Part 4

11.9K 575 15
                                    

#AKU_BUKAN_MADUMU
PART 4

“Seorang lelaki dikatakan suami, jika ia menjalani kewajibannya sebagai seorang suami, jika ia memiliki visi untuk menjadikan keluarga yang sakinah, tapi Wulan bukan istri Mas, semenjak Mas merencanakan akan berpisah dengan Wulan. Sejak itu bagi Wulan, Mas bukan siapa-siapa. KIta hanya sandiwara bukan? Jadi ketika di depan orang, Wulan akan menjadi istri Mas, dan di kamar kita orang asing, keburu pagi mas. Wulan salat dulu.”

____

“Mba Salima, apa mba Salima tau di mana Agni?” tanyaku di telepon. Setelah kusadari istriku tak berada di rumah.

“Maaf toh Mas Aryan, saya tidak tahu. Mba Agni bilang mau liburan katanya, jadi mengaji libur dulu.”

Aku menghela, Agni pasti pergi membawa luka, aku tak tahu dia di mana. Aku terdiam, menangis, merindukan kekasih yang seharusnya bisa memahami posisiku. Aku paham ini berat, tapi aku pun berjanji takkan menyentuh Wulan, berjanji hanya akan mencintainya, mengapa ini sulit ia lakukan, atau aku harus membuat hitam di atas putih agar semua ini jelas. Atau seperti apa?

Hari itu, sebelum pesta pernikahanku. Agni belum kunjung datang,ia bahkan tak menjawab semua panggilanku. Kutunggu ia sampai malam, hingga lelah dan letih seluruh tubuh ini. Menahan rasa juga kegalauan yang teramat mendera.

“Mas … kamu di mana? Kamu jangan bikin kecewa Bapak dan Ibu ya Mas, pulang sekarang. Besok acara pernikahanmu,” tulis Ibu melalui pesan singkat.

Kulempar ponselku ke atas ranjang. Menunggu istriku kembali, hingga kemudian pintu knop berputar. Wajahku sumringah, istriku kembali. Buru-buru aku bangkit dan berlari ke arah pintu. Kubuka kemudian tercengang kaget. Istriku mengenakan kemeja dan rok selutut, kelopak matanya membesar dan celak di mata meleleh, matanya merah, ia menangis kemudian jatuh memelukku.

“Kamu dari mana? Kenapa tak balas pesan Mas? Tak jawab panggilan Mas?” Kemudian aku mendengkus, ketika Agni berjalan tanpa menghiraukanku.

“Jawab Mas! Kamu tahu kalo kamu keluar rumah, pergi harus atas seizin Mas, bukankah dulu pernah Mas bilang!”

Agni diam, memejamkan kelopak mata yang sudah membesar dan memerah.

“Oooh … harus seperti itu? Jadi aku harus mentaati semua kata-katamu? Bahkan untuk permintaanmu menikah lagi? Harus juga aku taati?!”

“Kamu pikir, aku bahagia dengan pernikahan ini?!” rutukku, seraya menarik lengan Agni mendekat hingga wajah kami begitu dekat. Mataku berkaca-kaca rasanya pun tak sanggup melihat kondisi Agni seperti malam ini. Dia diam melengos.

“Kamu pikir aku menginginkan pernikahan ini?! Aku mohon mengertilah!”

“Mengerti apa? Sakit apa yang paling besar selain berbagi lelaki? Hah!”

Kuusap wajahku, “Agni … aku menikah bukan untuk kebahagian, bukan karena cinta, bukan karena nafsu ataupun gairah, aku menikah demi Bapak, itu saja ….”

“Oh ya … lalu kamu akan berani mengatakan bahwa seumur pernikahanmu dengannya kalian takkan bersentuhan, begitu?!”

“Ya. Aku berjanji takkan menyentuhnya!”

“Bullshit!

“Agni!”

“Semua itu dusta!”

“Aku mohon mengertilah, kamu pikir aku senang? Kamu pikir aku tenang memikirkan ini semua? Katakan apa yang harus kulakukan?!”

“Bawa aku, kenalkan aku sebagai istrimu. Cukup!”

“Ya!” Aku mengangguk.

“Lalu kemudian, aku akan bicara pada Bapakku yang sedang terbaring lemah di Rumah sakit karena penyakit jantungnya, kemudian aku katakan semua. Hingga ia tak sanggup, kemudian pergi selamanya karena anaknya. Aku … akan menyesalinya seumur hidup!

Aku Bukan MadumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang