14.Perjuangan

106 6 0
                                    

Semesta ingin membuatku lupa namun hati tetap saja inginkan dia. Dia yang kini sedang bersanding dengan perempuan lain, menghadap dan bersumpah janji di depan pendeta untuk menjalin kasih hidup bersama. Perempuan itu memang pantas dengannya karena mereka sama. Satu arah, satu jalan, satu tujuan, dan satu Tuhan.

❤❤❤

"Bar, revisi nya kita tunda sore ya".
"Boleh".
"Ditepi pantai mau?"
"Dipantai nya juga boleh"
"Iii, Baraaa" Alea mencubit dan memukul Bara.
"Adudu sakit lho Al"
"Abis nyebelin"

Tiba-tiba Maryam datang
"Hayoo, lagi pada ngomongin apa nih?"
"Ini mau pesen apa makan"
"Oke sekarang main rahasia-rahasiaan"
"Mau kepantai Mar. Bukannya kamu Alergi sama namanya pantai?"

Maryam bingung, mana ada orang yang alergi dengan pantai? Pasti ada yang engga beres. Lalu Maryam meng-iya kan. Mungkin ada sesuatu yang harus mereka bicarakan berdua.

"Oiya Al kamu bener. Yaudah aku masuk kelas dulu"

Semenjak Bara dekat dengan Alea. Maryam selalu wanti-wanti Alea, menasehati, atau juga memarahinya. Ia takut akan luka lama Alea terbuka lagi. Akan ingatan pahit dulu terasa lagi. Dan orang salah kembali lagi.

Mereka berdua sampai pantai tidak jauh dari kampus. Hanya menggunakan bis mini 20 menit sampai. Tidak ada yang Alea rencanakan atau mau ngomong apa-apa. Hanya saja Alea butuh tempat yang berbeda saat merevisi bukunya itu.

Jam 4 sore ditepi pantai bawah pohon dengan pasir putih yang bersih. Juga ada binatang kecil yang hidup di pesisir pantai.
Airnya pun bersih.

Mereka duduk berdampingan . Dengan kaki selonjor ke arah pantai. Tidak lupa laptop diletakkan diatas pangkuannya. Pantai jam segini rame kok, engga hanya mereka berdua. Biasanya sore-sore gini para pariwisatawan memburu objek matahari tenggelam. Untuk diabadikan. "Senja yang begitu indah, namun hanya sekejap". Katanya begitu.

"Kenapa gak ditempat tertutup aja seperti angkringan atau kafe gitu?"
"Enggak suka ya? Panas?. Yaudah ayok pindah aja"

Alea menutup laptopnya dan hendak bangun. Namun reflek tangan Bara mencegahnya.

Alea kaget dan menariknya.

"Sorry".

Gerakan itu enggak hanya sekali. Walaupun sudah Alea jelaskan, namun saja kata Bara ia hilaf. Seharusnya emang laki-laki dan perempuan itu engga boleh berdekat-dekatan kalau bukan mahramnya tanpa ada sesuatu yang mereka perlu. Tapi kan ini sedang ada kepentingan.

Alea menghembuskan nafasnya dengan lembut.

"Jangan diulang lagi".
"Makanya jangan coba-coba pergi tiba-tiba"
"Sini tangan kamu"
Ceprettt
"Awww"
"Nih gantian tangan aku"
Ceprett
"Yang kenceng, Bara".
Cepreeet
"Awww"

Setelah kejadian kedua, mereka sepakat untuk saling kasih hukuman dengan memukul tangan dengan 4 lidi. Agar semakin berhati-hati. Hukuman didunia emang tak seberapa sakit hukuman oleh-NYA diakhirat.

"Maaf"Lirihnya."Aku cuma engga mau kamu nanti hilang konsentrasi kalau ditempat yang ricuh gini". Lanjutnya

"Kan aku udah bilang. Konsentrasiku cuma hanya dengan membawa banyak makanan".
"Kode ni kode".
"Jadi?".
"Aku harus membelikanmu cemilan"
"Deket-deket denganku kamu semakin pintar"
"Dan akan semakin jatuh cinta".
Alea menjawab dengan tatapan yang tajam dan membuat Bara tertawa.

"Taraaaa"
Bara datang dengan membawa dua buah jinjingan yang disimpan tangan kanan kirinya. Sebuah jinjingan yang besar dan itu tandanya berisikan makanan banyak.

"Sebanyak ini?". Alea tercengong bingung. Banyak sekali yang Bara belikan.

"Untuk tuan putri tercinta"
"Engga akan habis, Bara"
"Boleh dibawa pulang. Atau dikasih sama anak kita, eh anak kecil itu tu". Tawanya
"Ishh. Kopiku ada?"
"Tak akan lupa, tuan putri". Bara meraih satu botol kopi dari jinjingannya
"Just one?"
"Engga baik minum kopi terlalu banyak".
"Gak asik". Alea meraih kopinya dan meneguk, lalu melanjutkan berkutat dengan laptopnya. Mukanya ia tekukkan.
"Sudah aku bilang, kalau kamu keseringan ngambek, cantik kamu akan bertambah. Dan kamu juga sudah tau, kan. Aku semakin suka, Alea".
"Gombal".
"Serius"
"Sudah deh. Bantuin aku".
"Bantu apa? Bantu mencintaiku?".
Alea memandang Bara dengan kemarahan yang tinggi. Namun Bara tertawa dan lari mendekati air.

Bara, laki-laki yang humoris. Tapi setiap kalimatnya serius. Ia sama dengan masa lalu Alea, namun perbedaannya sangat jauh.  Jangan sampai masuk ke lubang yang sama. Ingat! Ini hanya sebatas keperluan.

"Mau aku fotoin?".
"Boleh. Senjanya harus keliatan ya".
"Biar apa?".
"Biar kelihatan cantik gambarnya".
"Engga ada senjapun, gambarnya akan cantik kok".
"Gak usah gombal deh".
"Ih GR ya kamu. Maksudku kameranya bagus Hahaha".
"Tau ah aku ngambek".
"Biar aku makin suka, ngambek aja".

Mereka memutuskan untuk pulang sebelum matahari benar-benar menghilang. Walaupun masih banyak orang yang berlalu lalang disana. Angin malam dipantai memang seru.

"Bun, satu bulan lagi cerita Lea akan terbit lho bun".
"Alhamdulillah. Anak bunda halunya terlalu tinggi sampai-sampai bisa membuat cerita"
"Iii bunda, bukan halu, tapi berimaginasi"
"Bunda buatkan kopi, ya?".
"Ayah ada?".
"Tenang, belum pulang kok".

Yaps, ayah melarang Alea untuk minum kopi. Ia harus berhati-hati saat meminum kopi. Tapi bunda tak melarangnya asal jangan kebanyakan.

Bunda keluar dari dapur membawa dua buah gelas diatas nampan.

"Bunda juga bikin?". Tanya heran
"Waktu bunda muda juga suka kopi kayak kamu, tau".

❤❤❤

Di tempat lain

Ruangan yang sejuk berdesain bunga, dengan pengharum ruangan aroma bunga lavender. Satu orang didalamnya hanya berdiam dengan banyak fikiran didalam kepalanya. Tertunduk lemas dan frustasi.

Ceklek

Pintu terbuka

Seorang perempuan masuk dengan berjalan lenggak-lenggok seperti model. Cantik dengan rambut terurai sebahu. Ia menghampiri meja laki-laki yang sedang banyak masalah itu. Ia duduk diatas meja.

"Sudah aku bilang, terima saja tawaranku".
"Keluar" masih dengan lembut.
"Terima atau kamu akan menyesal selamanya".
"Keluar!".
"Baik, kalau maunya begitu. Satu lagi, keluargamu akan terancam jika dalam waktu satu bulan belum saja melunasinya".

Laki-laki itu Hans. Ia berdiri dari tempat duduknya ketika mendengar kata keluarga  ditelinganya.

"Apa maksudmu membawa-bawa keluarga saya? Ini urusan dengan perusahaanku saja. Aku bisa saja melunasi sekarang juga".

"Lalu kenapa belum?".
"Saya hanya ingin membereskan urusan ini dengan sendiri. Keluarga saya bisa saja melunasinya sekarang, tapi saya sadar diri ini adalah tanggung jawab saya".
"Kamu memang keras kepala, Hans".
"Pergi Vanesa!"

Vanesa pergi dari ruangan itu. Ia meninggalkan laki-laki yang sangat ia cintai. Beberapa cara sudah ia lakukan, namun hasil tetap sama. Gagal.

Vanesa adalah perempuan yang sempat pernah menjadi kekasih Hans sewaktu dulu. Singkat cerita Vanesa menghkianati cinta Hans dan hari itu juga Hans tidak ingin lagi ada urusan dengan Vanesa.

Vanesa perempuan yang cantik dari keluarga yang kaya raya. Ia bisa mendapatkan apa yang ia mau. Namun kali ini ia tidak bisa. Bulan yang lalu ia hampir mendapatkannya, namun takdir berkata lain.

Hans dan Vanesa akan menikah karena keterpaksaan. Ada sesuatu yang tidak beres sehingga Hans meng-iya pernikahannya.
Singkat cerita H-2 Hans tiba-tiba membatalkan pernikahan itu. Setelah undangan semua sudah tersebar.

Vanesa tidak terima akan keputusan sepihak itu. Ia meminta denda dengan jumlah yang tidak Hans sangka-sangka. Hans bingung untuk mendapatkannya.

Bulan lalu

"Nes, lo gila apa. Uang segitu gak gampang".
"Lebih gila lo, Hans. Undangan semua sudah tersebar dan lo dengan mudah membatalkan itu semua. Mau ditaruh dimana muka keluarga gue, hah?".
"Ini salah lo dari awal, Vanesa. Lo bikin gue gak sadar diri dan bisa bilang kalau gue mau nikah sama lo".
"Pokoknya gue gak mau tau. Dua bulan lagi lo harus sediain uang itu, kalau enggak gue laporin lo kepolisi dan perusahaanmu akan bangkrut". Vanesa keluar  menutup pintu dengan keras.

Akhirnya Hans mau tidak mau harus membayar itu. Ia sangat kebingungan untuk mencari uang sebegitu banyaknya dalam waktu dua bulan.

Bisa saja ia meminjam atau meminta kepada keluarganya, namun ia tak ingin membebani mereka. Ia pikir sudah dewasa harus  bisa bertanggung jawab. Bertanggung jawab? Toh ini bukan salahnya. Tapi apa mungkin ia tidak membayarnya? Ini angkan menyangkut perusahaannya juga. Perusahaan ini ada hubungannya dengan keluarga Vanesa.

Dan ini demi memperjuangkan hatinya untuk perempuan yang ia cintai dari dulu sampai dia hilang darinya.

Aku akan terus mencarimu, Alea.

Dua Kalimat Syahadat (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang