Tamat

6.8K 427 17
                                    

#CT (Cinta Terlarang)
Tamat

"Bunda!" teriak Echa dari kejauhan. Ia berlari mendekat, memelukku erat. Kuusap wajah manis yang dulu tak lebih dari sejengkal tangan, kini bertumbuh sudah.

Echa-ku hari ini genap berusia enam tahun, semakin cantik. Kini, jika ia memeluk, tingginya telah sebatas dadaku. Hari-hari kujalani dengan riang bersama anak semata wayang.

Aku jauh bahagia, tanpa mereka. Tak ingin kembali menengok ke belakang. Masa depanku di sana, bersama Echa. Berbekal modal seadanya, aku membuat usaha kecil-kecilan, yaitu ... salon kecantikan. Rumahku pun pindah, masih di kota sama, hanya berbeda kecamatan. Setidaknya, cukup jauh untuk mengobati luka hati dari masa lalu.

"Echa mau ke mana lagi? Makan dulu, Sayang."

"Nanti, Bun. Echa masih mau main."

"Oke, Sayang. Jangan lama-lama, ya."

Aku tersenyum lebar. Sejak terimpit pahitnya hidup, nyaris aku tak pernah tersenyum sedamai ini.

"Siang, Mbak. Saya mau creambath."

"B-boleh, Mbak ...."

Tercengung menghadapi kenyataan, karena kembali bertemu dengan sosok masa lalu yang nyaris membuat hidupku hancur berkeping-keping. Bukan, bukan karena tamu yang datang untuk creambath, melainkan lelaki yang mengantarnya.

"Mbak Res—"

Kami saling berpandangan. Ia masih sama, hanya cambangnya telah terpangkas bersih. Tak ada yang berubah selain itu, baik dari style berpakaian, hingga cara berbicaranya.

"Mas Dika ...," ucapku pelan, tapi nyatanya tetap terdengar.

"Eh, kalian saling kenal?" tanya Mbak yang belum kuketahui namanya.

"Iya, dia kawan lamaku, Say," celetuk Mas Dika.

Berusaha bersikap profesional. Aku mulai bekerja. Wanita itu mulai menyandarkan diri di kursi keramas. Dengan lembut, aku membasahi rambutnya, menuangkan shampoo, dan memijat lembut rambut tersebut. Setelah selesai, aku memberikannya handuk, dan kembali ke kursi yang terletak tepat di depan cermin rias.

Dari sana dapat kulihat, mata Mas Cambang tak henti memperhatikanku. Tatapan sendu tersebut nyatanya masih mampu membius. Berusaha tenang, aku pun membuka obrolan dengan wanita itu.

"Mau aroma apa, Mbak?"

"Stroberi, Mbak. Wangi, aku suka."

"Baik."

Tanganku dengan lihai mengoleskan krim tersebut ke rambut wanita itu. Meratakannya ke seluruh kulit kepala dan rambut. Serta memijatnya.

"Mas Dika, habis ini mau creambath juga ngga? Enak pijatan si Mbak, nih. Ia temanmu, kan?"

"Eh, ja-jangan!" ucap aku dan Mas Dika serentak.

"Ih, kok barengan?"

"Mbae, saya ngga enak dong kalau mijat laki-laki. Biarpun dia teman saya."

"Kan mijat kepala aja, Mbak."

"Ya, tetap aja ngga enak."

Munafik bila aku mampu menahan rasa. Ternyata tak semudah itu. Lagi ... mata ini kembali menatap ke arah cermin, dan lagi ... mendapati bahwa ia masih memandangku.

Bisakah kalian bayangkan? Sekitar satu jam harus berada satu ruangan dengan sosok masa lalu yang belum tuntas? Sosok masa lalu yang mati-matian kulupakan?

💮💮💮

Dua tahun lalu.

"Kami akan segera bercerai, Mbak." Mas Dika menatapku sendu. Lembut ia merapikan anak rambutku dengan jemarinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang