00.05

44 10 2
                                    

"Jimin," panggil Eleanor ketika melihat wajah pria itu yang terlihat layu dan tak bersemangat. "Kau tak apa?"

Gadis itu mengikuti Jimin dari belakang. Menatap punggung yang tegap namun rapuh itu dengan tatapan khawatir. Dia tau Jimin sedang sedih karena suaranya serak bahkan hampir hilang saat bernyanyi tadi, dan Eleanor tak akan membiarkan Jimin larut dalam kesedihannya sendiri.

Jimin menggeleng lemah. Untuk saat ini, pria itu ingin sendiri. Dia tak ingin menambah beban Eleanor dengan menunjukan kesedihannya. Yang Jimin perlukan saat ini adalah ketenangan.

"Kemari, dan duduk di sana. Aku akan membuatkanmu jahe hangat." Eleanor menunjuk kursi yang tak jauh darinya.

Lagi, Jimin menggeleng lemah. Bahkan pria itu mencoba menepis tangan Eleanor pelan.

"Duduk, Jim!" gadis itu berdecak. "Kenapa bisa suaramu serak begitu, sih? Kau makan apa? Pasti kau sering makan makanan ringan. Sudah berulang kali kubilang, jangan makan makanan yang banyak bahan pengawetnya! Kau tau, suaramu saat menyanyi tadi persis tikus kesedak biji salak."

Jimin membuang muka. Entah mengapa dia begitu muak dengan omelan Eleanor yang tak tau situasi. Lalu pria itu berjalan meninggalkan Eleanor yang sibuk mengomel di belakang. Sungguh dia tak mau diganggu sekarang. Mendengar ocehan gadis itu, dia ingin sekali berteriak dan menyuruh Eleanor pergi, melampiaskan segala amarah dan kesedihannya lewat gadis yang tak mengerti keadaannya saat ini.

Namun dia tak mampu melakukannya, Eleanor sudah banyak berjasa untuknya dan para member Bangtan. Apalagi Eleanor seorang perempuan, jadi tak mungkin kan Jimin melampiaskan amarahnya pada sosok perempuan yang mempunyai hati seperti kaca yang mudah retak?

"Kau mendengarku tidak?!" sentak Eleanor dengan sengaja menarik keras bahu Jimin hingga tubuh Jimin berbalik menghadapnya.

Eleanor tertegun sejenak. Menatap wajah Jimin yang dipenuhi oleh keringat, tatapan pria itu juga terlihat sayu dan kosong. Entah mengapa Jimin tampak begitu lelah saat ini. Eleanor jadi ikutan sedih melihatnya.

Jimin yang menunduk kini memusatkan atensinya pada manik Eleanor. Air mukanya berubah datar. "Bisa diam? Ocehanmu itu hampir membuat telingaku tuli."

"A--"

"Sepertinya mulutmu ini memang sudah dirancang untuk selalu mengoceh tanpa tahu situasi. Jika kau masih mau mengoceh panjang lebar, pergi sana, jangan menggangguku dengan ocehanmu itu."

Eleanor menghela nafas. Sepertinya perkataannya tadi makin memperburuk suasana hati Jimin. Eleanor menatap Jimin galak. Sungguh dia benci dengan dirinya sendiri karena tidak becus mengatur pola makan Jimin hingga suara pria itu hampir menghilang dan tentunya membuat mood Jimin kembali down.

"Duduk di sana, Jiminie! Aku akan membuatkan jahe hangat untuk menghangatkan tenggorokanmu, nanti malam kita ke dokter," kata Eleanor. Berusaha menghalau perasaan sakit hati ketika mendengar perkataan Jimin yang cukup menohok tadi.

Jimin membuang muka. "Tak butuh, ka--"

"Ya! Kau ini keras kepala sekali!" Eleanor melotot. Tangannya memukul bahu Jimin dengan keras. Jimin meringis.

"Cepat duduk, atau aku akan menendang tulang keringmu itu!" Matanya menatap Jimin tajam, alisnya menukik dan langsung pergi meninggalkan Jimin.

Setelah Eleanor pergi, Jimin mendengkus kesal. Gadis itu tak peka jika sekarang Jimin hanya ingin sendiri. Benar-benar menyebalkan.

Lalu tak lama gadis itu kembali dengan segelas jahe hangat beserta kue ringan. Eleanor menarik kursi kosong dan meletakannya di depan Jimin. Gadis itu duduk sembari menyodorkan gelas itu ke Jimin. "Minumlah."

Persona | KthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang