19.

608 62 8
                                    

Sandra menatap hamparan sawah di dekat deretan rumah adat.

Setelah menggoreng ikan Sandra memilih untuk berjalan-jalan sebentar.

Hamparan sawah sangat memanjakan matanya, ada beberapa kerbau dan juga beberapa orang yang sibuk menanam bibit padi di area Situ.

"Cantik" ucap Langit yang menghampiri Sandra.

"Makasih"

"Sawah nya"

Sandra cemberut membuat hati Langit geli.

"Bang"

"Hmmm"

"Disini kebanyakan nimba air dari mata air ya?"

"Iya, sebentar lagi kita juga harus nimba air"

"Loh kenapa?"

"Airnya kamu habiskan setengah waktu mandi"

"Hehehe"

Sandra tertawa berjalan santai dengan Langit.

Pakaian Langit tampak begitu santai.

Kaos oblong putih dan celana pendek warna biru Dongker serta sendal.jepit.

"Kamu lihat itu?" Langit menunjuk dengan jari telunjuknya.

"..."

"Sawah yang luas ini dulu punya opung nono. Orang tua dari opung boru"

"..."

"Tapi dijual sedikit demi sedikit untuk biaya sekolah dua anaknya opung boruku dan satu lagi abangnya"

"Opung boru?"

"Iya opung perempuan"

"Anak paling besar opung nono adalah opung boruku. Dan opungku punya dua orang putri. Mamakku dan tanteku.karena dia anak perempuan dia dapat sedikit dari pembagian lahan"

"..." Sandra mendengarkan dengan sabar. Ketika Langit mulai bercerita.

Tanpa berpegangan tangan Langit mengajak Sandra menyebrangi tahun2 silam.

"Sawah yang sedikit ini adalah milik mamak. Selebihnya sudah dijual Tante untuk modal usahanya di Jakarta"

"Kenapa? Apa salahnya jadi anak perempuan?"

Langit menatap Sandra dan berhenti di pinggir sawah.

"Anak perempuan akan diberikan pada orang lain. Tapi anak laki2 adalah penerus marga. Itu lah betapa penting bagi adat Batak anak laki2 dan anak perempuan"

"..."

"Itu adalah pemikiran awal yang menghancurkan hidup mamak dan hidupku perlahan2"

"..."

Sandra menatap Langit yang mulai menghembuskan nafas.

Seperti sesak untuk bercerita.

Seperti tak ingin untuk mengatakan

Bahwa betapa berat hidupnya.

"Kenapa seperti itu?" Tanya Sandra pada Langit yang menatapnya sambil tersenyum.

"Mamak tiga bersaudara semuanya perempuan. Dia tidak punya Abang laki2 atau adik laki2 itulah sebabnya keluarga bapak memandang mamak dengan sebelah mata"

"..."

"Setelah bapak meninggal. Mamak memutuskan untuk pulang kampung dan mengelola sawah dan membesarkan ku seorang diri"

"..."

Langit berjalan menuju sebuah pondok.

"Setiap hari sepulang sekolah aku kesini. Pagi hari sebelum berangkat sekolah aku harus bangun pagi dan memberi makan pinahan yang kami pelihara di bawah rumah. Berjalan beberapa kilometer ke sekolah begitu juga ketika pulang, dan langsung ke sawah, membantu mamak di sawah"

Lamtiur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang