Bagian sebelas

9.2K 491 40
                                    

" Aku tidur di sofa itu saja" dengan suara rendah Lilly menuturkan keinginan nya

" Terserah kau saja,aku tidak keberatan berbagi kasur dengan mu. Tapi jika kau mau nya seperti itu aku tidak akan melarangnya" tanggap Bryan cuek
Sambil merebahkan tubuh nya di atas kasur empuk berbalut seprai abu-abu berbahan satin lembut menawarkan kenyamanan untuk tubuh  lelah nya. Lilly bersikeras untuk tidur di sofa yang terletak di kamar laki-laki yang adalah suaminya.

Dengan rasa lelah yang menderanya Lilly pun mulai memejamkan matanya tanpa peduli dimana  ia tertidur. Sedangkan Bryan masih terjaga dengan laptop di pangkuannya,sejak setengah jam yang lalu pria itu sudah memangku laptop dengan kertas berserakan di atas kasur sisi kanan nya. Bryan mengurungkan niat nya untuk tidur dan memilih menyelesaikan pekerjaannya.
Malam yang semakin larut namun tak juga membuat mata lelaki itu lelah dan terpejam jari-jari tangan nya masih lincah di atas keyboard komputer mini tersebut.

" Aku harus melakukan perubahan besar pada perusahaan dady" gumam nya pada diri sendiri dengan punggung bersandar pada kepala ranjang

"....ayah...ayah aku rindu ibu" suara Lilly yang tiba-tiba memecah kesunyian di dalam kamar itu membuat Bryan mengalihkan  perhatiannya dan menatap pada keberadaan Lilly yang tertidur di sofa.

" Ibu....kenapa tidak bersama kami" suara Lilly lirih tersimpan kesedihan dalam rintihan gadis itu.

Dengan rasa penasaran Bryan turun dari ranjangnya dan melangkahkan kakinya mendekati sofa tempat Lilly berisitirahat malam ini.

Di dekati nya sofa tempat Lilly tertidur. Terlihat wajah gadis itu gelisah dalam tidur nya.

" Kenapa dia menangis?" Tanya lelaki itu lebih kepada diri nya di sentuh nya wajah berkulit putih nan halus itu dengan perlahan. Iya...air mata membasahi kulit wajah Lilly

" Sepertinya dia mimpi buruk" lelaki itu memberi jawaban atas pertanyaannya tadi dan beranjak untuk kembali ke tempat tidurnya yang nyaman.
Tanpa membuka kembali laptopnya pria itu pun merapikan semua berkas yang berserakan untuk kemudian tidur

*****

" Ahhhh....aku berharap saat aku membuka mata kau sudah tidak ada di kamar ini" sambil mengacak rambutnya lelaki itu bergumam
Lilly yang sedang menyisir rambut coklat panjangnya menoleh pada pria yang masih duduk bersandar di kepala ranjangnya

" You don't need to worry ... because I'm too sick of being in this room for too long " tanpa basa basi gadis itu pun melangkah keluar kamar
" Hah... dia terlalu berani melawanku" ujar Bryan dengan senyum sinis mengukir wajahnya

"Nona Lilly..." Sapa Florina sambil tergesa-gesa mengejar Lilly
" Ya...ada apa Flo?" Gadis itu berbalik dan menatap Florina yang sudah ada dekat di belakangnya
" Nona sedang apa disini sepagi ini?" Tanya Florina dengan wajah bingung
" Apa aku juga tidak boleh ada di sini Flo?"
"Bu... bukan...maksud ku disini sangat dingin kenapa tidak di dalam saja, biar ku buatkan teh hijau untuk nona" Dengan terbata Florina menjelaskan maksud pertanyaannya
" Beri tahukan nyonya Laura aku sudah berangkat kekantor, terimakasih Flo" dengan senyum lembut Lilly menimpali ucapan Florina dan melangkah meninggalkan tempat itu. Flo tak kuasa membalas ucapan Lilly dan hanya menatap punggung gadis itu yang akhirnya menghilang di balik gerbang besar mansion mewah tersebut

*****
" Sarapan sudah siap nyonya" Margaret menyambut kehadiran Laura yang baru saja tiba di ruang makan 
" Apa yang lain belum turun,Margaret?" Tanya Laura saat dilihat nya belum ada seorangpun yang nampak di ruang makan tersebut
" Ah...itu tuan muda sudah turun dari kamarnya nyonya" ucap Margaret sambil tersenyum
" Pagi mom..." Sapa Bryan sambil mengecup pipi kanan ibunya
"Pagi..Bryan! Oya,mana istrimu sayang" sahut wanita itu sambil mengecup pipi kiri putra semata wayangnya dan pertanyaan Laura membuat Bryan mengangkat bahu nya tak tahu
" Pagi nyonya Laura..! Tuan Bryan..! Sapa Florina yang baru saja datang dari arah dapur dengan baki berisi segelas susu hangat di tangannya. Laura tersenyum dengan sapaan Florina
" Maaf, nyonya...nona Lilly tidak ikut sarapan ia sudah berangkat ke kantor tiga puluh menit lalu"
" Apa? Sepagi ini? Ya ampun, siapa yang mengantarkannya,Flo?"
" Nona Lilly tidak mau diantar nyonya. Ia terbiasa ke kantor dengan taxi" jelas Florina menjawab semua pertanyaan Laura. Jawaban Florina membuat Laura mengerutkan keningnya bingung
"Saya permisi,nyonya" gadis itu pun meninggalkan ruang makan setelah Laura memberi ijin
" Bryan..." Seru Laura dengan suara lembut dan tajam membuat Bryan mengalihkan pandangan nya dari susu hangat ke arah sang ibu
" Ya.. mom" sahutnya pelan
" Apa kau tidak akan pernah merubahnya?"
" Maksud mommy?" Tanya Bryan bingung
"Ryan...kau sudah menikah bawa pernikahan ini pada sebuah kebahagiaan yang tak akan sanggup kau tinggalkan nantinya" suara Laura lembut dan mendalam dengan wajah tampak serius
" Kami menikahkan kalian bukan tanpa alasan. Kami ingin kalian bahagia, percayalah Daddy mu memilihkan mu istri yang pantas dan yang akan membahagiakan mu,Bryan" Laura melanjutkan ucapannya dengan penuh harap Bryan mengerti dengan semua hal yang mereka perbuat
" Mom dan Dad tidak mengerti kebahagiaan ku" jawab Bryan santai
" Ya...mom dan Dad tidak tahu kebahagiaan apa yang kau maksud,tapi kami tahu kebahagiaan apa yang harusnya kamu dapatkan,nak" nasehat Laura pada putra semata wayangnya
" Lalu...apa yang mom dan Dad inginkan dari pernikahan ini" masih dengan emosi yang stabil Bryan menanggapi ucapan sang mommy
" Pernikahan yang abadi dan bahagia" jawab Laura lugas
" Kami tidak saling mencintai,mom. Bagaimana akan tercipta kebahagiaan? Dan aku tidak bisa menjanjikan itu untuk mom dan dad" Bryan dengan suara lembut mengucapkan isi pikirannya
" Karena kalian tidak berusaha menumbuhkan cinta itu dalam hati kalian" tiba-tiba suara Albian terdengar di ruang tersebut
" Dad..." Gumam Bryan terdengar gusar
" ingat Bryan, dad tidak akan mewariskan apapun jika kau menceraikan istri mu. Dan semua yang aku miliki akan menjadi milik kalian dan anak mu jika kalian memberi kami cucu" jelas Albian terdengar serius
"Dad...ini tidak mudah. Ini bukan pernikahan seperti yang dad dan mommy jalani, kalian berdua jelas saling mencintai dan ini sangat bertolakbelakang dengan situasi yang aku jalani." Bryan mulai kesal dengan situasi ini
" Aku tidak mengenalnya,begitu juga dia tidak mengenalku. Dan satu hal dia bukan gadis impianku bukan gadis yang aku ingin jadi kan istri seumur hidupku,bukan" kekesalan pria itu sudah tidak bisa ia tahan lagi
" Ceraikan dia...! Suara Albian tegas dan bersiaplah kau akan kehilangan segalanya" lanjut Albian santai
"Dad benar-benar konyol" tanpa harus menunggu lama Bryan pun meninggalkan meja makan yang terpampang panjang tersusun berbagai macam makanan lezat tentunya
" Ahh...anak itu masih saja keras kepala" keluh Albian sambil memotong roti bakar mentega
" Ya...sama seperti mu, Al" timpal Laura cuek dan Albian tertawa keras mendengarnya

 Istri Pilihan DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang