NOVEMBER

49 4 0
                                    

Fatamorgana tampak dari kejauhan di tengah luasnya pekat malam.

Khayal mulai meracuni pikiran hingga logika tak lagi mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Hingga harapan terus-menerus diterbangkan tinggi karena terbuai eloknya aura angin malam.
Tanpa sadar setelahnya ia akan jatuh, hancur, dijatuhkan harapan itu sendiri.

Seharusnya aku sadar, akulah yang menaruh harapan itu terlalu tinggi, kenapa harus menyalahkan dia yang tak tahu apa-apa?

Kau, pesona ciptaan Tuhan yang tiada tertandingi.
Cahaya seakan melekat, dan selalu dekat kemanapun kau melangkah.
Sedikit saja senyumanmu merekah, aku yakin jutaan orang di luar sana ikut sumringah.
Tutur kemayu, dibarengi suara lembut tipis-tipis yang terkesan ramah, tak jarang membuat orang yang menyukainya untuk rela bersaing berdarah-darah.

Parah kau benar-benar memikat, aku sama sekali tidak kaget dengan banyaknya pasang mata yang mencoba mendekat.

Aku bukanlah apa-apa untuk kau yang jika menginginkan sesuatu tak perlu apa-apa.

Jika penerimaan adalah satu-satunya jalur yang harus dilewati, memutar balik atau mencari jalan lain bukanlah suatu tindakan penyelesaian yang baik melainkan memperpanjang keadaan kurang baik.

Jika penerimaan adalah satu-satunya jalur yang tersisa dan memungkinkan untuk aman dilewati, mengapa harus mencari-cari jalan terjal dan dipenuhi berbagai resiko?

Sudah cukup nurani tersakiti oleh diri sendiri, jangan sampai orang lain ikut menyakiti.

Hati ini masih terlalu rapuh untuk dipatahkan, masih terlalu dini untuk meneruskan romansa dewasa bagi aku yang kini masih berpikiran seperti anak-anak.



/////

Seiring Waktu BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang