#AKU_BUKAN_MADUMU
#Part_10
#POV_AGNIAku mencintainya, menembus persimpangan yang teramat sulit bagiku. Berharap bersama berjuang mengarungi badai, tapi nyatanya aku berjuang sendiri.
===Kotak susu itu tergeletak rapi beserta sebuah pesan memo di atasnya. Aryan. Aku tahu dia yang meletakkannya. Lelaki yang diam-diam peduli, mengamati dan memerhatikanku. Lelaki asal jawa yang dipanggil teman-temannya dengan sapaan Mas, dan aku pun mengikutinya. Dia juga yang sering membangunkanku di setiap pagi dan memberikan semangat di kala susah. Aryan Estu Ganendra itu namanya. Lelaki yang bahkan tak pernah menyatakan cinta apalagi mendekat, lelaki yang selalu menjaga diri dan kokoh dengan agamanya. Dirinya yang mencintai Tuhannya melebihi apapun. Dan dia yang diam-diam telah mencuri hatiku.
Aryan, tak pernah menyatakan bahwa dirinya cinta padaku. Dia bahkan tak pernah menyentuh sehelai rambutku. Dua tangan akan ia satukan saat kuingin berjabat tangan atau sekedar akrab dengan merangkulnya. Ia selalu menolak, meski dari sepasang netranya aku tahu ada hasrat untukku. Saat di kampus aku aktif dalam organisasi perlindungan manusia, khususnya perlindungan wanita. Mendengar beragam kisah dari mulai human traficking kemudian pencabulan dan banyak kisah lagi. Hingga membuatku tumbuh menjadi pribadi yang memiliki jiwa sosial dan ini yang membuatku akhirnya memiliki kedekatan dengannya, kami memiliki satu visi, membantu tanpa mengurangi.
Aku suka Aryan, lelaki beragama Islam yang selalu menyempatkan waktunya membagikan susu kepada setiap mahasiwa asal Indonesia di tempat kami yang tadinya kupikir hanya untukku. Bahkan kata temanku, pesan sms setiap pagi untuk membangunkanku juga tak hanya dikirim untukku saja, tapi dia broadcast ke seluruh mahasiswa. Aku menyeringai, mungkin aku saja yang terlalu geer akan sikapnya. Tapi, caranya menatapku juga berbicara denganku. Aku yakin, dia menyukaiku.
Pagi itu, ku melihatnya duduk di kursi taman seraya membaca kitab Alquran, perlahan tanpa sepengetahuannya aku duduk di sampingnya. Kemudian ia selesaikan membaca dan berdoa lalu mengusap wajahnya. Aku kagum.
“Apa orang seperti kalian tak pernah lelah?” tanyaku.
“Lelah untuk apa?”
“Beribadah.”
“Hidup di dunia untuk beribadah, jika lelah kita bisa ketinggalan jauh. Karena waktu terus berjalan, waktu terus berputar, sedetik saja terlewat untuk hal yang tak penting, manusia akan merugi.”
“Wow!” Ia tersenyum, manis. Aryan tak pernah berani menatap mataku, padahal aku terus mencoba menatapnya. Dari kesekian banyak lelaki yang datang padaku hanya dia yang benar-benar sopan dan menjaga kewibawaanku sebagai seorang perempuan. Meski kadang aku yang mulai pun, ia tetap menolak atau menghindar.
“Apa kamu tak sibuk mencari pacar?” tanyaku memberanikan diri.
“Pacar?” jawabnya menyeringai. Senyum di wajahnya mendadak membuatku tersipu malu.
“Ya … pacar, bukankah itu hal yang paling menyenangkan di sini. Karena kita jauh dari keluarga, jauh dari manapun. Jadi pasti pasti kehadiran pacar sangat membantu,” ujarku dan dia justru tersenyum, semakin mengembang tapi terus menatap ke depan. Ia padangi langit kemudian diam sejenak.
“Ada seseorang yang jauh di sana. Yang selalu berdoa meminta hati ini. Aku tahu itu, suatu saat aku pasti berjumpa dengannya. Seseorang yang ketika ku berdoa ia ikut berdoa, ketika ku salat dia salat, hingga mejadi sebuah ritme yang indah dan suatu saat pasti aku dipertemukan dengannya.”
Aku diam, dan perlahan ada yang menusuk. Kenapa mendengar jawabannya aku menjadi cemburu seakan ia sudah memiliki kekasih.
“Maksudmu … kamu sudah punya kekasih?” tanyaku berharap tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Madumu
RomanceWulan terjebak oleh rencana Aryan dan Agni. Pernikahan yang sejatinya mimpi indah seketika hanyalah sebuah mimpi buruk baginya. Aryan yang tak pernah mencintai Wulan, kini terperangkap akan sebuah dilema besar. Dilema kisah rasa yang mencabik-cabik...