Part 3

12.4K 566 9
                                    

#AKU_BUKAN_MADUMU
#PART_3_POV_ARYAN

“Nikah lagi?!” tanya Agni padaku dengan mata melotot dan jemari meremat gelas yang hampir pecah karenanya. Buru-buru aku raih, sebelum gelas itu melukai jemarinya.

https://mobile.facebook.com/groups/488655531196343?view=permalink&id=2478126045582605&_rdc=1&_rdr

“Dengarkan aku dulu ….”

“Nggak mas … nggak, inilah alasan aku ragu dengan kalian!”

“Apa maksudmu?!”

“Yaaa … kalian! Hanya kalian kan yang bisa memiliki wanita lebih dari satu?!”

“Cukup Agni, kamu jangan bawa-bawa agama!”

“Mas … aku ini istrimu, aku yang harusnya kamu kenalkan dan kamu bawa ke orang tuamu! Aku rela masuk islam demi kamu, ini balasan kamu?!””

“Agni mengertilah, mendengar namamu saja Bapak jatuh pingsan, jantungnya tak kuat. Sayang, aku tahu ini berat, tapi percayalah … aku berjanji aku hanya sekedar menuruti keinginan mereka.”

“Nggak!” katanya seraya membanting pintu kamar.

Agni Anastasia, wanita yang bertemu denganku enam tahun lalu di Australia ini, adalah wanita keturunan Indonesia dan Australia. Awalnya adalah sahabatku di kampus, kami cukup dekat, canda, tawa, diskusi bersama, selalu kami lakukan. Kadang saat melihatnya aku seperti melihat diriku sendiri, banyak kesamaan yang kumiliki. Dia suka berdebat politik, bisnis, juga traveling. Bersamanya perlahan ada rasa nyaman, ketika dia pun merasakan hal yang sama aku semakin bahagia.

Enam tahun aku mengenalnya, tak sedikitpun Agni memberikan luka di jiwa, senyum juga kehadirannya cukup membuat nyaman untuk tinggal di negeri orang. Rambutnya ikal, matanya bulat sedikit kemerahan, kulitnya putih campuran barat dan asia, bagiku semua cukup asal bisa bersamanya. Namun, aku sadar. Ada dinding besar yang tak bisa membuatku bersamanya. Hingga pada bulan itu, 22 maret tahun ke lima semenjak aku mengenalnya, dia mengajakku makan siang di sebuah taman di hari pertama musim gugur.

Hamparan rumput berwarna kehijauan ditambah dengan hangatnya sinar matahari juga sejuknya udara Cenberra. Membuat tubuhku gemetar ketika semilir angin menggelayutkan rambut juga membuat wajahnya semakin cerah. Karpet bermotif kotak ia hamparkan di atas rumput, beberapa kotak bekal makanan juga dua gelas berkaki berdiri di atasnya. Tak mampu menutupi rasa, aku bahagia. Senyumku mengembang, hari pertama, sejarah dalam hidupku, aku dan dia hanya kita berdua makan bersama, di bawah pohon rindang seraya mengamati runtuhan bunga dandelion di sekitar kami yang terbang terbawa angin.

“Mas Aryan … tak bosankah, kamu bersahabat denganku? Sementara aku tahu, dirimu selalu memerhatikanku dari jauh, kutahu juga dirimulah yang selalu menulis pesan di loker kerjaku, dirimu jugalah yang selalu membuat mataku terbuka di pagi hari dengan serentetan pesan yang kaukirimkan di ponsel, juga susu segar yang selalu kauletakkan di depan pintu, dengan pesan tertempel di pintu, bertuliskan jangan terlambat. Tak tahukah, apa yang kaulakukan itu membuatku bertanya? Apa yang sedang kaulakukan? Kenapa kau begitu peduli pada wanita yang selama ini hanya menganggapmu sahabat? Atau aku hanya dianggapmu adik? Hingga kemudian aku memutuskan untuk lebih dulu bicara, lebih dulu membuka rasa, karena nyatanya apa yang kaulakukan telah membuat hatiku terbang seperti bunga dandelion yang kini bertebaran seperti serangga. Rasa ini mulai memaksaku untuk bertanya? Apa yang kaurasa terhadapku? Apa mungkin kita bisa bersama? Apa kita hanya terus saling bercerita tanpa mengungkap rasa? Atau kita akan menjadi sebuah kisah di jurnal Tuhan?” katanya membuat hatiku berdesir.

Senyum di wajahku mengembang, aku memang tak pernah memintanya menjadi kekasih. Kusadar ada perbedaan besar diantara kita yang tak mungkin kutembus, tapi aku tenggelam, tenggalam ketika melihat bibir merahnya menyala, matanya berbinar, toh Tuhan telah mempertemukan aku dengannya. Tapi kami berbeda? Dan ada satu hal lagi yang Agni tak tahu, aku sudah berjanji akan menikah dengan wanita pilihan orang tuaku. Wulan Soenggono, seorang gadis berwajah manis yang terakhir kukenal masih duduk dibangku SMA. Seorang adik yang jelas berbeda jauh dengan Agni, Wulan wajahnya begitu sederhana, kepribadiannya santun, alim. Terkadang ada rasa rindu yang kurasa untuknya tapi tak lebih dari sekedar rindu seorang kakak kepada adiknya, terkadang ketika kubuka fotonya yang sengaja kusimpan, tak ada desiran rasa di hati.

Aku Bukan MadumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang