"JANGAN BERTINDAK GEGABAH, BODOH. KAU PIKIR KAU SIAPA!"
Suho berteriak lantang. Sehun yang hampir sampai di tangga terakhir terhenti.
Benar apa kata Suho. Ia siapa?–pikir Sehun.
Sehun melemas. Ia merosot tak kuat menahan berat tubuhnya. Suho yang melihatnya langsung berlari menghampiri Sehun di bawah.
"Hun-ah!" panggil Suho. Sehun bergeming. Ia hanya diam menatap kosong ke depan.
"Hun, Sehun."
"Benar, aku siapa?" lirih Sehun.
"Kenapa mereka setega itu hyung?"
"Sehun, kita kembali ke atas oke," Suho beranjak pergi sambil menarik tangan Sehun pelan. Tapi Sehun diam saja.
Suho terhenyak karenananya. Ia kembalu ke Sehun dengan rasa bingung.
"Jongdae hyung sakit. Kenapa mereka melakukan ini?"
"Kenapa mereka jahat sekali, hyung?"
"Sehun sudah. Kita ke atas dulu,"
"Jongdae hyung sudah bekerja keras tapi kenapa mereka begini?"
"Kenapa harus Jongdae hyung. Ia sakit" air mata Sehun menggenang di pelupuk matanya. Suho pun demikian.
"Kenapa- tidak aku saja?"
"Jongdae hyung tidak baik baik saja, Hyung"
"SEHUN!" Suho menghentak kedua pundak Sehun keras keras. Membuat si empunya terkejut dari rancauannya yang menyayat hati Suho dalam dalam.
"Sudah oke. Kita keatas," ajak Suho.
"Hyung... " malang. Sehun sangat sensitif sekarang. Lelaki jakung itu menangis tanpa malu. Mukanya memerah bagai dijemur berjam jam.
Suho tak terkejut. Ia sudah menduga sebelumnya. Ingat, maknaenya itu baperan. Suho mendekap Sehun hangat.
"Sudah, jangan menangis. Kita selesaikan di atas. Oke," Sehun mengangguk. Tapi belum berhenti menangis.
'Drttt ... Drt...'
Handphone Suho bergetar. Ia menjauhkan diri dari Sehun yang masih sesenggukan. Kyungso menelpon ternyata.
"Ya ada apa? " ucap Suho langsung setelah menggeser tanda berwarna hijau di layar handphonenya.
"Hyung kalian dimana. Aku dan Jongin mencari kalian tapi tidak ada, " terang Kyungsoo.
"Kau dimana sekarang?"
"Lobby"
"Ck, ceroboh sekali Kau. Kembalilah ke atas. Kami akan segera kembali,"
"Oh, nde. Tapi kalian dimana?"
"Tangga darurat"
"Oh, baiklah. Kami akan kesana."
"Silakan," Suho mematikan teleponnya dan memasukan hp ke kantong celananya.
****
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya eomma Jongdae khawatir.
Ya, Jongdae sudah kembali ke tangan keluarganya. Jongdae kembali setelah tim Dong Wook bergerak ke tempat penyekapan Jongdae.
Lelaki itu ditemukan tak sadarkan diri dengan luka lebam di beberapa bagian tubuh. Tangannya diikat di belakang. Begitu mengenaskan memang.
Mata Jongdae menghitam. Tulang pipinya semakin terlihat. Ya, Jongdae benar benar disiksa.
Dokter setangah baya yang menangani Jongdae menghela napas,
"Kondisinya Kritis. Vertigonya semakin parah karena kejadian ini. Ini sangat di sayangkan,"
"Vertigo?" tanya orang tua Kim.
"Iya. Menurut riwayat kesehaanngmya kurang lebih hampir satu tahun ini sudah terdeteksi,"
Nyonya Kim dan Tuan Kim melemas. Putra bungsu mereka ternyata sakit selama ini.
"Apakah sangat parah, Dokter?" tanya tuan Kim.
Dokter terdiam tiga detik. Lalu mengangguk canggung.
"Aku sangat menyesal mengatakan ini, Tuan, Nyonya. Dia adalah pasien di rumah sakit ini selama ini. Terakhir kali kami melakukan pemeriksaan dia memang kambuh.Tapi karena kejadian ini, kondisi Jongdae menurun drastis dari terakhir kali kami memeriksanya.
Dia disekap di tempat lembab selama berhari hari. Juga kondisi kebersihan di sana sangat tidak terjamin. Ia menghirup udara kotor. Kondisi paru parunya memburuk. Tapi ini semoga tidak berlanjut ke dampak panjang.
Juga, karena kejadian ini. Kami temukan luka pada lambungnya."
"Hiks... Putraku. Kenapa begini?" Nyonya Kim menangis di pelukan tuan Kim.
"Kami juga masih akan terus memantau keadaan psikologisnya bersama psikolog-psikolog lain di rumah sakit ini. Kami takut jika kejadian ini mengguncang dirinya terlalu dalam."
"Lalu luka luka di tubuhnya?' sahut Jongdwok yang berdiri di belakang orsng tuanya.
"Luka lebam di tubuhnya tidak parah. Hanya saja kemungkinan rusuknya patah. Hasil rongsen belum keluar, semoga saja ia baik baik saja."
Jongdwok geram atas kejadian ini. Ia marah tentu saja. Keadaan adiknya tak baik baik saja. Dan itu karena manusia manusia licik di sana.
"Lakukan yang terbaik dokter. Kembalikan Jongdae kami seperti dulu," ucap Tuan Kim. Dalam kata katanya terslip luka dan keputusasaan. Ada harapan sebenarnya, tapi rasanya tak lebih besar dari rasa sakitnya.
'BRAK'
Suara bantingan pintu terdengar nyaring. Jongwok sudah tak ada di ruangan itu. Membuat mereka yakin bahwa ia yang membanting pintu. Jongdwok kesal.
"Tak akan aku biarkan Jongdae kembali. Tak akan aku biarkan orang orang itu melukai Jondae lagi," ucap Jongdwok marah. Ia berjalan cepat meninggalkan ruangan dokter. Hingga langkah kakinya terhenti di depan ruangan dengan pintu kaca.
"Hiks... Bertahanlah uri dongsaeng..." Jongdwok menangis di depan ICU, tempat Jongdae berada.
Perasaannya hancur. Ia tak bisa menjaga adiknya. Ia tak bisa membahagiakan keluarganya. Membahagiakan eomma, appa, Jongdae.
Hatinya melemah melihat Jongdae terbaring tak berdaya di atas ranjang pesakitan. Wajahnya terhalang alat bantu pernapasan yang menurut Jongdwok sangat tidak fashionable. Jongdae pucat sekali dilihat dari sini. Juga entahlah, terlalu banyak alat aneh yang Jongdwok tak tahu apa fungsinya.
"Hiks..."
******
Hiks... Pengen cepet tamat:'
3 Juli 201916 September 2021
aku sering lupa kalau punya tanggungan revisi cerita hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST~Chen (TAMAT)
FanfictionBenar, Jongdae memang berhasil debut solo. Tapi siapa sangka, ia begitu memprihatinkan. Cerita ini insyaallah bakal aku Up setiap hari minggu dan kamis. So jangan khawatir💓 langsung cus aja baca✈ ©2019 Shinekawarti