Kita tak saling bertemu, namun rasa itu tetap tumbuh. Entah baik atau buruk, semua nampak samar dalam penglihatanku. Yang pasti rasa itu akan tetap tumbuh, terus tumbuh hingga nanti.
Kau dan aku saling menyirami rasa itu hingga terus menerus tumbuh besar, sebesar saat ini. Entah akan berbuah kecewa atau bahagia, kita tetap terus menyirami rasa itu bersama.
Kita berdua berikrar untuk merawat rasa itu dengan segenap perhatian, untuk menumbuhkan rasa itu hingga rimbun dengan kasih sayang tak karuan, untuk menjaga rasa itu tetap ada hingga nanti di akhir penantian.
Berdua, kita mampu melewati badai tiada henti yang kita ciptakan sendiri, kita mampu menciptakan cahaya kehangatan sebagai pengganti mentari, kita mampu berjalan beriringan untuk memcoba menggapai semua mimpi.
Namun, entah siapa yang salah, kini rasa itu nampak layu dan hampir mati karena terlalu banyak menelan kadar air. Kita enggan untuk menyalahkan satu sama lain, menyalahkan cuaca atau kelembapan pun kita tak mau. Hingga pada akhirnya kita menyalahkan diri sendiri, sekaligus masing-masing memposisikan diri sebagai pelaku utama yang pantas untuk disalahkan.
Rasa itu mulai tidak sehat untuk terus tumbuh, hama dan cara perawatan menjadi pemicu utama, hingga lama-kelamaan pun rasa itu menjadi layu, kemudian mati menyisakan semua rasa sepat berbumbu pilu.
////
KAMU SEDANG MEMBACA
Seiring Waktu Berlalu
RandomSeiring waktu berlalu merupakan karya tulis pertama saya di tahun 2019, entah apa jenis kategori tulisannya. Seiring waktu berlalu akan hadir di setiap bulan di tahun 2019, dibuat secara spontan setiap bulannya. Dengan tema setiap bulan yang seperti...