Kapan kalian terakhir kali baca komik? ah, aku tidak bisa lepas dari komik. Pertama kali kenal cinta-cintaan ya dari anime yang di adopsi dari komik. Sampai sekarang, di kelas X, di umur 15 tahun, aku masih senang dengan komik.
Diusia puber sepertiku, dimana anak remaja harus memperhatikan gaya dan penampilannya, aku malah berkutat dengan komik.
Sekalipun aku begitu keranjingan komik, aku tetap inget budaya indonesia kok. Tidak menutup kemungkinan aku sangat tergiur dengan nuansa Jepang dan budayanya. Tapi tentu aku punya batasan yang mesti kupegang kuat. Aku tidak boleh meninggalkan budaya sediri.
Aku jadi ingat si Rio sempat pdkt dengan gaya ala-ala komik. Dimana dia tiba-tiba saja memojokkanku ke dinding dengan dua tangannya seolah mengukungku dari kanan dan kiri. Saat itu aku langsung merasa jijik, dih, kenapa ada anak alay Indonesia yang kelakuannya begini?
Dan aku hanya mengernyit tanpa kata. Langsung saja aku merosot kebawah dan keluar dari kungkungannya. Hal itu bukanlah sulit mengingat tubuhku yang mungil memudahkanku lepas darinya. Aku hanya sebatas dadanya yang bidang. Ya bidang. Kan dia atlet basket.
Ketika berhasil bebas. Tak lupa ku tendang dia sekuat tenaga dari samping seraya berkata, "Lo kira gue gampangan?"
Dan baru kutau bukan cuma dia yang melakukan hal menjijikan seperti itu, tapi di beberapa sekolah juga melakukan hal yang sama. Beberapa video tersebar, dua sejoli melakukan hal yang hampir sama seperti yang dilakukan Rio padaku. Namun responnya sungguh berkebalikan denganku, wanita itu tersipu malu.
Apakah dia terlihat menggemaskan seperti yang di komik?
Aku mengernyit, adegan itu memang tak asing di komik, tapi tetap terasa asing. Bagiku ini aneh. Kenapa?
Apakah karena ini manusia? dan komik hanya gambar biasa? Terus darimana mereka tau adegan-adegan itu kalau bukan dari gambar biasa atau perfilman ala indonesia yang sama aja kayak komik-komik percintaan lainnya.
Loh loh. Aku jadi bingung dan penasaran. Pasalnya ada video anak SD yang dimana perempuannya pakai kerudung, terus cium-ciuman sampai berguling-guling kayak adegan dewasa gitu.
Darimana mereka tau?
Dan apakah karena anak SMA atau SD itu saling menyukai seperti yang ada di komik? Sehingga banyak yang berkomentar "so sweet", tapi khusus untuk anak SD, banyak yang menyayangkan dan malah bikin iyuh. Apakah karena mereka terlalu dini untuk adegan dewasa?
Terus kalau mereka udah SMA boleh dong kayak begitu?
Tidak. aku menolak. Itu aneh. Menggelikan. Tak pantas. SD, SMP, SMA atau apapun itu profesinya. Sebab bagikut itu tidak layak. Hanya boleh dilakukan sama mereka yang menikah.
Tapi siapa aku? Seenaknya bilang baik dan tidak baik.
Duh duh. Kepalaku pusing.
Jika itu Kak Emir dan bukannya Rio, apakah aku tidak merasa jijik? Apakah aku akan tersipu seperti yang dilakukan oleh dua sejoli yang ada di video?
Eh tapi kan aku udah gak suka kak Emir. Percuma membayangkannya, sia-sia saja.
Hingga beberapa hari berikutnya, seperti menjawab rasa penasaranku.
Saat itu aku sedang berdiri bersandarkan tembok. Membaca komik yang baru saja kubeli. Aku menemani Caca ke lantai 2 yang merupakan lantai kelas yang di dominasi oleh XII IPS. Uang saku Caca ada pada kak Arfan, membuatnya berada di lantai ini.
"Kalau gak di minta sekarang, nanti uangnya ditilep abang gue"
Kayanya semua abang di dunia ini suka nilep uang saku adiknya. Eh abangku enggak sih. Kok jadi judge gitu sih.
Jadilah aku dengan dunia komikku, menunggu Caca dan tak peduli dengan yang lain. Hingga tiba-tiba saja seseorang sudah berada di depanku. Menggunakan dua tangannya untuk menahan berat badannya agar tidak terus melaju dan menabrakku.
"cieeee"
Dia Kak Emir. Kejadiannya terlalu cepat. aku merasakan jantungku berdegup lebih kencang. Bagaimana pun dia kak Emir orang yang pernah kusuka.
Ketika melihat wajahnya merunduk tepat di depanku. Aku segera menutup wajahku dengan komik dan tanpa sengaja menonjok dagunya dengan komik yang kupunya.
Aku sangat malu dengan sorakan teman-temannya. Segera aku merosot kebawah dan keluar dari kukungan kak Emir. Aku mencari-cari Caca. Saat kutemukan dia berada tak jauh dariku. Segera aku menghampiri Caca. Dia terpaku melihat kejadian yang pasti mengejutkannya juga sama denganku.
"Kamu habis ditembak?" tanya Caca ketika sadar aku menarik tangannya untuk segera pergi.
"Apa sih?"
"Itu tadi?"
"Salah paham"
"Kok bisa?" Tanya Caca gak percaya. Aku menjelaskan kejadiannya secara detil tanpa kurang dari bagian terpenting. Karena bisa bahaya. Caca ini punya komplotan yang demen gosip. Bisa-bisa namaku juga tergadai karena tidak memberikan jawaban yang memuaskannya.
"Huft, kirain.., tapi enak banget disalah pahami kayak begitu"
Aku tiba-tiba berhenti. Menatap dalam Caca. Mendadak aku merasa aneh dengan komentarnya.
"Kenapa? Cemburu?" Tanya Caca. Bukan. Bukan itu.
Aku berhenti bukan karena aku cemburu. Tapi ada sesuatu yang mengganjal dan mengusik ketenanganku.
"kok lo kayak yang ada dikomik-komik sih?" kataku yang merasa aneh.
"gimana?"
"mau aja gitu di apa-apain sama cowok yang dia suka."
"loh emang kenapa? seneng dong kita bisa di apa-apain sama orang yang kita suka." Caca mulai senyum-senyum gak jelas.
Aku tiba-tiba saja bergidik ngeri.
"Tapi kita kan bukan Jepang, kita Indonesia, dan kita mayoritas muslim"
Kini giliran Caca yang mengernyit heran dia diam cukup lama sampai tiba-tiba seperti mendapat ilham.
"Ah lo mau bawa-bawa agama? lebay banget sih Ra. Santay dong"
eh.
Caca akhirnya meninggalkanku sendirian termangu memikirkan ketidak nyamaan yang kini sedang menggelayuti pikiranku.
Bawa-bawa agama, ah betul, mungkin itu terlalu berat.
Bagaimana kalau diganti dengan budaya indonesia yang ketimuran. Bukankah lebih sopan dibanding Jepang yang kini sudah sangat maju dengan budaya baratnya yang bebas.
Tapi tunggu dulu, budaya Indonesia juga perlahan bergeser dengan beraneka macam kebebasan. Dan apa pula batasan budaya ketimuran itu?
Apakah harus mengikut budaya barat sekaligus yang bebas tanpa batas?
ah pusing.
Kenapa jadi kayak Rasda sih, demen nanya yang aneh-aneh.
Rasanya belakangan ini aku sering mempertanyakan hal-hal yang aku sendiri belum menemukan jawaban yang menenangkan hati dan membuatku tidak lagi menemukan pertanyaan baru karena jawaban yang belum terpuasakan.
Huft...
KAMU SEDANG MEMBACA
TEENLOVE
Teen FictionJadi begini, aku suka sama kak Emir. Dia itu udah kayak sosok pangeran di negeri dongeng. Perfect! Pinter, ganteng, anak pengusaha pula. Bukan cuma aku yang suka sama kak Emir. Hampir sebagian besar penduduk sekolah yang bergender wanita menyukainya...