Weird Feeling

56 4 0
                                    

WEIRD FEELING
☆□●☆□●☆□●☆□●☆□●☆□●☆




Ku buka pintu balkon ruang tengah, membiarkan sinar matahari di pagi hari merambat masuk ke dalam apartemenku. Bayangan pagar balkon mampu terlihat jelas oleh padanganku.

Saat itu pukul delapan pagi, sekitar satu jam lewat lima belas menit lagi aku harus segera berangkat kerja. Tidak tahu harus melakukan apa lagi karena sebetulnya aku baru menyelesaikan sarapanku. Akhirnya mataku ini mulai tersadar saat aku melirik ke arah tumpukan sampah yang berada di dapur. Tugas yang secepatnya harus aku kerjakan sebelum pergi bekerja.

Aku memasukan sampah kotor ke dalam plastik sampah berukuran cukup besar berwarna hitam. Lalu membawanya keluar untuk ku buang di tempat penampungan sampah yang berada di belakang gedung apartemen
Setelah ku lempar sampah-sampah itu ke penampungan, aku pun segera kembali ke apartemenku. Ketika kakiku ini baru saja menginjakan lantai tiga lalu berjalan ke arah pintu apartemenku, kepalaku menoleh ke arah samping kanan di mana saat itu Roger sedang mengunci pintu apartemennya.

Pakaiannya terlihat rapi dengan setelan celana jeans yang dipadu dengan kaos berwarna hitam dan dibalut dengan jaket denim yang pas sekali di tubuhnya, bahkan sekilas hampir mirip dengan denim model atasan crop.

Dia sedikit terkejut saat kepalanya mendongak ke arah depan dan akhirnya mata kami bertemu. Ku berikan senyum ramah padanya.

"Sunny?" Sebutnya sedikit tersenyum.
Dia pun berjalan ke arahku hingga akhirnya berhenti di hadapanku. Matanya menatapku tanpa henti membuatku sedikit takut. Aku tidak tahu kenapa bisa merasakan hal aneh seperti itu, jadi segera ku alihkan melalui percakapan ringan.

Ku lirik cepat dirinya dari bawah hingga atas. "Jadi ini outfit pekerja part time di peternakan?" Ucapku sedikit bergurau.

Roger tertawa ringan seraya menundukkan kepalanya cepat lalu melihat ke arahku lagi. "Ke mana pun pergi penampilan harus keliatan keren. Soalnya cewek-cewek di sekitar peternakan sering mampir," katanya menjelaskan meski terdengar bergurau juga.

Ku balas dia dengan tawaan ringan. "Domba betina kali yang lo maksud sering mampir nemenin lo," ucapku bercanda.

Dia lalu tertawa dan menjawab, "Terus gue harus ngajak jalan lima puluh ekor domba betina gitu?!" balasnya.

Kedua alisku terangkat sambil manggut-manggut, "Yaa.. kayaknya gak susah buat orang yang udah ahli bergulat dan mengembala domba," ucapku tersenyum menahan tawa.

"Kalau domba udah pasti jagonya, tapi bergulat sama cewek kayaknya enggak," katanya masih bercanda dengan mimik wajah yang pura-pura polos.

"Huhmm, masa?!" Ucapku yang tidak percaya dengan omongannya barusan.

Dia malah tertawa kecil memperhatikan ekspresi mulutku yang ditekuk ke bawah seperti huruf U terbalik. Raut wajahku pun kembali normal saat merasa kurang nyaman diperhatikannya seperti itu.

Roger yang tak berkedip memandangku kini bertanya, "sekarang giliran gue yang tanya. Tumben lo udah rapi, bukannya kerja lo agak siangan?" Tanya pria itu sambil melipat ke dua tangannya di dada.

"Oh, gue emang biasa bangun pagi kok. Jadi, udah rapi sebelum berangkat kerja." Jawabku.

Pria itu bergumam dan mengangguk tampak mengerti, "Oh, gitu," sahutnya.

Kami pun terdiam sesaat tanpa bersuara. Ingin rasanya berbicara, tapi tak tahu harus membahas apa. Entahlah aku bisa merasakan kalau sebenarnya pria itu juga belum mau pergi meninggalkanku.

Tak butuh waktu semenit, aku segera memulai percakapan lagi. "Makasih buat semalem," ucapku membahas masalah semalam.

Dahinya berkerut tipis, "Makasih buat apa?" Tanya pria itu heran.

TraveLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang