19.05 pm kst.Ini adalah hari ketiga Kim Yeji tidak berangkat bekerja dengan alasan sakit. Tentu saja ia sakit— sakit hati, sangat. Bagaimana ia bisa tetap baik-baik saja ketika apa yang baru saja menjadi harapannya tiba-tiba hancur begitu saja tanpa ia tahu bagaimana cara memperbaikinya sendiri?
Cerita sakit hati ini masih tetap dan akan selalu dipenuhi oleh Min Yoongi dengan segala masalalunya yang cukup kacau balau. Lelaki itu brengsek. Lelaki itu payah. Lelaki yang dicintai Yeji itu adalah orang yang sangat jahat di masalalu.
Namun, Yeji juga tak bisa 100% menyalahkan Yoongi atas segala perbuatannya. Kedua pihak salah. Mereka mengambil setengah bagian dari masalah yang muncul.
Karena dari cerita yang Yeji dengar dari Yoongi tempo hari, mereka bisa berkencan karena sebuah keterpaksaan. Min Yoongi lelah mendengar ajakan Wendy untuk berkencan sehingga ia mengiyakan tanpa memikirkan hal lainnya— bermaksud agar ia juga bisa cepat melupakan Seona.
Namun ternyata semua itu membuat Wendy salah paham, mengira hubungan mereka pasti akan baik-baik saja.
Cinta pertama.
Ciuman pertama.
Pelukan pertama.
Itu cukup membuat Wendy yakin bahwa tak apa memberikan Min Yoongi sesuatu hal yang menurutnya berharga, yaitu; keperawanannya. Sudah tentu menjadikan semua hal di atas adalah pertama untuk mereka berdua.
Tapi hal yang terakhir tidak pernah disengaja. Malam itu Min Yoongi mabuk— benar-benar mabuk karena masih terlalu sakit mengingat bagaimana sulitnya melupakan Seona. Ia kebetulan bersama Wendy, membuat gadis itu mau tidak mau yang harus mengantarkannya pulang.
Ya, semua berawal dari malam itu. Min Yoongi tidak sadar melakukan perbuatan bejatnya, namun Wendy jelas sadar tapi membiarkannya karena berpikir tak masalah jika itu adalah Min Yoongi. Hingga perbuatan itu selalu mereka lakukan berulang kali jika ada kesempatan, sampai pada titik dimana Wendy merasa ada yang aneh di dalam dirinya.
Benar, Wendy hamil anak Yoongi— mereka jarang sekali menggunakan pengaman ketika bermain. Pun ia sengaja menyimpan rahasia itu sendirian, menunggu saat acara kelulusan selesai agar berita yang ia anggap menggembirakan itu juga bisa membuat Yoongi lebih berbahagia nantinya.
Hingga pada akhirnya, ketika pada hari kelulusan mereka, Min Yoongi bertemu dengan Seona lagi— membuat Wendy harus menahan apa yang ia akan sampaikan karena perkataan Yoongi saat itu benar-benar mengguncangnya.
"Sepertinya hubungan kita cukup sampai disini saja. Aku tak bisa jika harus terus berpura-pura mencintaimu. Setiap hari aku selalu dihantui rasa bersalah. Denganmu, selalu saja mengingatkanku bahwa Seona pernah terluka karena hubungan kita—"
Berpura-pura?
Itu tentu saja cukup membuat Wendy tidak bisa lagi memaksa Min Yoongi atau bahkan menunggu lelaki itu mencintainya meskipun sekarang sudah ada darah dagingnya sendiri di dalam perutnya.
Ia merelakan Yoongi pergi jauh dari hidupnya, bukan tanpa alasan melainkan karena tersadar selama ini ia sudah merusak kebahagian orang lain demi ke'egoisannya sendiri sampai Wendy pun tak berani memberitahu Yoongi jika dirinya hamil. Ia hanya takut lelaki itu semakin menggila, menyuruhnya untuk menggugurkan janin itu atau apapun agar mereka tidak bersama lagi.
Padahal itu semua tidak benar. Jika Yoongi tahu hal itu akan terjadi, mau tidak mau ia akan tetap bertanggung jawab sepenuhnya. Yoongi memang brengsek, tetapi tidak sebrengsek apa yang ada di dalam pikiran Wendy.
Setidaknya jika ia tidak bisa mencintai Wendy, ia akan tetap mencintai darah dagingnya sendiri. Mencoba bertahan dalam rumah tangga yang sebenarnya tak pernah ia inginkan demi buah hatinya agar tidak kehilangan kasih sayang seorang Ayah.
Mendengar cerita kelam Min Yoongi. Hati Yeji hancur berkeping-keping. Ia baru saja akan berbahagia, ia baru saja merasakan betapa bahagianya ketika cinta bertepuk sebelah tangannya terbalaskan. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain, Yeji diberikan bahagia— meskipun hanya sebentar saja.
.
.
."M-min Yoongi?!" Yeji membelalakan matanya ketika Yoongi tiba-tiba saja mendatangi apartemennya lagi.
"Kenapa kau tak angkat telepon dariku? Kenapa kau tidak berangkat bekerja?" ucap Yoongi penuh kecurigaan, "k-kau— apa kau sudah mulai menjauhiku?" lanjutnya khawatir.
Yeji menghela nafasnya, ia menuntun Yoongi untuk masuk ke dalam apartemennya— mempersilahkan lelaki itu untuk duduk nyaman terlebih dahulu.
"Kau ingin minum apa?"
Yoongi menggeleng, "aku tidak butuh minum," ia diam, "aku hanya butuh kau."
Lagi-lagi Yeji dibuat pusing oleh Yoongi. Bagaimana lelaki itu bisa berbicara dengan entengnya padahal sudah jelas mereka bukan siapa-siapa lagi sekarang.
"Gi..."
"Tidak. Aku tidak ingin diusir. Aku ingin disini sebentar saja. Aku hanya ingin bersamamu walaupun hanya sebentar, Yeji!"
Yeji lalu tersenyum simpul, "aku tidak akan mengusirmu, Yoongi. Aku hanya ingin bertanya padamu saja."
"Tanyakan, apapun itu."
"Bisa aku bertemu dengan Wendy?"
"Kenapa kau ingin menemuinya, Ji?"
"Tidak boleh?"
Yoongi menggeleng, "bukan seperti itu maksudku. Aku hanya tidak ingin kau berakhir dengan membenciku. Aku tidak ingin kau terpengaruh ucapan wanita itu seperti Seona dulu."
"Tidak akan. Yoongi yang aku kenal lebih baik daripada yang dulu. Aku mengenalmu dengan sangat baik, Gi. Kecuali masalahmu yang ini, aku kecolongan" Yeji terkekeh kecil, "boleh, kan?"
Pun mendengar perkataan Yeji yang sangat meyakinkan itu membuat hati Yoongi luluh, "ck, oke. Tapi dengan syarat aku juga harus ikut. Aku benar-benar tidak ingin dibenci olehmu, Ji."
"Iya. Kau memang harus ikut."
Dan mereka berdua benar-benar pergi untuk menemui Wendy di rumahnya. Yoongi tahu alamat wanita itu karena setelah ia tahu semuanya, ia dengan paksa harus meminta alamat agar tidak lagi kehilangan darah dagingnya sendiri.
Namun sebelum itu Yeji meminta Yoongi untuk berhenti di pusat perbelanjaan— ia ingin sekali membeli beberapa mainan dan juga pakaian untuk anak Yoongi.
Entah kenapa, meskipun hatinya terasa sangat sakit karena terlalu dalam lukanya, Yeji sama sekali tak bisa membenci anak tak berdosa itu. Sampai membuat hati Yoongi semakin terpukul atas kenyataan yang ia terima setelah melihat ketulusan hati Yeji yang sebenarnya.
Yoongi sudah menyakitinya berkali-kali. Tapi mengapa Yeji masih bersikap baik-baik saja? Tersenyum manis seperti tidak terjadi apa-apa. Masih mau berada disisi Yoongi meskipun ia tau kenyataannya terlalu membuatnya terluka.
"Sebenarnya hatimu itu terbuat dari apa, Ji?" tanya Yoongi pelan.
Yeji hanya tersenyum simpul, ia menatap keluar jendela, "aku hanya ingin kau merasa bahagia, Gi. Aku tidak ingin lagi melihatmu seperti dulu. Aku ingin kau benar-benar menjadi ayah yang baik. Jangan pernah pikirkan tentang perasaanku, aku sudah baik-baik saja. A-aku— berjanji akan tetap baik-baik saja," ia sama sekali tak mau menoleh, ia masih sibuk melihat keluar jendela, menghabiskan waktu canggung itu untuk melihat jalanan yang masih ramai dengan hati yang tentu saja tak akan pernah baik-baik saja.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Love Me Now.
Fanfiction[COMPLETED] [SEQUEL OF IF ONLY] "Kita ini, teman." ©Nandd_ , Maret 2019.