OKTOBER

59 4 0
                                    

Suara itu masih terngiang,
Memekakkan gendang telinga dengan berjuta kerinduan.
Rayuan manis itu masih terdengar jelas,
Jelas-jelas nyata dalam dunia yang jelas- jelas tidak nyata.

Imaji masih terheran-heran,
Mengapa logika tak mau mendengarkan pikiran;
Apa ada yang salah dengan pikiran?
Jika benar kenyataan adalah kamuflase dari indahnya khayalan,
Maka sudah pasti, kecewa akan menjadi makanan sehari-hari dalam kehidupan.

Logika kali ini menang,
Mengalahkan ego yang sedari tadi mengajakku untuk kembali pada kenangan indah yang sama sekali tak berakhir indah.

Sebenarnya diri ini ingin sekali kembali.
Memulai semuanya dari awal lagi,
Menghapus luka, dan menggantikan semuanya dengan suka cita.

Namun logika memilih menjauh,
Meninggalkan kamu disana dengan jutaan penyesalan, entah kebahagiaan.

Wajahmu masih menempel dalam ingatan,
Aroma tubuhmu masih melekat erat diantara silia.
Entah mengapa semua hal yang berkaitan tentangmu selalu indah, namun logika tak pernah mau untuk kembali mengulanginya.

Perlahan diri ini mulai terbiasa untuk bisa menerima, sebab memaksa bukanlah suatu hal baik dalam hubungan, dan melepaskan sesuatu yang tak ingin dipertahankan merupakan sebuah kelegaan.

Aku tetap mencintaimu,
Tetapi tidak seperti dulu.
Dan aku akan tetap mencintaimu,
Bukan memilikimu.

////

Puisi ini terinspirasi dari lagu Dialog Senja yang berjudul Lara.

.

Seiring Waktu BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang