HARUSKAH?🍀

3.5K 271 24
                                    


Satu minggu sudah berlalu, seorang gadis tengah terduduk di bangku taman, dengan berbalut dress berwarna biru yang membuat dirinya terlihat semakin cantik. Ia sedang menunggu temannya untuk jalan-jalan.

Vela sedang menunggu Sera untuk pergi jalan-jalan, entah kenapa gadis itu mengirim pesan pada Vela dan mengajaknya pergi bersama, sepertinya dia bosan.

"Udah lima belas menit tapi dia tetep gak dateng, apa aku yang terlalu semangat sampai datang terlalu awal," ucap Vela sambil melirik jam tangannya.

"Yovela."

Vela mendengar sebuah teriakan dari arah kiri dilihatnya seorang perempuan dengan senyum mengembang menghampirinya.

"Maaf aku telat, tadi ada masalah sedikit di jalan," Sera meminta maaf.

"Iya gak apa-apa kok, gak terlalu lama juga, jadi kita mau kemana?"

"Kita ke cafe yuk, makan-makan sambil ngobrol sesuatu gitu."

Vela menganggukkan kepalanya lalu Sera langsung saja menarik tangan Vela dan menuntunnya menuju mobil, apakah itu mobil Sera? Setau Vela ia tak pernah melihat Sera mengendarai mobil kesekolah.

"Ini mobil kamu?"

"Hehe iya, aku jarang make dan entah kenapa aku pengen aja tadi make."

"Woah, bagus banget."

"Hehe makasih, ayok masuk."
.
.

Mereka telah tiba di tempat tujuan, sebuah cafe yang cukup terkenal di kota itu. Sera tersenyum dan membawa Vela masuk kedalam cafe, menduduki salah satu meja dan memesan makanan serta minuman untuk Pengisi perut.

"Oh iya, kan bentar lagi kita bakalan lulus, Setelah ini kamu mau masuk Universitas apa?" Tanya Sera sambil menyeruput minumannya.

"Aku belum mikirin itu Ser, kayaknya kalo aku kuliah paling di Universitas biasa aja, kan kamu tau sendiri aku gimana."

"Gitu ya? Nanti kalo Kampus kita sama aku bakalan seneng banget, semoga ya."

"Iya semoga saja ya."

"Oh iya, kamu sekarang tinggal dimana? Kemarin aku pergi kerumah kamu tapi kamunya gak ada, kata orang di sana kamu pindah."

"Aku tinggal sama temen ibu aku."

"Kamu beruntung ya punya banyak orang yang sayang sama kamu, aku jadi iri."

"Hehe gak kok Ser."

Mereka menyantap makanan mereka masing-masing, hening lagi, tak ada pembicaraan yang keluar dari mulut mereka.

"Ehmm," sahut seseorang.

Vela serta Sera menoleh kearah sumber suara, dilihatnya empat laki-laki yang mereka kenal saat pertama kali masuk sekolah menengah atas.

"Kalian ngapain ke sini?" Tanya Sera saat melihat para laki-laki itu tak melangkahkan kakinya menjauhi mereka sedikit pun.

"Kan bangkunya ada sisa empat tuh, jadi kita-kita mau duduk sini aja ya tempat lain penuh," jawab salah satu dari mereka, Willy.

"Oh oke boleh kok silahkan," ucap Sera.

"Vela boleh kan?" Tanya laki-laki berbadan agak pendek, Bara.

"Hah? Oh iya boleh."

Para laki-laki itu duduk dengan santai sepertinya mereka lelah, bisa di lihat dari wajah mereka semua yang berkeringat.

"Kalian kenapa pada keringetan gitu?"

Sera heran saat melihat ke empat laki-laki itu berkeringat.

"Kita habis latihan basket, karena laper jadi kita-kita kesini," Justin menjawab pertanyaan Sera sambil memakan makanannya.

"Stin besok kita mau kerumah lo, lama gak main," ucap Willy.

"Gak bisa," jawabnya.

"Kenapa gak bisa? Kita-kita cuman main," bingung Bara.

"Jangan jangan lo nyimpen cewe ya di rumah?" Tanya Bara lagi menyelidik.

"Nyokap bokap gue gak ada di rumah, gue gak di bolehin nyokap gue bawa temen ke rumah gue buat sekarang kalo mau main nanti aja."

"Tapi biasanya gak gitu, malah lo yang bilang nyokap bokap lo gak ada di rumah jadi kita bebas main ke sana, lu nyembunyiin apaan?" Justin curiga, tumben sekali pikirnya.

"Kalo gak bisa ya gak bisa."

"Gak seru lu," ucap mereka bertiga.

Vela yang dari tadi mendengarkannya hanya terdiam, apa Austin tak membiarkan teman-temannya ke rumah karena ada dia? Tapi Vela cukup senang, kalau Austin memperbolehkannya pasti teman-temannya akan tau kalau dia tinggal di sana.

"Lo kenapa senyum-senyum gitu," tanya Bara saat melihat Vela yang tak henti-hentinya tersenyum sambil mengaduk makanannya.

"Hah? Gak papa kok,"

"Bentar nyokap gue nelpon," jawab Austin.

Mereka saling bercanda, Vela cukup senang karena dia mendapatkan teman baru di sini, Vela dari dulu ingin sekali memiliki teman seperti mereka, tapi tak pernah kesampaian karena bukannya banyak yang mendekati malah banyak yang mengolok, karena banyak orang tau ia hanya dari kalangan rendah. Bersyukur bisa sekolah di tempat elit, kalau bukan karena Bibi Lina, Vela tak akan bisa sekolah di sana. Ya... Bibi Lina yang dulu mendaftarkannya ke tempat itu dan membayar semua uang masuk.

"Vela ikut gue," jawab Austin tiba-tiba.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Ke rumah sakit, Nyokap udah balik, dia nelpon katanya Ibu lo kritis lagi."

Mereka berdua langsung bergegas menuju rumah sakit setelah berpamitan pada teman-teman yang lain.
.
.

Austin dan Vela telah tiba, Vela memasuki ruang rawat tempat ibunya, Vela berlari sambil menangis dan langsung memeluk erat tubuh ibunya.

"Ibu harus bertahan, ibu janji sama aku ibu gak bakalan ninggalin aku kan," isak Vela saat melihat ibunya yang tak berdaya lagi.

"Maafin ibu ya ibu ga bisa bahagian kamu, ibu harap selama ibu udah ga di samping kamu, kamu udah menemukan orang yang bisa menjaga kamu seperti ibu." Jawab Ibu Yerin terbata.

"Ibu ga boleh ngomong gitu, Ibu harus percaya kalau Ibu bisa sehat lagi, aku ga mau kehilangan Ibu."

Vela menangis sejadi-jadinya, dia tak bisa ditinggalkan lagi, dia hanya memiliki seorang ibu sekarang ini, sudah cukup dia kehilangan Ayahnya kalau ibunya pergi bagaimana nasib dia nanti.

Lina yang mendengar itu hanya bisa diam, dia mengelus rambut Vela dengan sedih, dia tak menyangka gadis sebaik Vela akan bernasib seperti ini, dia juga tak menyangka bahwa teman terbaiknya akan pergi secepat itu, hanya berharap ada keajaiban yang di berikan Tuhan nanti pada mereka.

"Ibu janji kan bakal sembuh? Gak perlu orang lain buat ngejaga aku, aku cuman perlu ibu, aku yang bakal ngejaga ibu."

Ibunya hanya diam,

"Ibu?" Tanya Vela lagi, karena ibunya tak kunjung berkata.

"Ibu harap kamu menemukan orang yang bisa ngejaga kamu seperti ibu ngejaga kamu ya, Vela."

Bukan, bukan itu jawaban yang di inginkan Vela.

"Tenang saja, aku akan mengurus pernikahan Vela sama Austin nanti, aku yakin Austin adalah satu-satunya laki-laki yang kamu kenal kan?" Kata Lina tersenyum saat melihat Vela yang terkejut, menikah? Kalimat itu bahkan belum sampai di otak nya yang masih 18 tahun.

Lina memang memiliki maksud tertentu dengan menikahkan mereka, sebenarnya dia ingin memiliki anak perempuan, jadi apa salahnya menikahkan anak pertamanya dengan Vela.

Di sisi lain, Austin yang mendengar itu terkejut namun sebisa mungkin menyembunyikannya, sebenarnya ia ingin protes, tapi tak mungkin protes disaat ibu Vela lah yang menginginkan itu, dia tahu tempat. dan Ibunya dengan seenaknya mengatakan kalau dia yang akan mendampingi Vela.

"Haruskah gue nikah sama dia?" Gumamnya.
.
.
Tbc.
Maaf banget ya kalau ceritanya kurang menarik.

Tapi semoga suka ya, vote dan komen juga makasiih

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang