{Fluer} D u a b e l a s

4.7K 236 6
                                    

Fleur pov

Aku tak percaya. Aku melihatnya lagi. punggung itu tampak tegap, gagah. Sungguh, aku merindukan tubuh itu—dirinya. Dia berdiri hanya beberapa meter dariku. Entah kenapa rasa benci itu perlahan meluruh. Sedangkan rasa rindu semakin mendekapku erat. Aku ingin memeluknya. Merasakan hangat tubuhnya.

Rambutnya sedikit bertambah panjang hingga menutupi tengkuknya. Bahkan baju tahanan itu masih dikenakannya. Orang pasti menyangka bahwa dia tahanan yang kabur. Ngomong-ngomong bagaimana dia bisa bebas?

Aku melangkah maju menghampiri tubuh tegap itu. yah, meski sedikit tampak lusuh. Pria brengsekku berdiri disana.

“kumohon jangan pergi. kumohon.”

Aku berhenti saat pria itu mulai meracau. Nadanya lirih terdengar sangat menyayat. aku dapat merasakan keputusasaan dalam nadanya. Apa dia benar-benar tak ingin aku pergi? apa aku begitu berarti dalam hidupnya? Apa dia akan menerimaku kembali dan memperlakukanku dengan selayaknya? Karena kini aku tahu, tak ada alasan untukku menghindar darinya. Sesuatu membutuhkannya. Dan kuharap semua ini dapat merubahnya.

Aku mengelus perutku. Ya. bayi ini membutuhkannya. Sosok ayah. Mungkin Nicholas bukan yang terbaik. Tapi dia yang dibutuhkan bayi ini. dorongan itu muncul dengan besar. Apa karena bayi ini? hhh…. bahkan dia tahu yang mana ayahnya.

Aku sendiri tak ingin membesarkannya tanpa ayah. Mungkin aku sendirian bisa merawatnya. Tapi anak ini akan mencari sosok ayahnya esok. Dan bisa saja dia menjadi bahan cemoohan orang dan aku tak ingin itu. aku sudah merasakan bagaimana hidup tanpa orang tua. Aku tak ingin anakku kelak merasakan sedikit pun penderitaanku itu.

Aku semakin berjalan maju. Menatap punggungnya lekat. Kenapa aku begitu merindukannya? Kenapa rasa sakit itu tiba-tiba menghilang. Atau bayi ini yang membantuku menghilangkannya? Kenapa aku selalu melibatkan bayiku….. oh God.

Tanpa basa-basi kupeluk tubuhnya dari belakang. Melingkarkan kedua tanganku diperutnya. Dan rasa itu meluap seketika.

Dia berbalik cepat dan menatapku kaget dengan matanya yang melebar sempurna tapi lucunya air mata itu seketika jatuh dari matanya. Dia menangis—priaku. Hanya ada air mata tanpa suara. Beberapa menit, dia masih saja berdiri seperti itu. apa aku terlihat seperti hantu? Dia bahkan tak bergerak sesenti pun.

Matanya masih terbuka lebar dengan air mata yang menetes. Tapi dapat kurasakan tangannya yang beberapa menit lalu mencengkram bahuku lembut menjadi semakin erat. Aku sedikit meringis karena cengkraman itu benar-benar erat. “Nick.” aku berusaha menyadarkannya. Berusaha memberitahukannya bahwa aku kesakitan.

Mungkin mulai saat ini aku akan mencoba. Mencoba berkata jujur dan apa adanya padanya. Jika semuanya bisa kembali meski tak sempurna, aku akan berusaha menjadi sosok yang lebih terbuka. Dan kuharap dia bisa berubah dan memperlakukan lebih baik jika kami bisa kembali esok. Terdengar seperti aku menerimanya kembali bukan? tapi keadaan dan perasaanku memaksaku begitu. meski bayangan rasa sakit itu masih ada dengan teramat jelas, mungkin suatu hari aku bisa menguburnya dengan kenangan yang lebih baik.

“Maaf. Maafkan aku. Aku salah. Aku salah. Aku tahu itu. Aku minta maaf. Aku melakukan hal bodoh. Maafkan aku. Kumohon.”

Aku melotot menatap pria itu. kini pria itu bakan berlutut padaku. Aku dapat melihat jelas tangannya yang terkepal erat. Kepalanya menunduk sehingga aku tak tahu apa dia masih menangis atau tidak. Kata seseorang air mata pria tak pernah berbohong. Mungkin itu benar adanya. Aku dapat melihatnya pada pria brengsekku kini. Ego prianya yang tinggi pun dia buang kini dan berlutut meminta maaf dihadapanku. Jadi apa yang harus kulakukan kini? Ini pertama kalinya seseorang berlutut dihadapanku. Aku bahkan tak pernah mendapatkan situasi seperti ini.

“Nick…”

“Aku tak bisa menerima ini. aku tak bisa kehilanganmu. Tidak. aku tidak akan membiarkanmu menjadi milik orang lain. Kau milikku. Akan selamanya seperti itu. Kehadiranmu selama ini membuatku terbiasa hingga aku tak bisa jika tak melihatmu. Kau tak akan pernah tahu bagaimana aku menjalani beberapa tahun ini tanpamu. Aku kesakitan. Aku mencintaimu, bahkan saat aku melakukan hal ‘itu’ pada jalang-jalang itu. Aku tahu aku brengsek. Aku terlalu banyak menyakitimu. Aku hanya…. tak tahu bagaimana membuatmu agar menatapku lebih. Kau selalu tampak tenang.” Nicholas berhenti sejenak, mendongak menatapku dengan wajah sendu. Air matanya sudah berhenti mengalir dan meninggalkan bekas merah pada mata beningnya. “Aku tahu kau menikah terpaksa denganku. Tapi aku tak begitu, aku mencintaimu sejak awal. Aku mencintaimu bahkan sejak kau masih bersama kakakku. Aku benar-benar brengsek bukan? maafkan aku. Aku tak akan melepaskanmu. Seperti yang kubilang tadi, kau milikku selamanya. Jangan tinggalkan aku. Beri aku satu kesempatan lagi.”

Aku hanya bisa terdiam. Dia benar-benar mengatakan semua perasaannya. Dan yang membuatku terkejut adalah dia yang mencintaiku sejak awal. Tapi kenapa dia tak jujur? Dan seketika aku ingin memukul kepalaku sendiri. Tentu saja karena dia tipe orang yang sama sepertiku. Kami tak akan mengatakannya semudah itu tanpa ada paksaan.

Aku ingin menangis dan tertawa geli. Perkataannya benar-benar menyiratkan bahwa dia pria egois. Lihat saja, dari tadi mengatakan bahwa aku miliknya. Dasar Nicholas. dan aku memang milikmu.

“Jangan menikah dengan si Andrew bodoh itu. Kau milikku!”

Aku memang milikmu’ ucapku dalam hati.

Nichokas berdiri. Menatapku lekat-lekat. Tangannya menyusuri wajahku dan menyatukan wajah kami. Dia menciumku dengan lembut. Aku dapat merasakan perasaan sayangnya. Tangannya masih berada diwajahku dengan tangan satunya yang merengkuh pinggangku intens. Pria-ku…

“Nick…” ucapku lirih dan melepaskan ciuman kami. Aku ingin menjelaskan semuanya tapi dia bahkan tak membiarkanku berbicara apapun. Nicholas dengan seenaknya menarikku naik keatas altar. Kami berdiri berhadapan dan saling menatap satu sama lain.

“Aku Nicholas Handson dan kau Fleur Jasmine. Aku menerimamu untuk menemaniku menghabiskan seluruh sisa usiaku. Tertawa dan menangis bersama. Aku akan menjadi tumpuanmu, sandaranmu, tempat keluh kesahmu. Begitupun aku yang akan menemanimu menghabiskan seluruh sisa usiamu. Menjagamu dan berusaha membuatmu bahagia dengan seluruh kemampuanku. Kau milikku dan aku milikmu. Mulai hari ini kita akan memulai hidup baru yang lebih baik. Bersama hingga saatnya kita nanti berpisah karena maut. Aku mencintaimu, selalu.”

Lalu apa yang bisa kuucapkan kini? Ini terlalu manis. Tak ada yang bisa kukatakan. Hanya air mataku yang kini mulai jatuh. mata kami masih saling terpaut. Berusaha mendalami lebih dalam. Menelusuri segala sisi.

“Ya. Kita bersama. Dan aku mencintaimu.” Ucapku lirih tapi penuh keyakinan.

Ekspresi pria itu berubah. Nicholas menatapku tak percaya. seakan apa yang kuucapkan itu hanya ilusinya. Dia dengan cepat mendekapku erat. Seerat yang dia bisa seakan tak membiarkanku kabur jika aku ingin melakukannya. Tidak. aku tak akan melakukannya untuk saat ini. karena aku miliknya.

“Jangan memelukku terlalu erat. Kau tak ingin menyakiti calon anak kita bukan?”

Aku menatapnya geli saat melihat ekspresinya yang seperti orang bodoh saat mendengarkan ucapanku. Dengan cepat dia melepaskan pelukanku.

“Kenapa dilepas?” tanyaku dengan nada tak suka. Tapi mataku menatapnya geli.

“Eh…” Nicholas langsung memelukku lagi. dengan lebih santai dan renggang. “Terimakasih.” Ucapnya lalu mengecup dahiku.

Ya. kami akan kembali lagi seperti semula. Tetapi dengan hidup yang lebih baik dan sifat baru yang akan mengisi rumah tangga kami agar tak ada kesalapahaman lagi. meski aku tahu torehan kesakitan yang diberikannya tak akan hilang dan aku sendiri takut jika itu mempengaruhi rumah tangga kami esok. Tapi ada bayi ini yang akan menyatukan kami. Memberi kami kehidupan yang lebih bahagia. Dan perlahan tapi pasti, kenangan itu akan menjadi sekedar kenangan. Terkubur bersama kenangan manis yang akan kami ciptakan.

Fleur pov end


..

..

Btw, next chapter ending ya guys....

The Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang