3 : Pertengkaran

61 12 2
                                    

   Semakin hari, anak-anak itu merasa semakin tertekan karena setiap hari, selalu ada pertengkaran orang tua mereka yang menghiasi rumah mereka. Mereka sadar, seharusnya rumah dihiasi oleh canda tawa. Bukannya pertengkaran. Oleh karena itu pula mereka semakin tertekan. Ditambah, pertengkaran ini belum juga reda setelah bertahun-tahun.

    Kedua orang tua tiga bersaudara itu saling bertengkar. Dan sepertinya mereka sudah sepakat akan bercerai. Mereka berdua terus memperebutkan hak asuh.

"Terserah lah! Kau mau memakiku atau pun menceraikanku, aku tak peduli! Bahkan akan lebih baik jika seperti itu! Tapi jika kau benar-benar menceraikanku, hak asuh akan menjadi milikku!" Teriak sang ibu.

"Hah?! Apa kau sudah gila?! Otakmu benar-benar sudah tidak waras. Aku sama sekali tidak berniat untuk menceraikanmu! Tapi jika itu memang terjadi.. Apa kau yakin? Tiga anak yang masih kecil sekaligus?! Aku tak yakin kamu mampu mengurus ketiganya dengan baik! Sebaiknya kau merelakan hak asuh itu untukku."

"Mana mungkin aku akan membiarkannya! Jika aku membiarkannya, itu sama saja aku menjerumuskan anak-anakku ke lubang kesengsaraan! Menafkahiku saja tak mampu, apalagi menafkahi anak-anak?"

"Tak usah khawatir dengan itu! Aku mampu menafkahi mereka! Aku percaya itu! Jadi berikan hak asuh itu untukku!"

"Tidak akan! Lagipula apa kau bisa menangani Chesa yang sangat sensitif, penakut, dan masih kecil itu? Tak akan!"

"Hey! Kau pikir yang memiliki perasaan sensitif hanya Chesa? Semua anak kita memilikinya! Pokoknya aku tak mau tahu, hak asuh itu harus menjadi milikku. Apapun caranya."

    Perlahan-lahan, ketiga bersaudara itu semakin tidak betah tinggal dirumah. Suasana rumah mereka bukan lagi suasana rumah yang selalu mereka rindukan. Suasana rumah sudah berubah menjadi dingin.

     Ketika sang ayah pergi, seperti biasa maka sang ibu akan tetap dirumah, melakukan pekerjaan rumah tangga. Anak-anak akan pergi bermain. Tapi kali ini sudah berbeda. Anak-anak itu memang tidak betah tinggal dirumah, namun mereka juga tidak ingin keadaan rumah seperti itu terus. Dada mereka sesak dan telinga mereka akan terus terasa seperti diperdengarkan melodi yang akan membuat telinga mereka akan tidak berfungsi lagi. Hal tersebut disebabkan oleh pertengkaran kedua orang tuanya.

    Banyak hal yang terjadi selama pertengkaran tersebut. Hal tersebut memengaruhi fisik maupun mental mereka.

     Suatu hari, terjadi pertengkaran yang sangat besar. Sebenarnya semua masalah ini disebabkan oleh sang ibu yang memang sedang tempramen, dan sang ayah yang dingin menanggapinya. Sang ayah memang tak pernah ingin mencari keributan. Ia cenderung cuek. Namun jika masalahnya sudah seperti ini, ia pun mulai serius.

"Dengarkan aku! Aku tak pernah berniat menceraikanmu, bodoh! Aku masih sangat mencintaimu!"

"Bohong! Dusta! Mulutmu itu hanya bisa mengeluarkan kata-kata manis! Aku yakin kau ingin segera menceraikanku kan?! Kau sudah memiliki wanita lain didalam hatimu itu!"

PLAK!

Terdengar suara tamparan yang sangat keras.

"Kau..!! Bagaimana kau bisa berpikir ke arah sana hah?!"

"Mereka semua benar! Kau pasti memiliki wanita lain dihatimu sehingga sudah tak jarang kau pulang sangat larut! Sudah begitu, kau juga tak memberikanku uang sepeserpun! Bagaimana mungkin aku tak berprasangka buruk padamu?! Aku lelah! Aku lelah dengan semua sikapmu, Haruto! Jika kau memang menginginkan wanita itu, tinggalkan aku! Biarkan aku bahagia dengan anak-anakku! Dan.. kau bisa berbahagia dengan wanita itu! Meski.. meski.. hatiku sakit." Terdengar suara tangisan, wanita tersebut memegangi dadanya yang mungkin terasa sakit. Kakinya terlihat melemas, tapi ia enggan jatuh terduduk.

Khong Gwan FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang