4. JAM BIOLOGIS

79 3 0
                                    

Hari ini Kyra bangun kesiangan lagi. Dia adalah tipe manusia yang jika tidur dalam keadaan lelah bisa lupa segalanya.

Kyra yang dalam keseharian hanya belajar bisa setiap pagi bangun telat. Apalagi malam pasca potong kue malam tadi. Jangan lupakan juga peristiwa tidak dijemput oleh sang kakak. Pasti Kyra bukan cuma telat, tapi sangat telat sekali.

Jika sudah seperti itu, paginya rumah benar-benar dalam kondisi ribut. Dia yang terlambat, namun semua isi rumah turut panik dalam menyiapkan perlengkapan sekolahnya.

Pagi ini bahkan sangat fatal. Kyra baru bangun pukul tujuh kurang 40 menit, setelah itu dibutuhkan waktu tigapuluh menit untuk sampai ke sekolah. Sedangkan jam masuk di sekolahnya adalah pukul 07.00 tepat. Jelas sudah Kyra akan mendapat hukuman.

Rangga bertanya dengan senyum tak habis pikir kepada adiknya itu.
"Lo niat sekolah?" Katanya.
"Kakak tuh alasan dari semua ini! Kenapa kakak nggak jemput dan malah bikin aku jadi punya masa depan yang suram!"

Rangga menggelengkan kepala, tak habis pikir. Ia bertanya-tanya dimanakah yang mengacu kata 'suram' dari akan dijanjikan menjadi CEO, tinggal di kota besar London, hidup enak terjamin, dan yang paling penting tak perlu susah payah untuk mendapatkan itu semua?
Adiknya ini masih terlalu kecil untuk memahami atau malah tak tahu rasanya bersyukur?

"Dek, buruan. Kali ini Papa yang antar" ucap seseorang dari lantai bawah.

Sebelum Kyra bergegas turun menghampiri papanya di bawah, ia terlebih dahulu menatap sang kakak. Tangannya membuat gerakan mengunci tepat didepan mulutnya. Seperti benar-benar ada sebuah kunci, Kyra lantas membuangnya asal ke samping.
Rangga memandangi tubuh adiknya yang perlahan menjauh. Kyra memang tak bisa marah dengan sang papa. Dia tak bisa protes. Akibatnya adiknya itu melampiaskan kemarahannya kepada dirinya.
Rangga menggaruk rambut bagian belakang meski tak gatal. Semua yang menimpa Kyra kemarin sebetulnya memang karena dirinya.

☀️☀️☀️

"Yang pinter sekolahnya ya, Dek!"

Kyra mengangguk menanggapi sang papa. Lantas ia bergegas turun dari mobil. Didepannya, pintu gerbang telah tertutup rapat membuat Kyra berpikir untuk membolos ke toko buku saja. Namun ia mengurungkan niat itu karena disana mobil papanya masih terparkir yang menandakan papanya itu masih dalam kegiatan mengawasi putri bungsunya.

"Pak? Bisa tolong bukakan pintu gerbangnya?"

"Silakan baca UUD '45 terlebih dahulu. Suaranya yang keras." kata Pak Satpam dari dalam.
Kyra mengangguk. Untung saja dia hapal naskah UUD '45.
Kyra menarik nafas untuk kemudian mulai membacakannnya.

"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945"
"Pembukaaann......"

Tepat ketika Kyra membaca rampung sampai alinea ke empat, sang satpam membukakan pintu gerbang. Kyra tak pikir panjang untuk segera masuk ke dalam sekolah.

"Terimakasih ya, Pak." katanya kepada Pak Satpam. Seperti di film-film Jepang, Kyra kemudian tersenyum manis sekali--kalau memang manis--dan setengah membungkuk kepada Pak Satpam.

Sang satpam memandangnya dengan sorot mata serius. "Ingat ya neng! Bel masuk sekolah disini itu tepat jam tujuh, bukan setengah delapan." kata beliau.

Kyra nyengir sembari mengangguk dan pergi ke dalam sekolah sebelum waktunya semakin terlambat ketika absen di finger print nanti.

Kali ini Kyra mendapat hukuman untuk menyirami tanaman dan berdiri didepan tiang bendera selama 15 menit.
Panas mentari pagi serasa menghujam kulit putihnya ketika Kyra berdiri tepat di depan tiang bendera. Tak ada pohon ataupun awan yang melindunginya dari sinar matahari seperti yang saat ini ia harapkan. Tak terasa keringat pun mulai menetes mengakibatkan seragam putih putih abu-abunya mulai basah.

A F A I RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang