14 • jarak waktu

4.5K 753 15
                                    

Rintik air hujan menggambarkan bahwa titik temu antara rindu dan cemburu menjadi satu.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Haechan duduk ditepi kasurnya, memandang keluar jendela. Kaca jendelanya berembun akibat hujan tadi malam.


Sudah dua minggu dia tidak bertemu dengan Jaemin, semenjak dia menceritakan kejadian waktu itu ke Renjun. Haechan benar-benar di larang keras bertemu dengan Jaemin oleh Renjun.

Haechan juga tidak mendengar kabar tentang Jaemin. Dia ingin menghubungi Jaemin, tapi bayangan tentang kejadian beberapa waktu lalu masih membuatnya sakit hati.



Perlahan hujan mulai turun, rintik gerimis yang kemudian berubah menjadi rinai hujan. Haechan memandangi air yang jatuh mengenai kaca jendelanya. Perlahan Haechan bangkit berjalan menuju jendela. Tangannya terangkat menyentuh kacanya yang berembun. Sensasi dingin menjalar ke tubuhnya.

Haechan membuka jendela lalu menjulurkan tangannya menadah setiap tetes hujan yang jatuh dari atap. Pandangan mata Haechan sendu, dia rindu Jaemin. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Dimana Jaemin sekarang saja dia tidak tau. Haechan sempat menanyakan Jaemin ke Veila, tapi kata Veila, Jaemin tidak pernah datang ke kantor sejak hari dimana dia memberikan kue ke kantor Jaemin.




Sedih, gelisah, khawatir, dan rindu menjadi satu. Tidur Haechan tidak pernah nyenyak, entah karena apa.


Cklek

“Ayo makan siang dulu.”

Haechan menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap ke arah orang yang merawatnya saat sakit dua minggu yang lalu. Mark Lee.

Sebenarnya Haechan tidak menginginkan situasi ini. Namun melihat Mark yang selalu berusaha membangun kepercayaan Haechan lagi, hatinya kembali luluh sedikit demi sedikit.

“Tunggu sebentar, aku cuci muka dulu.” jawab Haechan lalu bergegas menuju kamar mandi. Setelah itu keluar dan menuju meja makan.

Haechan memakan makanannya tanpa semangat, keadaan yang selalu dia alami sejak dua minggu terakhir.

“Makan yang banyak, badan mu keliatan makin kurus.” kata Mark sambil meletakkan sesendok sayur dan satu potong ayam. Haechan hanya tersenyum tipis. Lalu memakan makanannya.


Ya, Haechan juga merasa kalau tubuhnya jadi sedikit lebih ringan. Apa seorang Na Jaemin memberi efek begitu besar dihidupnya? Ayolah, bahkan kisah mereka terlalu tidak masuk akal dan tidak jelas untuk diceritakan.

"Kamu mau kemana habis ini?” tanya Mark.

Haechan menggeleng.

“Gak tau, lagian masih hujan. Mungkin di rumah aja.” jawab Haechan, saat hendak mencunci piring tangannya ditahan oleh Mark.

“Biar aku aja.” lalu Mark mengambil alih piring dari tangan Haechan. Sejujurnya Haechan suka diperlakukan manis oleh Mark, tapi hatinya malah rindu sikap acuh dan kaku Jaemin.

Haechan pergi menuju kamarnya, mengambil ponsel lalu menatap deretan nomor Jaemin. Haechan ingin menelfon, tapi hatinya ragu.









Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Haechan mencoba memberanikan diri untuk mendial nomor Jaemin.


Tuutt....

Tuutt....

Dering telepon terus berbunyi tak kunjung mendapat jawaban.

Maaf, nomor yang anda tuj-

Haechan menghela napasnya, harusnya kan Haechan yang menghilang tidak ada kabar. Tapi ini kenapa malah Jaemin?


Kemana Jaemin sebenarnya?


Wanna join with me, dear? suara Mark membuyarkan lamunan Haechan.

“Nonton?” tanya Haechan. Mark mengangguk.

Thriller or romance?” tanya Mark.

You know the answer, Mark.”

Mark terkekeh, lalu Haechan berjalan keluar kamar menyusul Mark.





Kalian pikir Haechan akan memilih genre romance? Tentu saja tidak. Haechan paling anti menonton drama monoton dengan jalan cerita mudah ditebak semacam itu. Haechan lebih suka thriller atau horror , lebih menantang katanya.

Film sudah diputar, Mark dan Haechan larut dalam film yang mereka tonton hingga kemudian tak sadar jika ketiduran di sofa dengan posisi berpelukan.

:☕;


Disisi lain, seorang pria sedang terbaring lemah dengan beberapa peralatan medis. Seseorang yang belum membuka matanya sejak dua minggu yang lalu.

Tidak ada satu orang pun yang menemaninya. Hanya beberapa bodyguard yang berjaga di depan pintu kamar VVIP tersebut.

Pria itu, Na Jaemin. Mesin monitor pendeteksi detak jantung terus berbunyi stabil.

Perlahan air mata Jaemin turun melalui sudut mata nya. Entah apa yang dialami saat terbaring lemah seperti itu, yang jelas saat air mata itu kembali menetes hanya satu nama yang dia gumamkan,

“H...aech..an”


______________________________________________

______________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iya, ini pendek bgt. Nanti diusahain next chapter bakal panjang.

Mau end di chapter depan atau.....?

© hologanchi
c-,off'ee bl-,end, 2O21

[i]  c-,off'ee bl-,end ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang