6. 'AIB

78 4 0
                                    

"Dio! Lo penyelamat!" Ucap Kyra girang ketika ia sudah benar-benar tak berada di zona rumah lubang buaya.

"Yuk, pulang. Lo habis ngapain sih disana?" Dengan muka kegamangannya akan sikap membingungkan Kyra, Dio mencoba untuk bertanya seperti biasa.

Kyra tak langsung membalasnya. Ia terlebih dahulu naik ke atas sepeda, lantas ketika sepedanya telah nyaman membawanya, gadis itu mulai membuka suara. "Gue habis nganterin titipan papa." Jawab Kyra singkat.

"Oh. Terus maksud lo gue penyelamat itu apa?"

Kyra berdehem lirih. Nampaknya ia enggan menceritakan alasan kata-katanya kepada pria tersebut. Kyra hanya menjawab ngarang, "Gak papa Yo, gue juga gak tahu kenapa gue bilang gitu." Kata Kyra dengan berlagak sebego mungkin. Lalu alibinya itu dibalas kerutan didahi Dio. "Lo nggak kenapa-napa, kan?" Tanya pria itu entah mempertanyakan keselamatan Kyra atau mempertanyakan kewarasaannya.

"Iya." Jawab Kyra.

Di sepanjang jalan perempuan kelas satu SMA itu lebih banyak diam. Pikirannnya kembali mengelana kepada sosok yang bersamanya belum lama ini. Tentang Eartha.
Belum lama rasanya mereka kenal. Namun, Kyra merasa sebelumnya mereka telah dipertemukan jauh-jauh hari. Bagai adam dan hawa yang dipisah di dua tempat dan dengan tepat, waktu mempertemukan mereka kembali.

Dio secara tak sengaja menangkap kening Kyra berkerut menandakan gadis tersebut sedang berpikir keras.
Dia lalu berceletuk pelan sekedar sampai kira-kira suaranya dapat didengar oleh Kyra,  "Penelitian membuktikan kalau sampai kita berkerut hingga 200 kerutan pada kulit wajah dapat menimbulkan keriput yang permanen." Celetuk Dio tiba-tiba.

Kyra memandang Dio dengan raut muka kaget. Lelaki itu kini sedang memandangi langit seakan seperti membaca sebuah peta dimana rute perjalan pulang mereka berada.

Lalu Dio mengalihkan pandangannya pada Kyra yang saat itu masih mengamati Dio, perempuan itu cepat-cepat membuang pandangannya.

"Lagi mikirin apa sih?" Tanya Dio.

Ekspresi muka yang mudah dibaca adalah salah satu kelemahannya jika ingin mengelak, maka dari itu Kyra cuman menunduk dan tak berniat membuat Dio kembali mengajukan pertanyaan.

"Mending mikirin gue saja, Ra. Murah meriah. Nanti gue janji bakal datangkan muka terbaik gue di pikiran lo." Kata Dio.

Pria yang sedang ada pada sejajar Kyra ini memang punya tingkat convidence yang tinggi.

"Lo itu PD banget tau nggak, Yo? Udah mau lulus juga."

"Makasih lho pujiannya."

"Sinting." Kyra berdecak.
"Buat apa mikirin lo, gak ada manfaatnya juga." Tambahnya.

Dio mengibaskan rambutnya dengan satu tangan yang tidak memegang setir, setelah itu dia berkata, "Setidaknya gue gak membuat lo penuaan dini karena terus-terusan berkerut."

"Kayak iklan BB cream aja." Kekeh Kyra.

"Yee serius gue. Ini gue mau minta izin."

Kyra memandang Dio serius. "Izin apa?"

"Izin untuk menghantuimu setiap waktu." Sebelah alis Dio terangkat-angkat dengan smirk khusus yang membuat Kyra memutar bola matanya. Setelah itu, Kyra mengayuh sepedanya lebih cepat dan meninggalkan Dio beberapa langkah lebih depan.

"Dih, ditinggal." Gumam Dio sembari tak tahan untuk tersenyum. "Tunggu, Kyra!!"
Kyra tak menggubris Dio yang sedang berteriak minta di tunggu. Ia malah lebih semangat mempercepat ayuhan sepedanya sembari tertawa-tawa.

"Kamu salah tingkah? Mancing supaya dikejar atau gimana?"

Tahu-tahu Dio sudah kembali sejajar dengannya. Kyra terus fokus kedepan dan masih berusaha untuk mengungguli kecepatan Dio. Meski lagi-lagi, pria itu selalu berhasil menyeimbangi kecepatannya.

A F A I RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang