18

924 128 5
                                    

*
*

*
*

           

           ****



"Pergi ke alamat itu. Ada ga-dis bernama Saku-ra, ajak dia tinggal di mansion bersa-ma kalian."

Fugaku dengan susah payah mengatakannya. Selang oksigennya sudah tak lagi terpasang di tempatnya. Pria itu  sudah merasakan waktunya tak akan lama lagi. Dan dia tak ingin kehilangan kesempatan untuk mengatakan ini. Nafasnya tersenggal, dadanya terlihat kembang kempis dengan mulut yang bergerak gerak mencoba kembali mengatakkan sesuatu.

"Jaga di-a sebaik mung-kin, Dia sama berharga-nya dengan kali-an."

Mikoto tak henti hentinya menangis, suaranya sudah habis dan hanya menyisakan isakan kecil dengan air mata yang terus menggenang. Di tangannya sudah ada selembar kertas dengan coretan rapi dan juga sebuah foto gadis muda bersurai merah jambu.

Sasuke maupun Itachi hanya mampu terdiam. Mereka berdua tak nampak mengeluarkan air mata. Tapi dengan melihatnya saja kita sudah tau jika ada kesedihan yang mendalam pada manik sehitam batu Onyx tersebut.

*
*
*

Sakura terisak pelan. Ia benar benar menangis saat ini. Ia selalu merasa paling kuat dengan membiarkan dirinya berada dalam perlakuan buruk majikannya. Tapi ternyata ia salah, dirinya justru yang menjadi sebab kemalangan yang menimpa keluarga ini.. dan dirinya sendiri tentunya.

"Mikoto-Sama selalu mengganggapmu anak haram dari suaminya."

"Aku tau itu tak benar, ini bukan salahmu Sakura, bukan."

Ucapan Chiyo basaan masih terus berlari lari di otaknya. Ia bertambah terisak, terdengar pilu dengan mata yang semakin sembab.

         
  
"Berhentilah menangis dan mulailah bekerja!" Suara datar bernada acuh itu akhirnya sedikit menyadarkan Sakura dari kesedihannya. Gadis itu dengan sigap mengusap air matanya. Menatap laki laki bermata kelam yang juga tengah menatapnya. Kali ini Sakura tak lagi menundukkan wajahnya. Ia memberanikan diri menatap laki laki itu.

"Tuan muda." Suara gadis itu tercekat dan terdengar gemetar. Sakura juga tak bisa menghilangkan suara seraknya sehabis menangis. Namun ia ingin bicara.

"Aku.....  minta maaf," matanya sudah berkaca kaca, "aku sama sekali tak tau jika aku.."

"Diamlah!!"
Itachi bukannya tak tau tentang yang terjadi pagi ini, jujur saja ia paling tak sanggup melihat ibunya menangis, Itachi bisa merasakan kesedihan yang sama dengan yang ibunya rasakan. Kematian ayahnya sama sekali tak terfikirkan sebelumnya. Itachi dan Sasuke telah terbiasa dengan sosok tegas ayahnya, Dan kehilangan sosok itu dengan cara yang menurutnya cukup tragis adalah pukulan telak bagi keluarganya. Terlebih dengan pesan terakhir sang ayah. Itachi jelas keberatan, tapi ia bahkan belum sampai menolak, ayahnya telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Tapi gadis di depannya ini.... gadis ini tak tau apapun. Sakura hanya hidup tanpa tau kebencian selalu melekat padanya. Apakah ini adil? Jika saja Itachi berada di posisi sakura saat ini? Apa yang akan ia lakukan. Sakura masih muda. Itachi ingat jelas saat pertama kali ia harus menggantikan sang ayah, sekaligus memenuhi permintaan terakhir ayahnya, yaitu menjemput gadis itu di panti asuhan. Wajah polosnya begitu mengusik fikiran Itachi kala itu. Dan mulai saat itu juga, segala hal yang bersangkutan dengan Sakura, terasa begitu berat untuknya.

Pikiran Itachi bergejolak, ia ingin mengatakan tidak, tidak untuk membiarkan siapapun gadis itu untuk masuk di keluarga Uchiha. Itachi hanya berfikir, ia hanya perlu melakukannya, semudah itu. Namun sebenarnya hatinya berat bahkan hanya untuk melangkah menuju tempat yang di tunjukan ayahnya,  sebuah panti asuhan yang tampak memprihatinkan.
Langkahnya enggan.

Fikirannya saling bermonolog. Siapa gadis itu? Apa alasan ayahnya hingga mengatakan posisinya yang sama berharga dengannya dan Sasuke. Apa mungkin benar yang di katakan ibunya, jika gadis itu mungkin saja anak hasil hubungan gelab ayahnya.

**
Sakura masih disana, menuduk dalam dengan bahu yang gemetar. Ia jelas menahan isakan tangisnya. Itachi bisa melihat pipi yang memerah hasil tamparan tangan ibunya. Hatinya tiba tiba merasa tercubit. Ada sisi lain yang berongga di dadanya dan terasa perih. Namun ia juga tak sampai bisa melihat itu. Itachi membawa kedua tangannya ke bahu Sakura yang masih tampak bergetar.

Sontak sakura mendongak, mata hijaunya yang masih terlihat berkaca kaca dan bekas air mata yang hampir mengering nyatanya tak mengurangi daya tarik gadis muda di depan Itachi itu.

Cantik.....

Sakura tampak meringis tertahan, ia menunduk kembali untuk mencoba menahan tumpuan tangan besar itu di bahunya. Ia memejamkan mata, Sakura mengira akan ada cengkraman keras disana, dibahunya. Tapi nyatanya Sakura tak merasakan apapun. Ia memberanikan diri untuk kembali mendongak, meskipun ia tampak enggan dan takut.

Mata Onyx itu masih menatap dalam ke arah iris hijau teduh di depannya. Laki laki itu sedikit menunduk, mencoba menyamakan tingginya dengan Sakura.

"Bisa bantu aku, Sakura?"

Sakura masih membatu, sebelum akhirnya ia tersadar dari lamunannya. Sebenarnya Sakura sudah mempersiapkan diri jika saja tiba tiba tuan mudanya berteriak padanya. Tapi ia lupa. Sakura bahkan tak pernah sekalipun mendengar tuan muda sulung itu berkata keras padanya. Dahinya mengernyit menatap laki laki di depannya. Tak ada senyum disana, wajahnya masih saja terlihat datar seperti biasanya. Namun tetap terlihat sangat tampan.

Pipi Sakura tiba tiba merona, seberani itukah dirinya?

Gadis itu menggangguk dan kemudian menunduk.

____________________________________________

Hinata meremas tangannya, manik mutiaranya masih terus mengamati dua orang di lantai dasar yang tengah membicarakan sesuatu, entah apa itu. Pegangan tangan Hinata pada pegangan tangga mengerat saat mendapati jarak mereka yang di bilang dekat. Hatinya mencelos, ia baru saja akan menemui Itachi setelah menemani Mikoto ke kamarnya. Dan yang ia lihat saat ini benar benar menyulut amarahnya. Itachi bahkan tak mau sedekat itu dengannya. Hinata mendengus kesal. Langkahnya berbalik, ia mengurungkan niatannya untuk menemui Itachi.

*
*

"Sasuke."

Gadis itu masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Hinata merasa itu bukan masalah, ini Sasuke, dan bukan Uchiha sulung itu. Hinata tau selama ini Sasuke menyukainya. Tapi ia hanya acuh dan tak ingin perduli dengan itu. Hinata hanya mau Itachi.

Laki laki itu menoleh saat mendengar pintu kamarnya yang berderit.

"Ada apa kau disini?"

Sasuke mendekat, wajahnya terlihat datar, meskipun kenyataannya memang wajahnya selalu seperti itu. Keningnya mengernyit, Sasuke menyadari satu hal, tak biasanya Hinata mencarinya lebih dulu.

Gadis itu menautkan tangannya pada lengan Sasuke, memaksa laki laki itu untuk lebih mendekat kearahnya, dan kemudian terduduk bersamaan di ranjang besar Sasuke.

"Kau tau, Mikoto-basaan terlihat begitu sedih, aku kasihan dengannya."
Hinata masih bergelayut di lengan Sasuke sambil memasang wajah iba saat bercerita mengenai keadaan Uchiha Mikoto.

"Kenapa kalian masih saja mau menampung gadis pembawa sial itu disini." Hinata membawa mata bungsu Uchiha itu untuk menatapnya.

"Dia bahkan sudah berani dekat dekat dengan Itachi."

Dan Sasuke sepenuhnya menoleh kearah manik mutiara Hinata. Jadi benar, tak ada alasan yang tidak mungkin membawa Hinata menemuinya. Terutama jika itu menyangkut tentang Itachi.

*
*
*

*
*

Tbc.

Halloooooo 👋👋👋😊


👇

After Winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang