2. Tugas Pertama Asisten (TPA)

2.1K 105 1
                                    

Happy reading

.

.

.

Gue kembali memesan ojek untuk mengantarkan gue ke kantor. Tapi saat akan membuka aplikasi, hape gue berdering dan nama yang memang gue hafal banget yang sempat ada di hati gue.

Mahesa Cuek calling....

"Yo Sa? Ono OPO?" (Ya Sa? Ada apa?)

"10 menit lagi gue sampai kosan Lo" tanpa kata apapun udah di tutup. Kampret emang Mahesa.

Gue segera memasukkan kembali buku catatan kedalam tas. Tak mau menyulut emosi Mahesa, gue segera keluar kamar dan menunggunya di teras depan bersama para gadis yang lain. Mereka sedang sibuk dengan laptop karena melihat Drakor.

"Eh mbak Lova mau berangkat ya?" Tanya Sasa salah satu penghuni kos yang masih berstatus mahasiswi. Dikosan ini khusus mahasiswi dan karyawati aja. Gue mengangguk. "Naik ojol lagi mbak?"

"Gak. Dijemput temen" Sasa mengangguk. "Mas ganteng itu? Ah pengen kenalan deh" gue mengangguk membenarkan ucapan Tia. Emang benar Mahesa ganteng, gue aja kepincut kok. Ya sebenarnya sih masih ada rasa sama Mahesa di hati gue. Tapi masa iya gue ungkapin. Gak mungkin banget.

Tin tin suara klakson mobil yang udah gue kenal. Gue melambaikan tangan ke arah para mahasiswi jomblo yang sedang mengamati wajah ganteng Mahesa dengan histeris. Mahesa mbuka kaca mobilnya dan melambaikan tangannya pada mereka. Dasar ganjen Mahesa.

"Lo kebiasaan deh Sa. Kan bisa gitu kabari gue dulu. Kalau gue udah dijalan gimana hayo?" Tak ada jawaban apapun dari Mahesa. Gue memilih diam.

"Mau jalan sama ojol? Jomblo tuh diem aja. Gue jemput juga harusnya Lo bersyukur biar gak telat banget" ucapnya yang memang bikin  nyelekit.

"Kok Lo kalau ngomong selalu bener sih Sa. Kan gue kesel jadinya" Mahesa tertawa terbahak-bahak. Yahhhhh jadi kelihatan ganteng kan Mahesa kalau ketawa gini.

"Kok Lo jadi ganteng gini sih Sa?" Mahesa menatap gue yang slalu ngomong ceplas-ceplos

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok Lo jadi ganteng gini sih Sa?" Mahesa menatap gue yang slalu ngomong ceplas-ceplos. Kampret mulut gue gak punya rem.

📁📁📁

Apa yang Lo harepin dari Mahesa sih Va? Dia tuh gak bakalan melirik Lo sampe kapanpun. Lo bukan tipe dia. Masih ingat kan Lo gimana cerianya Mahesa waktu dia ceritain pacarnya itu ke elo dulu.

"Dia tuh cantik Va, tingginya sekitar dagu gue, gak kayak Lo yang boncel. Dia kelihatan dewasa, anggun, gak ceplos-ceplos kayak Lo. Pakaiannya modis, gak kayak Lo juga yang ya gitu deh" ucapnya yang mulus banget kayak jalan tol udah nyakitin gue.

Jujur gue menangis dalam hati. Sakit banget nyesek. Disaat gebetan Lo ceritain kebaikan dan kelebihan pacar dia, sedangkan Lo cuma mengangguk bego dan mengatur raut muka biasa aja tuh gak bisa. Gue gak bisa diginiin Sa.

"Kok gue dapetnya yang jelek Mulu Sa? Yang bagus kenapa cewek Lo semua?" Mahesa hanya tertawa menanggapinya, mengacak rambut gue lalu berdiri. "Karena dia cewek gue" dan pergi berlalu gitu aja.

Cung tangan lo sekarang. Siapa yang bakalan baik-baik aja kalau si gebetan tingkahnya kayak gitu?. Nyesek, bahagia karena melakukan skin ship sama Lo yang walaupun itu bisa dibilang biasa, tapi hati udah kelonjotan bukan main. Cung tangan lo semua.

Oke back to reality gaess.

Gue mulai mengerjakan semua tugas gue. Memastikan semua sudah gue handel, gue membuka kembali catatan gue. Makan siang dengan pak Karno dari PT. Jumawa udah gue list. Menemani ke luar kota untuk meninjau pembangunan pabrik baru. Metting dengan salah satu rumah produksi yang memang kepunyaan pak Damar sendiri.

Pak Damar ini kaya raya banget gaes. Perusahaan besar yang gue bekerja ini, rumah produksi ada 4 dan juga pabrik garmen yang memang ada dua bidangnya. Ini mah gak bakalan habis 7 turunan. Andaikan beliau cari calon buat cucu atau apanya kek, gue siap daftar.

"Mbak Lova" suara centil Aneta yang sudah gue hapal seminggu ini. Gue menoleh kearahnya yang sudah masuk ke ruangan kecil gue dengan membawa beberapa berkas yang gue mintai tolong kerjakan tadi.

"Ada apa? Sudah semua?" Aneta mengangguk, gue memeriksa kembali hasil kerjanya. Lumayanlah, bisa diandalkan. "Mbak, apa beneran Mahesa udah punya pacar?"

Gue memandang wajah Aneta yang bikin muak. Malas membahas Mahesa, gue hanya mengangguk dan kembali memeriksa berkas-berkas tadi. "Tapi kok dia tadi berangkat sama mbak"

"Dia yang jemput gue. Karena kita teman" jawab gue malas. "Gak mungkin mbak. Mana ada cowok dan cewek temenan tapi gak ada rasa. Bulshit itu mbak"

Kampret Lo Aneta. Kenapa omongan Lo bener semua sih.

"Udah sana balik. Kamu siapin berkas buat meeting nanti" Aneta langsung pergi dari ruangan gue. 

📁📁📁

Disini gue duduk di samping pak Damar. Membahas masalah kasus salah satu aktor yang terlibat pesta narkoba. Gue lihat berita di tv si doi ini negatif dari narkoba. Dia hanya tiba-tiba diajak temannya. Kasihan juga dia terlibat kasus ini.

"Kita pecat saja. Dia sudah mencoret nama baik rumah produksi kita pak" kata produser film yang memakainya.

"Jangan lah. Rating dia tuh bagus banget pak" kata asisten produser itu.

"Menurut kamu gimana Lova?" Gue menoleh ke pak Damar. 

"Menurut saya, kasih dia kesempatan lagi. Toh dia tidak bersalahkan? Hasilnya saja negatif. Rating dia di film yang dia bintangi juga bagus. Kita bisa beri dia waktu dan tempat untuk konferensi pers masalah ini. Bagaimana pak Damar?" Cerocos gue panjang kali lebar.

"Saya setuju dengan kamu Lovata. Baik kita siapkan acara konferensi pers" dan gue ikut pak Damar pergi dari kantor ini.

Gue kembali menyalin jadwal yang diberikan oleh Fikri tadi lewat email. Fikri ini asisten produser. Kenapa gue gak gunain tablet kek asisten pada umumnya. Karena pak bos nih masih kolot banget. Butuh apapun langsung telepon, gak pake SMS. Pernah gue SMS beliau, eh langsung gue ditelpon balik.

"Pesankan saya tiket untuk lusa ke Perancis. Saya mau jenguk anak itu sama istri saya" gue mengangguk paham. "Baik pak. Segera"

Anak itu lagi. Siapa sih maksudnya.

📁📁📁

Boss Yes I Do (repost) tersedia e-booknya di playstoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang