Kalau ditanya hal yang aku tak sukai di sekolah, Aku akan jawab : pelajaran olahraga.
Ribetnya saat harus ganti baju, dan kemampuan olahragaku yang di bawah rata-rata membuatku berpikir ini adalah hal yang paling menyebalkan. Aku pasti harus berusaha lebih keras untuk mendapat nilai KKM saat ujian diadakan.
Untungnya hari ini hanya materi bola voli, jadi Aku hanya berusaha sekenanya. Melihat yang lain melalukan service dan passing dengan cantik, membuatku pusing sendiri di pinggir lapangan. Mengingat giliranku tadi hasilnya sangat buruk, tidak ada bola yang melewati net.
Sedangkan di sisi lapangan yang lain tampak para murid laki-laki sedang melakukan tanding antar timㅡ mereka membagi anak kelas menjadi dua.
Aku menengok ke papan skor, tim A sedang memimpin dengan skor 15-10. Dan Ray, ada di tim itu.
"Heee dia jago juga ya? Tidak buruk." gumamku.
Tak lama sejak Aku asyik menonton pertandingan antar lelaki itu, Aku memutuskan untuk bangkit dari sisi lapangan dan bergabung dengan beberapa teman perempuanku.
Namun, belum juga melangkahkan kaki. Aku yang tidak sadar sedang terancam hanya bisa mendegar peringatan yang tidak sempat Aku gubris.
"HEI! MINGGIR DARI SANA!"
"ADA BOLA KE ARAHMU!"
"AWASㅡ"
Seketika itu juga, bola menghantam tepat di wajahku dengan cukup keras. Aku merasa pusing dan tak lama cairan hangat keluar dari hidungku, saat itu juga... Aku... kesadaran....
"ㅡei!"
"ㅡdak sadar?"
"Hei, apa kau baik-baik saja?"
Aku membuka mataku perlahan, cahaya silau yang masuk membuatku menyipitkan mata lalu mengerjapkannya berkali-kali. Saat sudah 100% sadar, Aku melihat beberapa teman mengelilingiku.
Guru olahraga di depanku tampak tenang melihat kondisikuㅡ seperti melihat hal biasa, namun yang lain malah panik. Saat Aku sedikit mendongakkan kepalaku, wajah cowok emo berada tepat di atasku. Dan Aku bisa merasakan tatapan khawatir dati matanya.
Sungguh, Aku baru melihatnya.
"Hei, apa yang kau rasakan saat ini?" tanya Ray.
"Akuㅡ ugh..." sebelum bisa menjawab, Aku merasakan nyeri yang luar biasa di kepalaku. "... kepalaku... sakit..." lanjutku sekenanya sambil memegang kepalakuㅡ meski sebenarnya Aku tak punya cukup tenaga.
"Pak, izinkan saya membawanya ke UKS."
"Baiklah. Hati-hati, dan minta guru penjaga di sana untuk merawatnya."
"Saya mengerti. ㅡ kau bisa bangun sebentar? Aku akan menggendongmu ke UKS." Ray menepuk pundakku, Aku yang sedari tadi terbaringㅡyang baru kusadariㅡdi pangkuan Ray lalu bangkit perlahan dengan sisa tenaga yang ada.
Ray sudah berjongkok di depanku, mempersilakan Aku untuk menumpangi punggungnya. Dengan gerakan lemah Aku menghampirinya, merangkulkan tanganku di lehernya dan membiarkan tubuhku seperti anak koala.
"Sudah?" tanyanya sambil menopang kedua kakiku dengan kedua tangannya. Aku balas dengan anggukan.
Ray pun bangkit, menggendongku di punggungnya dan berjalan ke UKS yang Aku ingat tidak jauh dari lapangan.
Perjalanan ke UKS harusnya tidak selama ini, mungkin karena kami tidak mengobrol. Bukan berarti Aku tidak mau bicara, hanya saja kepalaku benar-benar sakit. Dan mungkin Ray memang tak mau bicara apapun.
Rasa sakitnya makin menjadi, seolah kepalaku mau meledak. Disusul dengan cairan merah yang sedikit keluar dari hidungku namun tak kugubris. Aku menyenderkan kepalaku di bahu kanan Ray untuk sekedar mereduksi rasa sakitnya, beruntung cara ini berhasil.
Ray tampak sedikit tersentak akibat perlakuanku barusan, nampaknya dia kaget. Tapi peduli amat, bukan saatnya memikirkan hal itu.
"Masih sakit?" ia berucap, membuka obrolan.
Dan Aku hanya memberikan jawaban berupa 'hm' dan anggukan singkat. Kemudian suasana hening kembali. Ia tak merespon lagi.
Telingaku kini hanya menangkap suara napasku sendiri, dan... suara napas Ray yang terdengar beratㅡ ia kelelahan pikirku.
"Tadi... kau lumayan keren..." sekarang giliranku yang membuka obrolan. Aku tersenyum kecil, mengingat betapa memang kerennya Ray saat melakukan smash tadi.
Namun tidak kudapati respon darinya, ia hanya diam. Dan sesekali membenarkan posisi tangannya yang menopang tubuhku.
"Jangan banyak bicara. Kau berat."
Mendengar balasannya Aku langsung mendengus kasar, "Jahat! Memangnya Aku seberat itu? Tidak kaaann?" rengekku sambil memukul dadanya dengan tanganku yang sedari tadi merangkulnya.
ㅡ jangan salah paham! Kalau tidak begini Aku bisa jatuh.
Beberapa saat kemudian Ray terkekeh dan menghela napas pelan, "Baiklah... jangan banyak bergerak, nanti semakin pusing." ujarnya.
Aku tertegun, mendengar Ray seperhatian ini. Hal itu membuatku merasakan sedikit kehangatan yang tidak terdefinisikan. Aku pun tersenyum, dan menguatkan rangkulanku.
"Hm!"
Padahal biasanya dia hanya akan meledekku dan bersikap sarkas...
Meskipun perhatian sekecil ini, rasanya sudah istimewa kalau itu dari Ray.
● ● ●
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Heyhooo~ aku kembaliii!
Do you miss me? Alooohaa~ ( ̄▽ ̄)
*aku setelah nulis chapter ini:
AKU NGETIK APAAN SIIII 😭😭
M
aaf ya kalau chapter comeback nya ya kurang memuaskan m(_ _)m *sungkem*
Tiba-tiba kosa kataku mabur semua dari kepala, kebanyakan bobo-makan-nonton-rebahan sih😤😤I'll do my best for next chapter! Ganbarimasu!💪🏻
Hope you enjoy and like it guys 🍒
See ya! 🐾
Nih ada gofud gaes...
KAMU SEDANG MEMBACA
i c h i g o × c o f f e e
RomanceThe Promised Neverland / 約束のネバーランド - • A Fanfiction • - contains : ╰☆ Halu / 1st POV ╰☆ Ray ONLY! ('∀' ) ╰☆ Young adult!AU ╰☆ (not so) Romance ╰☆ Inconsistent writing & updates ehe ....φ(・∀・*) 🔸️The Promised Neverland © Kaiu Shirai/Posuka Demizu