[i] c-,off'ee bl-,end ✓

15 • absentmindedly

If tomorrow brings new hope
i hope it brings you.
.
.

.
.

Haechan berjalan menyusuri sebuah taman, kakinya melangkah riang dengan sesekali terdengar suara siulan dari bibirnya.

Hari ini Florence terlihat lebih cerah daripada hari-hari kemarin. Haechan suka, ditengah taman ada sebuah kursi berwarna putih dengan bunga anemon disekitarnya.

Haechan duduk di bangku taman itu. Matanya menatap sekelilingnya.

Emang udah musim semi ya?

Ditaman ini banyak sekali bunga-bunga yang harusnya tumbuh saat musim semi. Matanya menangkap sosok Mark yang sedang berdiri membelakanginya.

“Mark” panggil Haechan. Mark berbalik lalu tersenyum.

“Hai, Chan” sapa Mark lalu duduk disebelah Haechan.

“Kamu ngapain disini?” tanya Haechan.

“Mau menyaksikan kehancuran seseorang.” jawab Mark. Haechan mengernyit bingung.

“Siapa?” tanya Haechan. Sedikit takut karena Mark melihatnya dengan tatapan tajam.

“Kamu.” jawab Mark sambil menyeringai.

“M-mark, m-maksud kamu ap-a?”

Mark semakin mendekatkan dirinya ke Haechan. Haechan mundur, tapi punggungnya menabrak pegangan kursi. Haechan takut, takut kejadian dua tahun silam kembali terjadi.

“L-lepas!” sentak Haechan saat tangannya digenggam.

Tubuhnya bergetar hebat, dadanya nyeri, matanya panas rasanya ingin menangis. Ia ingin berteriak tapi bibirnya tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.

Wajah Mark semakin dekat, bahkan napasnya sudah terasa menyapu permukaan wajahnya. Haechan memejamkan mata, terlalu takut untuk melihat apa yang akan terjadi padanya.

Tangannya dicengkeram oleh Mark, semakin erat hingga menimbulkan warna kemarahan. Lalu tangan Mark beralih mencengkram dagu Haechan.

“Kamu tau? Aku masih belum puas. Kamu yang udah ngambil kebahagiaan aku, maka dari itu aku harus ngambil kebahagiaan kamu juga.” desis Mark.