Sebentar, jangan bergerak.." ucap Singto sambil meniup pelan bibir Krist. Jantung Krist berdetak sangat kencang sekarang. Perutnya terasa geli, seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di dalamnya. Krist kehilangan akal sehatnya dan menarik Singto mendekat. Perlahan dia mencium bibir Singto. Anehnya, Singto juga tak melawan seperti biasa. Dengan hati-hati Krist menghisap bibir atas Singto, begitupun Singto yang membalas menghisap bibir bawah Krist. Singto refleks mendorong tubuh Krist, dan menindih Krist di tempat tidur. Semakin lama, ciuman mereka berubah semakin liar. Hisapan kecil berubah menjadi gigitan pelan yang didominasi Singto. Seperti lapar akan ciuman, Singto memaksa lidahnya masuk ke dalam mulut Krist, mengajak lidah Krist bertarung. Krist pun dengan sukarela membuka mulutnya, memberi akses penuh kepada Singto untuk menjelajahi mulutnya.

Singto membuka matanya, baru sadar kalau dia mencium orang yang dibencinya. Dengan cepat dia melepas ciuman mereka, tak peduli Krist yang tampak sangat menikmati ciuman itu.

"Kau..... Sial!" Rutuk Singto kemudian pergi dari situ. Sementara Krist tak bergerak dari posisinya sama sekali. Dirinya sangat malu telah berbuat hal tak senonoh dengan Singto, dengan tubuhnya sendiri.

"Ao nak Krist. Sudah mau pulang? Pho sudah menyiapkan cemilan.."

Singto tak menggubris perkataan ayahnya dan terus pergi keluar dari rumah itu.

"Aarrghh!" Teriak Singto sambil menendang tiang listrik di dekat situ. Dirinya sangat marah sekarang, tapi dia bingung marah dengan Krist yang tiba-tiba menciumnya, atau marah dengan dirinya sediri yang sempat menikmati ciuman Krist.

"Kau tak boleh jatuh dengannya Sing. Dia si brengsek yang membunuh nong Jane. Begitu jiwamu kembali kau harus segera menjauhinya.." ucap Singto meyakinkan dirinya sendiri. Perlahan diraihnya ponsel yang dari tadi bergetar di sakunya. Begitu melihat nama Krist di layar ponselnya, Singto dengan cepat mematikan handphone nya dan segera pergi ke rumah Krist untuk menjernihkan pikirannya.

[KristSingto AU] Switch! [End] [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang