2. Save Me..

147 8 1
                                    

Suasana di luar apartemen seseorang laki-laki terlihat begitu beku. Sepertinya sebentar lagi akan turun salju. Jadi pagi ini ia lebih memilih tetap di posisi yang seperti ini pikirnya. Bergelung dengan selimut tebal diatas ranjang empuknya. Siap untuk menjelma menjadi kepompong yang melakukan hibernasi sementara.

Suasana kamar yang maskulin dengan dominan warna abu-abu dan gelap menambah kesan mendung yang membuatnya semakin mengantuk. Tidak lupa penghangat ruangan yang berada di nakas samping tempat tidurnya mampu meredakan rasa beku yang ada diluar tempatnya tinggal. Semakin mendukung aktivitas bermalasannya tentunya. Menikmati weekend musim dingin memang paling seru yang seperti ini.

Sesekali ia menengok ke arah jendela kamar yang gordennya sedikit terbuka - atau tepatnya ia biarkan terbuka agar meski sedikit agar ia tetap bisa menikmati suasa musim dingin dari dalam ruangan. Tatapannya meneduh tiap kali dirinya berusaha menikmati musim dingin. Ia hanya merasa ada perasaan sedih yang tiba-tiba mengalir dalam relung hatinya. Perasaan yang membuat hatinya memberat. Kata ibunya itu dikarenakan kisah sedih yang pernah diceritakan oleh kawannya dulu ketika masih kecil saat musim dingin. Ibunya pernah bilang jika terladang perasaan anak kecil itu memang terlalu membekas, hingga tidak juga menghilang meski telah dewasa. Contohnya saja perasaan tetap ngeri jika melihat silet atau mata pisau yang mengarah padanya. Hal itu disebabkan ia pernah terkena sedikit goresan pisau juga silet. Meski hanya sedikit tapi rasanya tetap membekas sampai sekarang. Mungkin itu juga yang dinamakan trauma, pikirnya juga. Trauma memang mengerikan...

"Huh...!" ia menghembuskan nafas perlahan untuk kembali memejamkan mata ketika tidak sengaja ia melihat bayangan gelap menyelimuti pikirannya. Alisnya mengkerut kedalam tidak suka.

"Aish... projek sialan!" gerutunya saat dirinya ingat tentang projek musim panas yang ditugaskan oleh bosnya. Musim panas yang bahkan masih harus menunggu dua musim berlalu. Ya, bayangan gelap itu bukanlah semacam kenangan menyakitkan, ataupun yang lainnya melainkan sejenis beban sekaligus kewajibannya sebagai seorang laki-laki normal yang harus bekerja.

Ia hanya menghentak-hentakkan kakinya kesal tanpa mau mengupayakan bangun dari kasur empuknya. Badannya masih terasa berat untuk sekedar menegakkan punggungnya. Menggerutu tidal jelas dibalik selimut yang sudah membungkus seluruh tubuhnya entah sejak kapan.

"Aish... Bos sialan!" gerutunya lagi dengan mata yang masih terpejam. Ia masih ingat bagaiamana dengan santainya sang atasan menyuruh dirinya menyiapakan proposal untuk projek musim panas tahun ini kemarin. Bagaimana ia bisa sesantai itu mengatakannya, sementara si bos pasti tahu jika saat ini dirinya juga masih berkutat dengan projek musim dingin yang masih dalam proses pengerjaan. Belum lagi projek pribadinya untuk mengikuti perlombaan di musim dingin yang datelinenya akhir Maret ini. Si Boss seakan tidak rela hidupnya tenang sebentar saja, memilih untuk membebankan pekerjaan lain yang pasti akan menyita fokusnya. Kenapa ia tidak menyerahkannya pada si tengil Jae-hwan?

"Jaehwan juga, bocah tengil tidak tahu diri!" Sekali lagi ia menghentakkan kaki-kakinya diatas ranjang layaknya anak kecil. Tidak lagi ingat bahwa umurnya sudah melebih seperempat abad. Sudah tidak pantas untuk merengek layaknya anak kecil yang menginginkan permen kapas saat berada di taman bermain.

"Seharusnya ia melakukan interupsi, karena projek yang biasa dilimpahkan kepadanya malah dilempar begitu saja kepadaku," gerutunya lagi pada diri sendiri kali ini lebih pelan dari sebelumnya. Dirinya mengadu tentang Jaehwan, rekan di tempat dimana saat ini bekerja. Masih teringat jelas raut muka nyengir Jae-hwan dan hanya menjulurkan lidah ke arahnya. Mengolok-olok dirinya tentu saja. Ia berjanji pada diri sendiri akan menendang bokong bocah ingusan Jaehwan itu didepan wanita yang saat ini disukai oleh Jaehwan.

Akhirnya ia tetap memilih melanjutkan aktivitas favorit pagi yang mendung dan dingin ini. Tetap membungkus seluruh bagian tubuh kecuali wajahnya dalam selimut hangat.

Winter WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang