"Aku akan tinggal di sini."Semilir angin dari jendela yang baru saja dibuka, menerpa wajah Naya. Lembut. Menyebabkan ia merasakan sensasi dingin yang menggelitik pori-pori kulit.
Perempuan yang masih tampak pucat itu berbalik dan menatap sosok jangkung yang berdiri mantap tak jauh darinya."Hm?" Bibirnya bergerak bingung.
"Aku akan tinggal di sini." Joe mengulang. "Maksudku, aku akan menginap di sini malam ini," lanjutnya.
Naya tertegun.
Setelah sempat dirawat di rumah sakit selama hampir tiga hari, siang tadi ia sudah diperbolehkan pulang. Wendy dan Joe yang membantunya berkemas dan menyelesaikan beberapa administrasi. Tadinya Wendy yang berniat mengantarkannya pulang, tapi karena ia mendapat panggilan darurat dari kantor, akhirnya ia pulang hanya ditemani Joe."Wendy tak bisa ke sini karena pekerjaan. Jadi aku yang akan menginap di sini, menjagamu," ujar Joe lagi. "Jangan khawatir, aku tidak akan macam-macam. Aku akan tidur di sofa, percayalah."
Naya terkekeh lirih lalu bergerak pelan, duduk di pinggiran ranjangnya sendiri.
"Aku hanya baru saja ... tenggelam, bukan penyakitan. Jadi kamu tak perlu menjagaku," sanggah perempuan tersebut."Kalau kamu tinggal sendiri, aku takut kamu akan mencoba bunuh diri lagi," ceplos Joe.
Naya kembali tergelak pelan.
"Joe, aku tidak mencoba bunuh diri. Itu hanya ... kecelakaan.""Bohong." Joe menyangkal, terkesan kekanak-kanakkan.
"Kalau aku meninggalkanmu sendirian, kamu akan kesepian, pikiranmu akan berkelana ke mana-mana dan bisa-bisa kamu melakukan sesuatu yang membahayakan dirimu, lagi."Naya mengerang. "Waktu itu aku hanya terlalu bingung dan ... tiba-tiba saja aku sudah ada di rumah sakit. Aku sudah tahu bagaimana rasanya di ujung maut, dan itu tidak enak sama sekali. Jadi aku takkan melakukannya lagi, aku janji." Ia menatap lurus ke mata Joe.
Joe menatap perempuan itu dengan sorot protes.
"Percayalah padaku, aku akan baik-baik saja. Aku sudah membuatmu dan juga Wendy kalang kabut. Aku takkan mengulanginya lagi." Naya menegaskan.
"Pulanglah, Joe," perintahnya lembut."Pulang ke mana? Aku tak punya rumah." Joe menjawab cepat, membuat Naya terkekeh.
"Joe, jangan bercanda. Kamu salah satu putra orang terkaya di negeri ini. Apartemenmu tersebar di mana-mana. Bagaimana mungkin kamu bilang tak punya rumah," ucapnya."Itu tempat tinggal, bukan rumah." Lagi-lagi Joe menjawab cepat seraya bersedekap santai.
"Rumah dan tempat tinggal, apa bedanya?"
"Ya beda-lah." Kali ini Joe terdengar sewot.
"Apa bedanya?" Naya tak berhenti bertanya.
"Tempat tinggal hanya tempat untuk tidur, berlindung dari panas dan hujan."
"Kalau rumah?"
"Rumah adalah tempat berkumpulnya sebuah keluarga. Menghabiskan waktu bersama, dan menimbulkan perasaan rindu ketika kamu berjauhan dengan mereka. Dengan kata lain, itulah makna dari pulang. Pulang ke rumah. Dan..."
Kalimat Joe sempat menggantung.Dan rumah adalah di manapun kamu berada, Nana-ku...
Naya tertegun. Dapat ia rasakan semburat rasa sepi di kedua mata Joe.
Ia tahu Joe kaya raya. Tapi ia juga tahu bahwa sejak dulu, pemuda itu lebih sering menghabiskan waktunya sendiri.
Kedua orang tuanya terlalu sibuk. Mereka lebih sering meghabiskan waktunya untuk mengurusi bisnis.
Kebersamaan mereka sebagai sebuah keluarga utuh, bisa dihitung dengan jari tiga orang saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Weak
Storie d'amoreKau menginginkannya. Kau membutuhkannya. Kau mencintainya. Dan... Aku bukan dia.