19

954 131 8
                                    

       

                 

  ******

Ahhhhhh ya......!!!

  

Sasuke beranjak dari duduknya. Melepas tangan Hinata yang masih bertaut di lengannya pelan, berharap gadis itu tak tersinggung. Sasuke melihat sekali lagi wajah Hinata yang tampak terkejut saat melihat Sasuke melepas tangannya.

"Keluarlah!"

Hinata tertegun, Benarkah ia di usir, Sasuke bahkan selalu mengekor kepadanya dulu sebelum Hinata pindah. Ada apa dengan laki laki ini.

"Cepat, keluar Hinata!"

Sasuke berseru sekali lagi. Laki laki itu tak membentak maupun berkata kasar, ia hanya menggeram penuh penekanan, dan Hinata terlalu pandai untuk sekedar tau Sasuke sedang dalam mood yang buruk.

Gadis itu pergi begitu saja setelahnya.

*
*
*
*

Hembusan angin mengirimkan hawa dingin yang begitu melekat di sela sela kota Konoha yang tengah melakukan aktivitasnya. Jika saja matahari dapat terlihat, pastilah akan dengan jelas terlihat tenggelamnya bola api raksasa itu pada persinggahannya. Tapi tidak untuk saat ini, udara dingin membawa serta kabut tebal di sejauh pandangan mata. Menjadikan jarak pandang sedikit terganggu. Jalan yang siang tadi sudah bersih dari tumpukan salju, kini tampak salju kembali turun dan bersiap membuat undukan yang lebih banyak. Namun tentu saja, salju yang turun merupakan pemandangan tersendiri untuk para pejalan kaki. Terlihat sore ini jalanan kota tak begitu ramai seperti biasanya. Hanya beberapa orang yang terlihat berjalan melewati pingiran jalan besar dan juga gang kecil. Lebih banyak dari mereka berjalan beriringan berdua atau bahkan berkelompok, sesekali terlihat dari mereka saling berbalas kata sambil mengeratkan mantel tebal yang mereka pakai.

Angin di senja hari semakin membuai siapa saja yang tengah berada di luar rumah, dan itu membuat sebagian besar orang yang tengah berada di luar lebih memilih untuk singgah di tempat yang menyuguhkan makanan ataupun minuman yang menghangatkan tubuh mereka. Namun tidak dengan seseorang yang juga tengah berjalan sendirian di sekitaran trotoar. Salju turun seperti mengiringi langkah seorang gadis muda itu, ia berjalan pelan sambil menunduk, seolah ia tengah menghitung jumlah langkah kakinya yang kurang dari 10 menit lalu tak kunjung menemukan tempat yang di tujunya.

Sakura berjalan pelan. Jam besar terdengar berdentang sebanyak 5 kali, suaranya tak sekeras biasanya. Terdengar lirih namun jelas di telinganya. Mungkin karena dirinya yang berada sedikit lebih jauh dari pusat kota dimana jam besar itu berada. Sakura mengedarkan pandangannya. Ia baru pertama kali melewati jalanan ini. Yang Sakura tau jalan yang di lewatinya kali ini merupakan kawasan dimana banyak berjejer tempat orang orang kaya sering menghabiskan waktu malam mereka disini. Sakura pernah sesekali ingin melewati jalan itu sebelumnya. Tapi Ayame selalu melarangnya. Gadis bersurai coklat itu selalu bilang, ini bukan tempat kita. Ya... seperti itu.

Sakura melanjutkan langkah kakinya sambil mengedarkan pandangannya ke kanan dan kekiri, ia melihat kertas kecil di tangannya yang tampak kusut.

Sakura berhenti di sebuah tempat yang terlihat seperti sebuah rumah makan. Dengan bangunan dua lantai yang cukup besar. Tempat itu terlihat ramai. Terbukti dengan banyaknya kendaraan yang terparkir. Meskipun Sakura akui, tempat itu memiliki pencahayaan yang kurang bagus.

*
*

Dua orang pria berdiri di ambang pintu dengan bersedekap. Wajah Sakura mendadak pucat. Benarkah ia harus masuk ke dalam? Atau sebaiknya urung ia lakukan. Ludahnya bahkan sulit untuk dia telan. Dua orang pria itu masih berdiri dengan tatapan tak lepas darinya. Tangan Sakura tampak bergetar. Ia meremas kertas yang dibawamya hingga kusut, namun beberapa detik kemudian ia tersadar, Sakura dengan cepat memperbaiki kertas yang kusut tersebut, kemudian memberanikan diri untuk melangkah mendekati dua pria di depannya, yang Sakura yakini merupakan para penjaga disini.

After Winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang