Pada pagi hari yang cerah, Pooru sedang bersiap-siap untuk pergi berbelanja sayur. Sedangkan anak-anaknya masih tertidur. Ya, sekarang masih jam setengah enam. Masih terlalu pagi bagi anak-anak untuk bangun. Sebagian dari mereka sudah sekolah, tapi ada juga yang belum.
Setelah mengambil dompetnya, ia segera pergi ke depan warung milik Pok Inah, biasanya tukang sayur akan berdiam diri disana pada saat pagi buta seperti ini. Untuk apa? Bukankah sudah jelas? Ya namanya juga tukang sayur, sudah pasti ia sedang menunggu ibu-ibu atau bapak-bapak yang ingin berbelanja sayur.
Sesampainya disana, ia bisa melihat sudah banyak ibu-ibu yang berkumpul untuk membeli sayur, termasuk Pok Inah sendiri. Dimana ada ibu-ibu, biasanya disitulah biangnya gosip. Sekumpulan ibu-ibu itupun mulai bergosip atau bahkan sekedar curhat untuk meramaikan suasana di pagi hari.
"Bu ibu, tau gak tanah yang ada di belakang rumahnya Mbak Sari itu punyanya siapa?" Tanya salah seorang ibu-ibu yang mengenakan konde.
"Enggak tuh bu. Emangnya kenapa? Mau beli? Wih, lagi banyak duit nih yee~" Kata salah seorang ibu lainnya yang sedang memegang kangkung di tangannya.
"Aamiin. Tapi saya nanya bukan buat beli ntu tanah bu. Tapi buat saya bakar semuanya bu."
"Lah?? Emangnya kenapa bu?"
"Ish, saya tuh greget banget bu! Tiap siang, sore, bahkan malem, ntu tanah suka dipake buat lahan anak SMA ngebolos lah, ngerokok lah, bahkan pacaran! Mentang-mentang banyak semak-semaknya gitu loh bu. Ih greget pokoknya! Padahal udah saya tegor berkali-kali, tapi teteep aja ya, bocah-bocah SMA itu kaga ngedengerin."
"Coba tanya Mbak Sari nya aja kalo kayak gitu bu."
Pooru hanya menyimak sambil fokus mencari sayuran yang akan ia beli. Namun ia juga memikirkan, akhir-akhir ini memang kelakuan anak SMA itu sangat tidak senonoh. Padahal seingatnya, dulu saat ia masih SMA, dia hanya bermain layangan bersama kakaknyaーMizuーdan mengajari adiknya belajarーChesa.
"Laah.. kan Mbak Sari nya lagi kerja di kota! Gimana cara ngasih taunya??"
"Emangnya ibu-ibu disini ga ada yang punya nomor teleponnya Mbak Sari??"
"Gak tuh bu." Jawab semua ibu-ibu, kecuali Pooru.
"Mbak Pooru, punya nomornya Mbak Sari?"
"E-eh? Enggak bu, maaf. Saya ga punya. Ehehehe." Jawab Pooru.
"Ngomong-ngomong, Mbak Pooru masih keliatan kayak parawan* aja ya? Padahal anaknya udah empat." Kata ibu-ibu yang lain. Pooru langsung salah tingkah, mulai tidak fokus memilih sayuran yang bagus.
(*Parawan disini bukan artian dalam bahasa Indonesia, tapi parawan yang dimaksud itu dalam artian bahasa sunda yang artinya gadis)
"Eh?! Empat?! Gak nyangka ya.. saya warga baru disini, makanya saya gak tau. Memangnya anaknya yang mana?" Tanya ibu lainnya.
"Ituloh, yang rambutnya toska yang suka ngeteh didepan kandang ayam, yang rambut putih suka manjatin pohon mangga saya, yang rambut ungu yang suka jalan dibelakang piyik-piyik* yang lagi ngikutin induknya, sama yang satunya lagi yang suka nempel ama tukang es krim itu."
(Piyik : Anak ayam :v)
Ibu-ibu lainnya ada yang tertawa, ada juga yang berkomentar, "Astaga, anaknya ngapain tuh mbak?"
"Ah, itu mah emang udah biasa. Anak pertama saya yang rambutnya putih itu memang gitu. Suka manjat pohon. Gak tau ngapain, padahal dia gak metik apa-apa. Kalo anak kedua saya yang rambutnya toska itu emang suka banget ngeteh. Tapi mungkin alasannya ngeteh di depan kandang ayam itu buat ngawasin kembarannya, si Karen. Ituloh yang rambutnya ungu. Karen itu suka banget sama anak ayam. Makanya saya gak heran kalo dia suka main ke rumah ibu-ibu yang punya ternak ayam. Terus anak saya yang bungsu itu masih kecil banget. Dia tapi memang akrab sama tukang es krim yang namanya Kuruna Oreki itu. Tapi anak-anak saya pernah berulah gak ya?"
"Hng.. enggak sih bu. Mereka gak nakal. Mereka anak baik. Bahkan si rambut putih itu kalo memang mau metik buah dari pohon saya, pasti izin dulu. Terus, si rambut ungu itu juga udah kayak jagain ayam-ayam saya."
"Waah~ pinternyaa~ Tapi kok kayaknya yang agak mirip ama ibunya cuma si anak pertama ya? Apa mungkin sisanya mirip ayahnya?"
"Oh iya, ngomong-ngomong, aku ga pernah liat suaminya Mbak Pooru. Suaminya mana mbak?"
Seketika Pooru membeku, pertanyaan itu kembali menusuk otaknya. Dimana suaminya? Siapa suaminya? Seperti apa rupanya?
"Eh iya juga ya? Saya juga gak pernah ngeliat suaminya mbak Pooru. Padahal saya udah tinggal sekitar 5 tahunan disini."
"Mbak? Dimana suaminya? Kok gak jawab?"
"Jangan-jangan mbakー"
"Eeeh!! Jangan gosip yang gitu-gitu ah! Mbak Pooru ini baik baik kok orangnya! Saya kenal suaminya. Suaminya itu dulu juga tinggal disini. Tapi katanya dia pergi keluar kota buat kerjaan."
Seketika Pooru tersentak. Ia langsung menoleh ke arah suara yang berbicara seperti itu, seakan-akan ingin menggali informasi lagi dan lagi.
"Oh gituuu~ Tapi kok gak balik-balik? Gak takut kalo suaminya malah macem-maー"
"Ini uangnya mas. Makasih." Sela Pooru.
Pooru segera berlari menuju rumahnya, sesampainya di rumah, ia merasa nafasnya terasa sesak, kepalanya kesakitan, ia terus mencoba untuk menggali memorinya namun nihil. Yang ia dapatkan lagi-lagi hanyalah rasa sakit dan pusing yang luar biasa.
"Mak? Emak kenapa?" Tanya Yui polos.
Sadar anaknya memperhatikannya, Pooru berusaha kuat dan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Enggak kenapa napa kok nak. Udah, sekarang kamu mandi. Sekolah kan? Oh iya, bangunin adek-adekmu dulu gih."
"Iya mak. MACHAAAAAN!!!! KERAAAAAN!!! MI-CHAAAAN!!! BANGUUUUUUUUUUN!!!!" Teriak Yui yang begitu cetar membahana.
"BACOT SAT!" Terkadang saya bingung, bagaimana caranya seorang anak berusia 9 tahun mengetahui kata-kata kasar seperti itu.
"YUI-NEE BERISIK! PENGEN KUSUMPELIN NTU MULUT PAKE KERTAS NASI! LAGIAN AKU KAREN, BUKAN KERAN!" Balas Karen.
"HWEEEEE!!! MIYU MASIH MAU TIDUR MAAAK!! HWEEEEE!!!" Rengek Miyu.
Sedangkan Anzu keluar dari kamarnya dengan mata yang sayup. Lalu ia pergi menuju kamar mandi.
Pooru hanya bisa mengelus dadanya, padahal kepalanya masih sangat sakit tetapi anak-anaknya sudah memulai kegaduhan di pagi hari. Pooru berjalan menuju kamar Miyu untuk menenangkannya, "Miyu sayang, bangun nak. Hari ini Miyu sekolah kan?"
"MIYU GA MAU SEKOLAH MAK! MIYU MAU MAIN AMA GAJAH AJA HWEEEE!!"
Pooru kehabisan akal, tapi akhirnya ia membujuk anaknya itu, "Kalo Miyu hari ini sekolah, nanti emak beliin coklat bentuk gajah. Mau?"
"MAUUUU!!"
"Ya udah, sekarang ayo bangun. Mandi sama kakak-kakakmu."
"YOOO!!"
Miyu dengan semangat turun dari tempat tidurnya dan berlari menuju kamar mandi.
"NEE-CHAN!! MIYU MAU IKUT MANDI!"
"Oh ayo ayo, kita mandi bareng~" Kata Karen.
Selesai masalah anak di pagi hari, Pooru segera memasak sarapan yang sederhana untuk mereka semua. Setelah mereka semua sudah mandi, mereka pun diantar Pooru berangkat sekolah. Soal Anzu, untuk sementara ini ia belum bersekolah. Ia akan merencanakannya secepat mungkin agar Anzu juga bisa bersekolah.
Bersambung...
Sumpah, w ngetik chap ini ada aja halangannya '-'
See you next chapter!!
-Asahina Mizu-
Ahad, 15 September 2019
1105 words
KAMU SEDANG MEMBACA
Khong Gwan Family
DiversosBercerita tentang sebuah keluarga dengan marga Otagawa, yang menetap di sebuah rumah tanpa seorang ayah. Bukan karena sang ibu ditinggal sang suami karena suaminya menggarap istri baru. Bukan pula karena suaminya pergi berperang. Lantas karena apa m...