03. It Was Not Me

1.6K 271 8
                                    

Cukup lama Naya berdiri linglung di pinggir jalan.
Setelah memergoki Aron dan Chaca di kedai, tiba-tiba saja otaknya seolah berhenti bekerja.
Ia tak ingat untuk berpikir pulang, tak ingat pula untuk menghentikan beberapa taksi yang kebetulan lewat.
Ia hanya tak tahu harus apa.
Sampai akhirnya ponselnya berdering, dan Wendy berteriak-teriak dari seberang sana.

"Dimana kamu?! Ini sudah larut malam?! CEPAT PULANG! KAMU MEMBUATKU KHAWATIR!"

Naya tergagap. "Uhm, aku ada di..." Perempuan itu menatap sekeliling. Dan seolah baru kembali dari dunia lain, ia kembali menjawab, "Aku akan segera pulang."

Menutup telpon dengan segera, Ia kembali menatap jalanan yang perlahan mulai lengang, menunggu taksi lewat.

Cukup lama hingga akhirnya ia memperoleh taksi yang kemudian mengantarkannya pulang.
Menjelang pagi perempuan itu tiba di apartemennya. Sekitar pukul tiga, atau mungkin lebih, ia tak tahu pasti.

Menyeret kakinya dengan lelah, perempuan itu kembali mematung di depan pintu. Sekian menit kemudian, ia tertawa miris. Hingga nyaris mengeluarkan air mata kembali.

Astaga, ia meminta pak sopir taksi untuk mengantarkannya kemari? Ke apartemennya sendiri?
Padahal sudah beberapa hari ia tak tinggal di sini, sejak ia kabur dari Aron.
Semua barang-barangnya dan sebagian bajunya ada di apartemen Wendy.
Dan di mana ia meletakkan Key Card apartemennya?
Ia sudah mengobrak abrik tas dan benda tipis serupa credit card itu tak ada. Jadi, bagaimana ia akan masuk ke apartemennya sendiri?

Tubuh perempuan itu melorot ke lantai. Ia menyandarkan punggungnya di dinding dengan rasa frustrasi. Menertawakan dirinya sendiri.
Ia tak bisa masuk ke apartemennya sendiri, uang di dompetnya habis untuk membayar taksi, dan ponselnya? Low bat.

Detik-detik terakhir sebelum ponselnya mati, ia sempat mengirim pesan singkat kepada Wendy dengan buru-buru; My apartment. I need ur help.

°°°

Chaca menunduk, air matanya berjatuhan membasahi kedua tangan yang terkulai di pangkuan.
Emosinya membuncah, nyaris tak percaya bahwa takdir kembali mempertemukannya dengan Aron.

"Setelah bercerai, aku memutuskan untuk meninggalkan rumah. Aku memutuskan untuk tak kembali ke rumah Ayah dan Ibu. Aku sempat terpikir untuk mencarimu. Tapi kemudian aku bingung, apakah kamu masih mengingat diriku? Apakah aku masih pantas mencarimu setelah apa yang terjadi diantara kita?" Perempuan itu terisak.

Aron menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Lembut ia meraih tangan Chaca, meremasnya pelan, berusaha meyakinkan dia dan juga dirinya bahwa sekarang ia ada di sisinya, raga perempuan itu ada bersamanya.

"Maaf karena aku terlambat menemukanmu, Cha," ucapnya. "Kamu pasti telah melewati masa-masa sulit sendirian." Ia membawa sosok itu ke pelukannya.
"Sekarang ada aku bersamamu. Aku akan menjagamu."

Dan Chaca kembali menumpahkan tangis haru di dada Aron. Merasakan aroma lelaki yang bertahun-tahun ia rindukan kini ada bersamanya.

°°°

Naya sempat tertidur sejenak. Menggigil pula kedinginan, merasakan tungkai  kakinya bersentuhan dengan lantai yang lembab.
Sampai akhirnya ia mendengar derap kaki.

Perempuan itu menoleh, menyaksikan sosok jangkung melangkah buru-buru dari ujung lorong, bergerak mendekatinya.
Kedua mata Naya menyipit.
"Joe?" panggilnya lirih.

Yang dipanggil mempercepat langkah-- ah, dia berlari-- menghampiri dirinya.
"Bagaimana kamu bisa di sini?" tanya Naya.
"Ceritanya panjang." Joe menjawab cepat, lalu mengeluarkan sebuah key card dari saku, kemudian segera mendekatkan ke arah sensor untuk membuka pintu.

WeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang