BAB 5

85 10 8
                                    

Thara hanya menggelengkan kepalanya, Ferdi yang menyadari sikap aneh adiknya tersebut langsung bertanya, "Lo sakit?"

Thara kembali menggelengkan kepalanya. Sontak Ferdi langsung mengajak adiknya pulang melihat wajahnya yang pucat dan sikap badanny ayang lemah.

"Sorry, Kak, gue balik duluan, ya. Thara udah kayak gini soalnya," pamit Ferdi mengalungkan tangan Thara di bahunya.

"Naik mobil gue aja, biar lebih cepet." tawaran Andi disetujui Ferdi.

Dengan sigap, Ferdi menggendong adiknya menuju parkiran mobil milik Andi.

"Rumah lo di mana?" tanya Andi sembari memacu pedal gas berkecepatan sedang.

"Griya Srikaton nomor Sembilan, Kak."

Andi memacu mobilnya semakin cepat. Ia tahu betul apa yang terjadi pada Thara, namun jika ia melakukannya di sekolah akan sangat berbahaya.

"Pak, tolong buka pintunya," perintah Ferdi dari dalam mobil.

"Kak, sakit," ringis Thara dalam gendongan Ferdi menuju kamarnya.

"Iya, iya, sebentar ya. Ini udah mau sampe kamar kok." Ferdi mempercepat langkahnya menuju kamar Thara.

Andi mengikuti langkah Ferdi hingga masuk ke dalam kamar Thara.

"Astagfirullah, ini cogan darimana dibawa sama si neng geulis," tukas sebuah entitas yang menetap di dalam rumah Thara.

"Lo ngapain di sini?" tanya Andi bingung.

"Lo nanya sama gue, Kak?" tanya Ferdi balik.

"Eh bukan, bukan. Itu ada cewek, peliharaan si Thara atau gimana?"

"Ah, si Dian. Iya itu temannya Thara, ada apa, Kak?" balas Ferdi menjelaskan kebingungan Andi akan adanya entitas lain dalam rumahnya ini.

"Thara kenapa?" tanya Dian­–entitas tersebut.

"Lo bisa lihat kan, Yan?" Andi berkomunikasi dengan Dian melalui batinnya.

Andi mendekatkan dirinya pada Thara, "Kamu kenapa jadi kaya gini?" tanya Andi sembari menempelkan jari-jarinya pada bahu dan tengkuk Thara.

"Sakit," Thara menangis berlinangan air mata, "sakit semua."

"Sakit kenapa, kok bisa sakit?" Andi terus melafalkan doa-doa untuk Thara.

"Ngga tau, sakit." Thara terus menangis dan meringkuk.

"Lho kok ngga tau, kan kamu sendiri yang ngerasain."

"Thara kenapa sih, Kak?" tanya Ferdi yang tak mengerti akan situasinya.

"Abang," tangisan Thara semakin kencang, "sakit banget."

Ferdi pun langsung memeluk adik tersayangnya. "Abang, sakit, tolong!" tangisan Thara terdengar sedikit aneh di telinga Ferdi.

"Kamu ngga bisa bohongi saya, ngapain kamu ganggu anak ini hah?" emosi Andi terpancing begitu saja melihat tingkah laku entitas yang berada di dalam tubuh Thara. Doa-doa terus dilafalkan olehnya yang disalurkan pada jari-jari tangannya pada bahu dan pundak Thara.

"Ini Thara, Kak, Bang."

"Kak ini siapa sih?" Ferdi bingung mana yang harus dia percayai.

"Kalo saya tempel tangan saya begini, panas 'kan?" Andi menekan titik pusat saraf di mana entitas tersebut bersemayam.

"Ahh, sakit, panas. Lepasss!" teriakan Thara semakin melengking.

"Kalo ngga mau sakit, keluar!" usapan Andi berhasil mengeluarkan entitas tersebut dari tubuh Thara.

Thara yang tersadar dari masuknya si entitas pun menunduk lemah di pelukan Ferdi. "Abang, sakit."

"Lo setan bukan nih?" tanya Ferdi dengan polosnya.

"Itu Thara, Fer," ucap Andi meyakinkan, "Apa yang kamu rasain sekarang, Thar?"

"Sakit semua, Kak. Tengkuk aku berat banget." Thara memegang tengkuknya dengan sesegukan.

Tangan kanan Andi kembali mengusap bagian tengkuk Thara sembari melafalkan doa-doa untuk memperkuat tubuh Thara dari gangguan-gangguan entitas lainnya yang mulai berdatangan.

"Aku coba halau mereka yang mau masuk." Dian bersuara menawarkan bantuan.

Dengan tak kasat mata, Andi membangun barier diantara mereka bertiga. Namun pandangan Andi tetap pada manik mata Thara, Nampak seperti ada yang memaksa ingin masuk namun ditahan oleh tubuh lemah Thara.

"Lepasin aja, Thar. Ngga apa-apa, ada gue." Andi mencoba menenangkan Thara dengan membiarkan si entitas memasuki tubuh Thara.

"Kalau ngga mau saya musnahin, sebaiknya kamu pergi sekarang," ujar Andi memberi penawaran pada entitas yang sudah masuk.

"Coba aja, siapa takut hahahaha." entitas tersebut tertawa keras merendahkan Andi.

Tangan Andi menekan bahu Thara dengan pelan, namun terasa tertusuk tombak panas oleh si entitas.

"Hahahaha, segini saja kemampuan kamu?" tawa entitas makin meremehkan, "sialan! Kamu apakan saya hah?"

"Pergi sebelum kamu saya musnahin!"

"Iya-iya saya pergi, berhenti, panasss!" entitas tersebut pun keluar dari tubuh Thara yang terkulai lemah di tepi kasur.

"Fer, biarin Thara istirahat. 'Dia' udah terlalu lama di dalam tubuh Thara, pasti energinya udah abis banget. Gue mau ngomong sama lo di luar, gue tunggu ya." Andi melangkah keluar member sedikit privasi kepada kedua kakak-beradik itu.

Pegel juga ya ternyata ngeluarin setan doang, pikir Andi.

* * *

"Thara udah tidur?" tanya Andi sepuluh menit setelah ia menunggu kedatangan Ferdi di ruang tamu.

"Udah, Kak. Itu ... kok bisa Thara ditempelin dari sekolah?" tanya Ferdi tak mengerti.

"Kayanya, dari yang murid tadi gue tolongin. Pindah ke Thara. Tapi ngga tau juga. Karena bentuknya sama semua. Kuntilanak," jelas Andi.

"Kok lu bisa tau Thara diambil alih gitu?" nampaknya Ferdi masih penasaran hingga beberapa pertanyaan muncul di benaknya.

"Fer, setiap orang indigo memiliki kelebihan dari matanya--" 

* * *

Jika kalian suka dengan karyaku jangan lupa divote dan dikomen, kenapa kalian suka dengan ceritaku. Dan komen juga kalau kalian ngga suka sama ceritaku, sertai asalannya. Agar penulis bisa memperbaiki diri baik dari karakter tokoh, alur cerita, sampai penggunaan EBI. Penulis akan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari para pembaca.

CylerisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang