"Aku tetap ingin menemui wanita itu," ucap Naya di sela-sela kegiatan berkemas. Ia memutuskan untuk pulang ke apartemennya sendiri dan sekarang sedang mengemasi barang-barangnya yang masih berada di apartemen Wendy.
Wendy mengalihkan pandangan dari layar komputer lalu menatap sahabatnya.
"Kamu pasti bercanda, kan?"Naya menggeleng. "Tidak, aku serius." Ia kembali memasukkan beberapa potong baju ke dalam koper berukuran medium.
"Aku tetap ingin bertemu dengannya, setidaknya satu kali saja sudah cukup."Tatapan Wendy mengisyaratkan tanda protes. "Apa belum cukup dengan semua yang kamu alami akhir-akhir ini? Kamu stress, kamu tertekan. Joe bahkan harus bolak balik ke apartemenmu karena khawatir."
Naya mendesah. Menutup koper, lalu duduk di tepian ranjang sambil balas menatap Wendy. "Aku tahu ini tidak benar. Tapi aku ingin bertemu dengannya, sekali saja. Setidaknya, aku ingin melihat wajahnya, aku ingin mendengar suaranya, aku juga ingin mendengar sekelumit cerita tentang Aron dari mulutnya. Dan setelah itu, aku akan menyerah. Aku akan merelakan Aron untuknya dan aku janji aku akan melupakan segalanya."
Wendy ikut menarik napas berat. "Tapi, Nay, dengan bertemu dengannya, aku takut kamu takkan baik-baik saja."
"Aku akan baik-baik saja," potong Naya cepat. "Ada kau dan juga Joe yang senantiasa men-support diriku untuk melewati semua ini. Jadi, aku akan baik-baik saja. Percayalah padaku."
Dan Wendy hanya mampu menarik napas pasrah, mencoba mengiyakan rencana Naya, walau berat.
"Tapi, Wen. Boleh aku pinjam uang? Aku belum gajian dan... kamu sendiri tahu keadaan keuanganku tidak begitu bagus."
Wendy menjawab cepat, "Oke, tak masalah. Berapa yang kamu butuhkan?"
"Hanya beberapa saja," jawab Naya kemudian.
Sebenarnya Naya sudah punya pekerjaan di sebuah kantor advokat sebagai staff. Tapi tetap saja kehidupannya tak bisa dikatakan mapan.
Dulu ketika ia masih berpacaran dengan Aron, pemuda itu turut andil dalam menyokong biaya hidupnya. Pembelian apartemen sederhana yang ia tempati pun dibantu olehnya.
Waktu itu Naya punya sedikit tabungan, lalu Aron yang menanggung kekurangannya.
Tapi sungguh, ia berpacaran dengan pria itu bukan karena uang.Naya bertemu dengan Aron ketika pria itu masih belum punya apa-apa. Berbekal rasa cinta, Ia dampingi pria itu jungkir balik membangun usaha, merintis bisnis sedikit demi sedikit.
Bahkan jika pria itu tetap miskin, Naya akan tetap mencintainya, mendampinginya.
Karena ia adalah Aron.Her man.
Her heart.
Her weakness.°°°
Naya membuang semua rasa sakit hati ketika datang ke sini. Ke tempat mantan pacar Aron.
Ketika sampai di kedai mungil milik perempuan itu, hanya terlihat beberapa tamu yang menikmati kopi dan olahan roti.Dan seolah semilir angin menerpa wajah Naya ketika perempuan itu bergerak lembut dan menyapanya dengan senyum ramah. Ringkih, dan rapuh. Tapi tetap saja aura kecantikan menguar dari dirinya.
Kulitnya putih bersih. Rambut sebahunya ia ikat rapi di belakang. Mata beningnya berbinar ketika berbicara. Dan lengkung bibir yang ia ciptakan manakala tersenyum, indah.
Sangat indah.
Sekali tebak, wanita inilah yang membuat Aron jungkir balik.
Tak perlu bertanya, insting wanita.Naya menelan ludah. Benar-benar tak menyangka bahwa perempuan ini akan terlihat luar biasa memesona.
Semua kalimat yang telah dirangkai semalaman suntuk untuk ia tumpahkan, tiba-tiba lenyap tak tersisa.Tadinya ia berniat mengatakan : Hai, aku Kanaya, pacar Aron sebelum dirimu. Kita sama-sama mencintai pria yang sama. Jadi bagaimana ini?
Tapi...

KAMU SEDANG MEMBACA
Weak
RomantikKau menginginkannya. Kau membutuhkannya. Kau mencintainya. Dan... Aku bukan dia.