"Aku anak setan, tubuhku bau menyan ...."
"Lah lu baru sadar kalo lu setan?" sindir Thara.
"Ngga, udah lama!"
"Beteweh, kan MPLS udah selesai, nih. Ntar gurunya gimana ya, Bang? Gua takut sama pelajarannya, kalo tau tau disuruh coba suntik, lu jadi bahan percobaan suntik mati gue oke," oceh Thara.
"Berisik lu, buruan apa jalannya. Lemot udah kayak Cheetah!"
"Hm, Cheetah dari mana lemotnya, Bang?" tanya Thara dengan polosnya.
"Kalo lagi lahiran!" kesal Ferdi mempercepat langkahnya menuju kelas.
"Hai, Thar!" seru Mona di ujung kelas dibalas anggukan dan senyuman oleh Thara.
"Siapa tuh?"
"Mona, siapa lagi? Yang Thara kenal dia doang." Thara mengambil langkah cepat menuju kursi dan mendudukinya.
"Thar, banyak yang mau kenalan sama kamu," ujar Mona di ujung kelas.
"Panggilin aja, asal ngga ganggu monggo," izin Thara.
Lantas, Mona memanggil beberapa entitas yang sering bersamanya ke dalam kelas Thara. Dari kuntilanak, pocong, anak kecil, hingga nenek-nenek yang berjumlah delapan entitas sontak membuat Thara sedikit terkejut.
"Astagfirullah, mau nonton Mamah Dedeh atau ngapain ini?" kaget Thara.
"Ada apaan?" tanya Ferdi kebingungan.
"Mau coba liat ngga, Bang?"
"Serem ngga?"
"Masih wajar kok ini mah."
"Hm, boleh lah, kepo juga aku tuh," ujar Ferdi dibalas gedikan geli oleh Thara.
Kedua telapak tangan Thara menutupi kedua mata Ferdi. Ia memfokuskan pikirannya mengirim energi dan penglihatannya pada Ferdi.
"Itu ada Lucinta Luna masa depan, Rey Utami pas tua, sama ... ahh! Pablo Benua juga tuh!"
"Dih si anjir, kalo ngomong suka bener," balas Thara sembari menarik kembali tangannya.
"Bang, gue kok tiba-tiba rindu papa?" keluh Thara merubah ekspresi wajahnya
Ferdi terkejut mendengar curhatan adiknya berkata, "Kamu ngga bisa lihat papa di mana?"
Thara menggeleng. "Aku ngga tau caranya," ia menundukkan kepalanya, "Bang, aku nyesel penah kayak git sama papa."
"Thar, ngga kamu doang. Abang juga."
"Thara nyesel, Bang, dulu ngga pernah negor papa karena dicuci otak sama manusia biadab itu buat ngga berinteraksi sama sekali ke papa. Papa ngga salah, Bang. Dia udah banyak berkorabn buat istrinya sendiri yang ninggalin dia saat papa udah ngga bisa melaut." Cucuran air mata Thara semakin deras mengingat sosok sorang kakek yang diusir oleh istriya sendiri ke kampungnya.
"Abang juga salah, Thar. Coba aja abang dulu ngga nurutin permintaan si biadab itu untuk tingga di rumah Om Rehan, pasti papa masih sama kita sekarang," sesal Ferdi.
"Bang, di Manado papa udah ngga punya siapa-siapa, Bang. Apa ada ya yang mau nampung dia, ngurusin dia, dan ngasih makan dia secara percuma?" mata Thara memandang langit-langit dengan tatapan kosong.
"Kalo aja Mona bisa bantu, pasti Mona bantu," ujar Mona di sebelahnya.
Para entittas yang tadinya berniat berkomunikasi dengan Thara pun memilih ke luar.
"Tega ya, dulu saat papa masih melaut dengan gaji enam puluh juta belum termasuk tunjangan dan lain-lain si Biadap kan hidup foya-foya, traktir temennya tiap hari. Belanja sana sini. Giliran papa kecelakaan kapal dan sampe ada tumor di bawah tengkuknya dan ngabisin harta untuk pengobatan, si Biadap ngga mau ngurus lagi. Abang tau gak, kalo papa sama si Biadap itu pisah ranjang?"
Ferdi menggeleng.
"Abang bisa bayangin ngga, papa ngga dikasih makan sama sekali. Dan papa milih buat masak mie sendiri, padahal selama dia ngelaut, ngga pernah nyentuh barang dapur sama sekali. Bunda yang waktu itu mergokin papa masak mie instan yang ngerebus mie sama bumbunya aja langsung nangis, Bang." Thara kini benar-benar berderai air mata.
"Semua makanan yang dimasak sama si istri biadap itu diumpetin di dakam lemari makanan terus dikunci, atau dimasukkin ke dalam kamar. Thara nyesel, Bang, diemin papa, ngga bantu papa. Thara nyesel, Banggg! Ngga bisa ya, Thara ketemu papa walau Cuma di alam mimpi Thara?"
"Thar, abang juga ngga tau gimana papa sekarang. Untuk saat ini, kita Cuma bisa doain papa biar selalu dalam keadaan sehat kalau dia masih hidup. Dan kita doain juga yang terbaik untuk papa dapat surganya Allah. Abang yakin, suatu saat nant kita akan dipertemukan sama papa di akhirat. Udah ya, jangan nangis. Kan sekolah buat belajar bukan nangis," ujar Ferdi menenangkan.
"Aamiin, Bang."
* * *
"Thara!"
Thara membalikkan tubuhnya menuju sumber suara.
"Papa?!"
"Peluk papa, Nak!"
Thara berlari dengan air mata yang keluar begitu deras. "Pa! Thara rindu banget sama papa, apa papa sehat?"
"Sehat, papa sekarang udah bahagia. Thara jangan khawatirin papa, ya?" ujarnya tersenyum.
"Pa, Thara minta maaf udah pernah jahat sama papa, ngebiarin papa ngga makan gara-gara istri papa yang bahkan ngga mau Thara anggap sebagai nenek Thara. Thara malu punya nenek tapi kelakuannya biadap!" emosi Thara memuncak.
"Sst! Thara kan anak baik, Thara ngga boleh begitu. Tanpa dia, kamu dan bunda ngga akan lahir, 'kan? Tidak semuanya hal buruk itu merugikan, sayang. Kamu ngga harus sayang sama dia, seenggaknya kamu maafin dia. Ingat, Tuhan aja maha pemaaf, masa kamu ngga. Memangnya kamu siapa?"
"Tapi, papa di sini bersama siapa? Thara ingin sekali mengurus papa," ujarnya mengusap air mata yang tersisa.
"Papa bersama orang-orang baik di sini, kalau nanti Thara kangen sama papa, papa akan datang di mimpi Thara, ya?"
"Papa janji?"
Beliau mengangguk.
"Terima kasih, Pa!"
* * *
Jika kalian suka dengan karyaku jangan lupa divote dan dikomen, kenapa kalian suka dengan ceritaku. Dan komen juga kalau kalian ngga suka sama ceritaku, sertai asalannya. Agar penulis bisa memperbaiki diri baik dari karakter tokoh, alur cerita, sampai penggunaan EBI. Penulis akan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari para pembaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cyleris
Paranormal{NOVEL INI DIHENTIKAN} Aku yang memiliki kemampuan khusus. Aku yang bisa merasakan keberadaan 'mereka' setiap saat. Bukan hal yang mudah menjadi seseorang yang memiliki kemampuan ini, banyak gangguan, banyak teror untuk meminta pertolongan. Namun, y...