Longing

1.8K 371 14
                                    

- Felix -

Suatu hari Junho muncul begitu saja didepan pintu apartemennya dengan sebuah koper kecil beserta nyonya Han, pengasuhnya di sisinya. Dia tersenyum begitu lebar, mungkin tidak memperhatikan keterkejutan yang tergambar di wajah Felix.

Satu-satunya penjelasan yang diberikan bocah 13 tahun itu adalah bahwa dia merindukan Felix. Felix bagaimanapun lebih takut pada apa pendapat ibu tentang ide Junho. Adiknya itu berkata bahwa ibu sudah menyetujuinya, tapi tentu saja Felix tidak percaya.

"It's okay Felix...ibumu benar-benar mengizinkannya pergi. Junho membuatnya berjanji bahwa jika dia mendapat A untuk math testnya, dia boleh mengunjungimu. And he did," kata pengasuhnya itu.

Pengasuh Junho adalah orang yang sama yang merawatnya ketika ia masih kecil. Walau, ibu segera mengubah job descriptionnya menjadi pengasuh Junho begitu adiknya itu lahir.

Felix ingat betapa kesepiannya ia dalam sebuah rumah besar ketika pengasuhnya tidak lagi menemaninya, tapi tangis dan tawa Junho di ruang sebelah sudah lebih dari cukup untuk mengobati kesepiannya.

Felix sadar ia belum pernah bertemu pengasuhnya itu sejak ia memutuskan keluar dari rumah dan tiba-tiba ia merindukan perempuan setengah baya itu.

Junho sendiri sudah sibuk melihat-lihat keluar jendela, memotret segala hal dengan kamera kecil yang tergantung di lehernya. Felix menghela nafas, bingung apa yang harus ia perbuat. Bagaimana mungkin bocah berusia 13 tahun bisa memikirkan hal seperti itu? Nyonya Han menggenggam tangannya dan Felix seketika menoleh.

"Lixie, apa kau baik-baik saja? Apa kau bahagia?"

Pertanyaan itu membuatnya terkejut.

Felix mengangguk, menekan perasaan tidak nyaman yang bersarang di dadanya saat ia ingat bagaimana keadaan 'rumah'.

"Ya, semuanya baik-baik saja. Bagaimana kabarmu, nyonya Han?" Felix tersenyum.

"Aku baik. Just enjoy this, okay? Two days. Dia hanya punya dua hari untuk bertemu denganmu dan lihat betapa bahagianya dia."

Felix menoleh pada Junho yang sedang memperhatikan setiap detail apartemennya seolah mencoba menyerap segala informasi tentang hyung yang bahkan tidak pernah ada untuknya. Senyum kecil dan binar di mata yang lebih muda berhasil menyingkirkan segala kekhawatiran yang menghujam kepala Felix.

"Dua hari," pikir Felix. Ia tahu, ia juga merindukan Junho. Ia hanya berusaha menghilangkan perasaan itu. Agar semua hal berjalan lebih mudah untuk mereka.

Felix mengambil libur dua hari dari pekerjaan part time-nya untuk menemani Junho. Adiknya itu bahagia dengan segala hal, sehingga itu rasanya menyakitkan. Dia bahagia dengan makanan murah yang dibelikan Felix (karena hanya itu yang mampu dibeli Felix). Dia bahagia ketika Felix mengajaknya berjalan-jalan ke taman universitas. Dia bahagia ketika Felix mengajaknya mengelilingi kota dengan bus yang sesak. Dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun Felix merasakan kembali apa itu kehangatan keluarga.

Akhirnya Junho bertemu Hyunjin. Felix sangat gugup. Ia tidak pernah menceritakan keluarganya pada Hyunjin, dan Felix tahu Hyunjin tahu ia mencoba menghindari topik itu.

Felix tidak ingin Hyunjin terlibat pada apapun masalah yang ia miliki dengan keluarganya. Felix wanted to keep him outside of the mess. Jadi jika ia hancur Felix tahu kemana ia harus berlari. Tapi kehadiran Junho sepertinya membuat mood Felix menjadi luar biasa bagus, sehingga ia memutuskan mengapa tidak.

Hyunjin sangat bahagia menemukan sedikit titik terang mengenai latar belakang Felix. Dan Junho sepertinya segera menyukai Hyunjin. It’s like there are 2 little kids in front of Felix right now dan tidak ada hal yang bisa ia lakukan selain tertawa melihat tingkah laku mereka.

"Jadi hyung teman hyungku?" tanya Junho.

Hyunjin melirik Felix dan Felix tidak dapat melakukan apapun selain mengaktifkan defense mechanism-nya. "Yes, Hyunjin is my friend."

Hyunjin tersenyum padanya dan Felix tahu ia baru saja membuat kesalahan. Tapi apapun yang mungkin dipikirkan Hyunjin, yang lebih tua tidak menunjukkan hal itu. Dia kembali membicarakan power rangers dengan penuh semangat.

Ketika Junho berlari di depan mereka untuk memotret carousel Felix menggenggam lengan Hyunjin. Hyunjin menoleh dengan bingung.

"I’m sorry. I can’t do it. Not yet," Felix memberitahu dengan penyesalan tergambar jelas dalam tiap katanya.

Hyunjin justru tersenyum.

"Aku tahu, dan itu tidak masalah. Take your time."

Hyunjin memeluknya dan berbisik, "I just want you to be happy."

Hyunjin mencium keningnya dan Felix menutup kedua matanya. Jadi seperti ini rasanya dicintai, Felix hanya takut ia tidak akan pernah bisa melepaskan Hyunjin.

Junho memutar kepalanya dan memotret mereka di saat yang tepat.

Malamnya, ketika Felix tertidur Junho yang berbaring disebelahnya menanyakan sesuatu.

"Hyung, kapan kau akan pulang?"

Aku tidak mau pulang Junho-ya.

"Ketika kuliahku selesai. Why?" Felix bertanya balik.

"Kalau begitu selesaikan kuliah hyung dengan cepat."

Felix terkekeh.

"Pulanglah dengan cepat, hyung. Kau boleh membawa Hyunjin hyung bersamamu juga. Dia baik, aku menyukainya."

"I'll try. Why?"

Junho terdiam sejenak.

"Aku merindukan hyung. Aku benar-benar merindukan hyung."

Ini pertama kalinya Junho mengatakan itu. Nyonya Han selalu memberitahu Felix betapa Junho merindukannya, tapi ini pertama kalinya Felix mendengar hal itu langsung dari mulut adiknya. Itu menyakitkan.

"Aku juga merindukanmu, Junho-ya. Sangat," bisik Felix.

Junho tertidur.

Junho terlihat siap menangis kapan saja ketika dia melambai pada Felix dari balik kaca ruang tunggu keberangkatan bandara. Felix pulang ke apartemennya yang sekarang terasa kosong dan sunyi. Ia menghela nafas dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Setelah beberapa menit ia mendengar kunci pintu depan terbuka. Felix tersenyum, setidaknya saat ini ia tidak sendirian.

"Hey, baby," bisik Hyunjin.








TBC

Chapter ini sama chapter depan kayanya bakal full flashback. Gapapa, kan?

Btw, gimana chapter ini?

a place where the sun doesn't shine || hyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang