***
20.45 PM KST.
"Aku bingung." kemudian Yeji berdiri dari duduknya, lalu berjalan pelan menuju ombak yang beradu dengan butiran pasir. Meninggalkan Yoongi yang masih duduk terdiam di atas pasir pantai.
"Tentang apa?"
"Tentang kita berdua."
Dan Yoongi tersenyum begitu saja ketika mendengar jawaban Yeji yang terlewat ambigu, "tentang kau yang jatuh cinta diam-diam padaku, atau aku yang begitu peka tentang perasaanmu itu?" ia ikut bangkit dari duduknya dan berjalan untuk menghampiri Yeji yang masih betah berlama-lama berdiri di tepi pantai.
"Tidak keduanya, Gi."
Kedua alis Yoongi mengeryit, "lalu?" tanya lelaki itu bingung.
"Apa aku menyukaimu sungguhan atau tidak."
"Boleh aku memastikannya?"
"Bagaimana caranya?"
"Seperti ini." Yoongi mendekat; saling berdiri berhadapan. Kepalanya ia turunkan hingga dahi mereka bersentuhan. Hembusan napas keduanya saling bersahutan dan kemudian Yoongi tersenyum tipis ketika melihat wajah Yeji yang begitu dekat. Begitu manis dan menggemaskan. Pun tak perlu izin lagi, Yoongi mengecup bibir tipis Yeji tanpa memikirkan dosa sedikitpun.
Deg,
Deg,
Deg,
Jantung Yeji berdebar tak karuan ketika Yoongi masih memberikan kecupan disertai lumatan kecil yang semakin membuatnya mabuk kepayang. Gadis itu memang bodoh. Sangat bodoh bahkan ketika lelaki yang sama sekali tak ada ikatan dengannya diperbolehkan menciumnya dengan begitu manisnya seperti itu. Kini kedua lengan Yeji ia kalungkan di leher Yoongi, matanya terpejam—menikmati segala perbuatan Min Yoongi yang katanya hanya untuk memastikan.
"H-hah—" Yoongi melepas ciumannya begitu saja, padahal Yeji masih sangat menikmati dosa itu, "m-maafkan aku, Ji. Aku— aku—" ia tak bisa meneruskan ucapannya, kepalanya menunduk karena merasa sangat bersalah atas perbuatannya. Niat awal hanya ingin mengecup kilat saja— seperti saat bersama Wendy beberapa tahun lalu. Tapi kali ini sangat berbeda dengan saat bersama Wendy dulu. Kali ini Yoongi mendapat jawaban yang cukup pasti akan perasaannya.
Yeji pun tak kalah malunya. Ia malu sekali. Hanya saja ia juga sangat menikmati dosa itu. Ciuman Yoongi ternyata memabukkan. Sehangat itu berada di dekat Yoongi.
"S-sepertinya sekarang aku tak perlu bingung lagi." ujar Yeji sembari menunduk, terlampau malu jika harus bertatapan mata dengan Yoongi secara langsung, "kau memang disini. Dihatiku. Sudah cukup lama." gumannya lirih, ia mengepalkan kedua tangannya saking gugupnya.
Yoongi terkekeh kecil mendengar itu. Lucu sekali menurutnya jika gadis galak seperti Yeji akan luluh begitu saja ketika jatuh cinta padanya— lelaki yang sama sekali belum bisa memaafkan dirinya sendiri akan masalalu yang sialnya terus menghantui sampai saat ini.
Merasa ditertawakan tanpa ada respon yang baik dari Yoongi. Yeji berdecih, bersiap balik badan saja lalu berlari meninggalkan Yoongi. Tapi sebelum niat itu terlaksana, Yoongi tiba-tiba meraih tangan kanan Yeji; meletakkan tepat di dadanya.
"Apa kau bisa merasakannya?"
Yeji mengangguk.
"Apa yang kau rasakan?"
"D-debaran. Sangat kencang. Hatimu berdebar kencang."
"Lalu menurutmu, apa artinya itu?"
Yeji menarik lagi tangannya, tak kuat berlama-lama berada di dada Yoongi. Ia diam sejenak— berpikir— takut jika salah bicara.
"K-kau— apa kau benar-benar menyukaiku?" badan Yeji sempat bergetar dengan hebat ketika menyadari itu.
Yoongi kemudian merapihkan rambut gadis di depannya yang terlihat berantakan akibat angin laut malam ini, "kenapa kau masih menanyakan hal itu?" tanyanya.
"A-aku hanya ingin memastikannya." kata Yeji, "aku tidak ingin kau menyukaiku hanya karena ada beberapa hal di diriku yang sama seperti mantan kekasihmu. A-aku hanya— aku tidak ingin terluka sendirian, Gi... " kepalanya kembali tertunduk.
Mendengar itu, Yoongi menarik napasnya dalam-dalam dan lalu dibuangnya perlahan. Ia menarik tubuh Yeji begitu saja, membiarkan Yeji mencari posisi ternyamannya sendiri. Disini, tugas Yoongi hanya melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sebelum semuanya terlambat— seperti dulu.
"Kau memang tidak boleh sakit sendirian, Ji. Harusnya kau bahagia." Yoongi mulai mengelus kepala gadis itu, "Benar. Mungkin memang selama ini aku terlalu terpaku dengan masalalu yang tak kunjung usai sampai aku melupakan satu fakta bahwa aku; begitu menyukaimu, terlalu menyukaimu—
—Aku juga sama sepertimu. Takut terluka lagi. Karena akupun sangat mudah terluka bahkan karena perbuatanku sendiri."
Yeji setia mendengar semuanya. Merasakan juga bagaimana debaran di hati Yoongi yang belum juga reda ditambah dinginnya suasana pantai di malam hari seperti saat ini. Yeji lalu membalas pelukan Yoongi tak kalah eratnya— mencari kehangatan disana.
"Namun, aku harap kau mau menunggu dan menyakinkan aku bahwa denganmu— tidak akan pernah lagi ku rasakan luka itu, Ji."
Dengan cepat, Yeji mendongak ke atas agar bisa melihat Yoongi yang matanya sudah memerah menahan segala perasaan yang selama ini ingin ia keluarkan. Yeji menunjukkan senyum cerahnya sehingga matanya ikut menyipit dan lesung di pipinya juga terlihat semakin berlubang.
"Mulai sekarang, kau harus mencoba berhenti untuk membandingkanku dengannya, Gi—" jeda, "sekarang mulailah melihatku yang tidak sempurna ini."
Yoongi pun mengangguk— menyetujuinya. Keduanya lalu tersenyum dan tertawa bersama seakan dunia hanya milik mereka berdua. Baru kemudian, mereka sepakat untuk membuat 2 perahu kertas yang sudah berisi pesan-pesan rahasia tentang segala kesedihan yang selama ini menyelimuti keduanya.
"Sudah siap?" tanya Yeji yang kini sudah berjongkok menunggu ombak datang, lalu disusul dengan Yoongi yang juga ikut berjongkok di sebelah gadis itu untuk melayarkan perahu kertas miliknya.
"Ayo kita akhiri penderitaan ini bersama-sama, Ji."
Mereka berdua memang harus bahagia. Harus melepaskan segala kesedihan di masa lalu agar nantinya siap untuk berada di masa depan yang jauh lebih indah dari apa yang mereka bayangkan.
Yeji, Yoongi; Semoga kalian berdua benar-benar bisa bersama. Kalian juga berhak bahagia. Seperti yang lainnya.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Love Me Now.
Fanfiction[COMPLETED] [SEQUEL OF IF ONLY] "Kita ini, teman." ©Nandd_ , Maret 2019.