Pada persimpangan jalan tepatnya ditengah-tengah kota yang terdapat ribuan cerita didalamnya, tak sengaja kulihat sepasang mata yang sudah tak asing lagi bagiku. Menampakan tubuh perempuan yang selama ini aku rindukan.
Namun, waktu terus berjalan maju hingga kata-kata tak berujung frasa. Tanganku pun bergetar tak berani untuk mengantar sebuah sapa yang berirama. Ingin sekali rasanya aku dekap tubuhnya, menuai segala rindu yang selama ini mengganggu dan memberikan pilu-pilu yang berlalu begitu sendu.
Terlalu banyak sebuah tanya yang berujung fana. Aku sempat menyayanginya namun kian hari benci mulai menyelimuti dan kecewa selalu mendekati. Seolah percaya tak memiliki makna, kau pergi dengan meninggalkan sepi sebagai pengganti kemudian membiarkan tawa berakhir dengan luka serta derita.
Teruntuk perempuan di persimpangan kota. Semoga kita bisa kembali merakit bahagia tanpa ada canggung yang menggunung serta resah yang berakhir lemah.
Satu hal yang harus kau tahu; aku membencimu, sangat membenci kamuflase yang ku rasa sudah sangat klise. Padahal kau sendiripun tahu bahwa; aku tak bisa meninggalkan seorang sahabat walaupun aku harus melewati hari-hari yang begitu berat.
Kau tetap sahabat, meski pernah menjadi seorang pengkhianat
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Senja
PoetryPengemar senja, samudera dan warna yang hanya mampu mencurahkan rasa dalam sebait kata. Tidak memaksa suka, tapi semoga bermakna -HagiNF-