Sepanjang perjalanan, Sakura terus saja melihat Sasuke diam-diam. Tatapan pria itu masih sama, sama menyeramkannya dengan sebelum bus berangkat. Sakura hanya diam-diam melihat Sasuke tenpa melakukan apapun.
Mungkin benar, Sasuke terlalu membencinya.
Ia akhirnya hanya diam saja. Harapannya seperti sudah pupus untuk bisa kembali pada Sasuke, apalagi melihatnya mengobrol asik dengan Ino membuatnya semakin menciut.
Sasuke adalah orang baik, dan orang baik pantas mendapatkan orang baik juga.
Sakura tahu betul, ia tidak bisa memaksa Sasuke. Hidup pria itu ada beban lain yang tidak bisa diungkapkan pada siapapun. Ia tidak bisa bersedih, ketika Ibunya bahkan juga turut sedih ketika ia tidak bisa mengetahui apa yang terjadi pada putranya. Ia tahu karena, ia pernah tidak sengaja bertemu dengan Mikoto dulu.
Mikoto bertanya padanya, kenapa ia tidak lagi berkunjung ke rumahnya dan mengeluhkan sikap Sasuke yang semakin apatis. Hingga akhirnya Sakura menjelaskan semuanya. Mereka sudah berakhir dan untuk sikap Sasuke, Sakura tidak terlalu paham perubahan yang terjadi pada pria tampan itu.
Sakura memutuskan tidur pada akhirnya, ia terlalu lelah, dan secara tiba-tiba ia teringat dengan Mikoto. Mungkin benar, ia harus berkunjung ke rumah Uchiha.
***
Bus tiba dua jam kemudian, di depan gerbang kantor, Sasuke bisa melihat siluet kuning rambut Naruto di sana.
"Yo, Teme!" Teriaknya heboh, apa-apaan. Ia mengeluh dalam hati, kenapa ia memiliki teman sepayah itu.
Sasuke mendekat sambil menyeret koper kecil miliknya. "Bagaimana, kau senang aku menjemputmu?" Tanya Naruto ketia ia baru saja menghentikan langkahnya di depan pria kuning itu.
"Ya, setidaknya aku bisa berhemat uang bus." Jawabnya acuh. Ia menyerahkan kopernya dan dengan setengah menggerutu Naruto menerimanya.
Menyeret dan membawanya masuk ke dalam mobil, Sasuke dan Naruto kemudian pergi menuju rumah Sasuke.
"Bagaimana?" tanya Naruto. Ia menanyakannya setelah lima menit berada di jalan raya.
Sasuke mendengus, "Apanya yang bagaimana?" tanyanya.
"Ayolah, jangan bodoh! Kau tahu persis yang kumaksud!" Naruto mengeluh. Ia menatap kesal Sasuke melalaui ujung matanya.
"Ya, seperti yang kau rasakan."
Naruto mengerang jengkel. Apa katanya? Seperti yang ia rasakan? Memangnya yang seperti apa?
"Dan aku bertemu Ino." Sasuke berkata secara random kemudian.
"Benarkah? Kau bertemu--siapa? Kau bertemu siapa?!"
"Ino. Yamanaka Ino, wanita yang sama berisiknya denganmu dan Sakura."
"Ah, iya kau benar--Bagaimana kabarnya?" Tanya Naruto lagi, sedikitnya ia mengenal Ini juga.
"Dia... Semakin cantik dan seksi."
"Otakmu, Teme..." Naruto menampilkan seringai rubah miliknya.
"Apa?" Sungguh, Sasuke ingin sekali menampar wajah itu sekarang.
"Kau... Ternyata, orang yang... Mesum juga." Tawanya pecah seketika. Mobil itu terasa penuh hanya karena tawa besar Naruto.
Memangnya apa? Bukankah wajar jika ia juga tertarik pada beberapa bagian tubuh wanita? Ia laki-laki dan normal.
"Kau aneh." Umpat Sasuke pelan.
"Aku pulang...." Sasuke masuk ke dalam rumah. Ia membawa serta barang-barangnya masuk setelah Naruto bilang ia tidak bisa mampir.
"Ma," Panggilnya sekali lagi.
Mikoto lari tergopoh dari arah kamar. Sepertinya ia baru saja mandi, itu terlihat dari kulitnya yang lembab.
"Sasuke, selamat datang...." Mikoto menyambutnya dengan hangat. Ditinggal Sasuke selama hampir empat hari membuatnya sedikit merasa kesepian.
"Bagaiamana kabar, Mama? Tidak terjadi sesuatu selama kutinggal, kan?" Tanya Sasuke. Ia tengah membongkar isi kopernya di kamar bersama sang Ibu.
"Hmm, banyak hal terjadi. Dan sebuah hal yang besar menimpaku." Jawab sang Ibu. Sasuke menghentikan acara membongkar itu, lalu tatapannya menatap penuh kepada Mikoto.
"Apa, Ma?" Tanyanya penasaran. Ia takut terjadi sesuatu pada satu-satunya keluarganya itu.
"Mama merindukanmu." Katanya cepat. Dan secepat itu juga Sasuke menghambur memeluk sang Ibu.
"Aku juga rindu, Mama."
Sakura sampai di apartemennya. Apartemen hadiah dari orang tuanya karena ia berhasil naik jabatan. Memang, bukan apartemen mewah, tapi cukup luas dan nyaman untuknya.
Ia meletakkan barang-barangnya di sudut pintu, lalu dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Ini adalah workshop paling melelahkan yang pernah ia ikuti. Tubuhnya lelah, hatinya sama lelahnya.
Ia tidak pernah menyangka jika Sasuke akan mengikutinya juga. Sasuke jelas bukan dalam posisi untuk mengikuti workshop itu karena jabatannya, tapi karena Naruto bisa saja terjadi.
Tapi, rasanya ia juga harus bersyukur pada pria bodoh itu nanti.
Suasana kembali membiru, di mana kenangannya dengan Sasuke di kamar ini kembali memberontak untuk semakin membuat hatinya lelah. Bayangan-bayangan tentang bagaimana malam-malam panas mereka kembali terputar jelas di depan matanya.
Sasuke dan auranya, bahkan hanya karena mengingat itu ia merasa geli. Sial.
Sakura beranjak, ia butuh mandi untuk menghilangkan bayangan-bayangan aneh tentang Sasuke.
Ya, Sasuke dan Sakura memang sudah sejauh itu. Ia tidak munafik, Sasuke sangat menyenangkan dan menggairahkan. Beberapa kali melakukan seks dengan pria itu membuatnya merasa semakin yakin, jika Sasuke adalah sosok yang sempurna di samping sifat posesif yang dimilikinya.
****
Halo, maaf buat sedikit bahasa aneh di beberapa alinea terakhir. >///<Untuk beberapa alasan aku mulai berani menulis hal-hal yang aneh kaya gini.
Jadi, buat yang ga nyaman, I'm so sorry