Part 6

1.1K 39 2
                                    

TEEET…TEEET…

Alvin terbangun dari tidurnya, ia merapihkan rambutnya dan merapihkan mukanya (??).

“Hah? Anak-anak pada kemana?” gumam Alvin sambil celingak-celinguk sana sini.

Alvin melihat semua orang memandangnya sambil tersenyum-senyum. Anak kelas X, XI, XII, sampai penjaga kantin ketawa-ketawa kecil. Alvin menatap mereka dengan heran.

“Heh! Ngapain pada ngeliat-ngeliat gue? Belom pernah ngeliat orang ganteng? Ih, kasian amat sih idup lo pada!” seru Alvin. Semua menahan ketawa. Alvin beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari kantin.

Saat Alvin mulai menjauhi kantin, ia mendengar semua orang yang masih di kantin pada tertawa terbahak-bahak setelah Alvin pergi. Alvin pun balik lagi ke kantin. Semua tawa berhenti. Alvin mengangkat bahu. Setelah Alvin pergi lagi, tawa mereka meledak lagi.

***

Alvin berjalan di sepanjang lorong kelas, semua mata tertuju padanya. Ada yang menatap dengan aneh, menganga, cengo, ada yang ketawa, ada yang langsung sesek napas, ada yang pingsan, ada yang langsung mati, ada yang ketakutan, ada yang…gak penting. Alvin memandang mereka heran.

“Apaan sih semua mata tertuju pada gue? Gue bukan Miss Indonesia ya!” seru Alvin.

Semua mata masih tertuju padanya, Alvin melihat ke bawah ke sepatunya, ke bajunya, tidak ada yang aneh. Ia meraba punggungnya takut ada tulisan “China Blangsak” “China glodok” atau apapun di punggung. Tapi tak ada. Alvin langsung berlari menuju kelasnya.

***

Pak Faris hari ini kebetulan tidak masuk, karena istrinya melahirkan, tentu saja para penghuni XI IPA 1 senang bukan main. Anak-anak cewek lebih memilih keluar kelas ke kantin atau ke perpus.

“Bang bang tut, akar kolang-kaling siapa yang kentut di tembak raja maliing…” Cakka menyanyikan lagu bang bang tut soalnya lagi maen petak umpet sama anak-anak cowok laennya (udah SMA masih aja maen petak umpet -.-).

“Cakka jagaaa!!!” seru Gabriel.

“Kok gue yang nyanyi, gue yang jaga??” tanya Cakka.

“Pilih, Cak!” Rio merentangkan kelima jari tangannya.

“Yes, lo harus ngitung sampe seratuus!” suruh Rio. Cakka mulai menghitung sampe seratus.

“Satuu…duaa…tiga…empaat…”

Semua anak cowok berpencar satu sama lain, ada yang ngumpet di balik pintu, di kolong meja, di dalem lemari, pura-pura jadi patung, masuk ke tong sampah, dll.

Rio yang ngumpet di kolong meja, mendengar itungan Cakka.

“Lima puluh lima, enam puluh lima…”

“Anjrit! Cakka curang! Itungannya ngaco!” batin Rio.

“SERATUUUSS!!” Cakka langsung berbalik badan dan celingak-celinguk di depan kelas. Kelasnya sepi.

“Pada kemana ya?” gumam Cakka.

“Woii! Pada ngumpet dimana siih? Kasih tau gue doong!!” teriak Cakka.

“Gue di balik pintuu!!” teriak Lintar. (dih, begonya keluar, maaf ya -.-)

“Yes, Lintar ketemuu!!” tunjuk Cakka.

“Yaah, tuh kan ketauan!” decak Lintar.

“Dih elunya yang bego! Lo malah teriak ngomong lo ada di balik pintu, kan lagi maen petak umpet dodol!” kata Cakka sambil menoyor kepala Lintar.

“Oh, iya! Ih, bego banget dah gue!” keluh Lintar sambil nepok jidat.

Cakka mulai mencari-cari anak yang lain, beberapa anak sudah ketemu, tinggal beberapa anak lagi. Dayat ngumpet di dalem tong sampah (??). Di deket tong sampah ada kucing liar yang tertarik dengan tong sampah berwarna biru muda yang sangat menggiurkan itu. Kucing tersebut langsung melompat ke dalem tong sampah. Dayat yang lagi ada di dalem tong sampah langsung teriak-teriakkan ada kucing yang masuk ke dalam tong. Dayat takut sama kucing soalnya.

Kisah Tiga SaudaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang