24. Tentang Bapak (simpul doa)

348 31 0
                                    

    Yusuf menunggu di luar pintu bersalin sambil menyatukan kedua tangannya membentuk simpul doa, menunggu pucuk cinta yang akan segera lahir dengan rasa cemas. Siang itu di kota Medan, di salah satu rumah sakit di Sumatera utara, seorang wanita sedang bertarung nyawa untuk satu nyawa yang pernah mereka minta pada Tuhan. 

Wangi etanol menyeruak di udara, seperti partikel-partikel kecil menemani Yusuf yang menunggu di luar ruangan sambil mengacak-acak emosinya. Yusuf yang sedang menunggu cinta nya kini duduk lemas di atas kursi dingin dengan gelisah. Mencoba mengingat tentang bagaimana sebuah kasih sayang yang pernah ia dapatkan dari seorang wanita yang tanpa sengaja ia sakiti hatinya mengantarnya sampai ke titik ini.

titik pelarian.

Yusuf, tak pernah ingin terlahir dan merebut apa yang seharusnya tak ia dapatkan hanya karena ia seorang anak laki-laki. Tapi apa daya, tiga gadis sudah keluar dari seorang wanita yang kesucian dibeli dengan pengabdian , juga mempertahankan cinta suci dengan tidak melepaskan pria yang tetap menginginkan anak laki-laki sebagai pewaris walau bukan berasal dari rahimnya.

yang dimana membuat Yusuf bertanya-tanya wanita pun jika diberikan pendidikan yang tinggi maka akan pantas menjadi pewaris, bahkan lebih dari pantas karena sebenarnya wanita diciptakan begitu hebatnya dengan pemikiran yang juga di luar yang dapat kita duga.

tapi bagi ayah Yusuf-Lamhot , yang notabene adalah pemilik tanah yang tersebar di beberapa titik wilayah Samosir dia butuh satu anak laki-laki, untuk mewarisi tanah warisan dan juga hukum adat turun temurun dimana harta warisan akan diberikan lebih banyak kepada si pewaris yaitu anak laki-laki.

lalu lahirlah Yusuf, sayangnya Yusuf lahir dari istri kedua, wanita yang tak resmi dinikahi. kehadirannya seperti pencuri yang mengambil kasih sayang tiga gadis-gadis cilik dan seorang wanita yang hidupnya sudah dipetik dan diambil sari madunya, setelah itu seperti nasib bunga yang dipetik lainnya, layu tanpa sempat di letakkan dalam vas kaca, ia dibuang begitu saja.

    menjalani hari demi hari sebagai ibu yang memiliki putri tiga juga dengan suami yang diam-diam memiliki anak di luar pernikahan.

    Yusuf tak pernah dianggap ada, oleh seisi kampung ia hidup dengan sebuah kutukan sebagai anak haram yang melekat di dirinya sendiri, hingga kemudian ibu yang melahirkannya meninggal, menutup mata dan memberikan nya peti kecil yang berisi uang. Bukan uang dari ayahnya tapi uang dari keringat sang ibu,

    lulus SMU, Yusuf lari dari kampung tanpa memberitahu siapa pun bahwa ia pergi mengejar yang tak pasti. Yusuf bersekolah dan memulai hidupnya dengan bekal yang diberikan sang ibu padanya.

    hingga di tengah perjalanan ia bertemu dengan Anastasya, gadis manis berparas cantik yang mampu meredakan emosinya.

Poster tentang bagian tubuh manusia, hingga dilarang merokok yang ia baca menemani waktu-waktu yang lewat. Sembari berdoa agar Tuhan tak marah padanya, agar Tuhan berkehendak memberikannya kesempatan untuk menimang buah hatinya terlepas wanita atau laki-laki.

    tangisannya mirip kidung pujian di telinga Yusuf, anak perantau yang melepaskan semuanya dan memilih melangkah dari kampung ke kota. Dengan pundi-pundi yang ia tanam sendiri dari keringat sendiri tanpa bantuan orang lain.

    membawa wanita yang ia cintai ke dunia orang dewasa dan kini mereka punya satu tanggung jawab-bukan beban- namun pucuk cinta, hadiah dari simpul-simpul doa setiap malam.

    "namanya Lamtiur. Kemana pun dia menapak dia akan selalu menerangi sekelilingnya." Yusuf tersenyum cerah, menyambut putri yang ia gendong. Hanya dia, tak ada yang lain.

Bagi orang Batak, memiliki anak perempuan tanpa anak laki-laki adalah sebuah kutukan. Pria Batak bahkan berani mengkhianati cintanya demi mendapatkan keturunan anak laki-laki atau mereka akan hidup dengan berpasrah atas rasa kasihan orang lain.

bagi orang Batak, seorang wanita tak punya kekuatan apa pun untuk membela dirinya sendiri ketika ia menikah dan ketika suami menyakitinya. Namun bagi Yusuf yang memperlakukan istri bahkan setiap wanita di keluarganya seperti ratu. Wanita adalah seseorang yang seharusnya ia lindungi tak eprduli sebagaimana kejam atau cerewetnya atau bahkan sebagaimana sakitnya hati akibat omongan lepas seorang wanita dalam keadaan marah.

"tapi sepertinya istri anda tidak dapat melahirkan lagi pak Yusuf, seperti yang sudah pernah kita sepakati, setelah operasi pengangkatan rahim ibu Anastasya tak bisa melahirkan lagi."

"tidak apa-apa dokter, istri saya selamat, putri saya juga selamat saya sudah sangat bahagia, mereka harta saya." Dr. Gultom merapikan kacamatanya menatap pria Batak yang berkulit cokelat matang itu sambil menggelgnkan kepalanya.

"baru kali ini saya lihat betapa bahagianya seorang suami menyambut seorang putri tanpa putra." Tawa itu seperti rasa penasaran apa yang membuat pria Batak yang ada di depannya tampak tegar tanpa beban ketika mengetahui bahwa ia hanya mempunyai seorang putri tak akan ada yang lain.

"untuk apa seorang putra jika pada akhirnya kita akan diurus seorang putri? Saya sudah banyak melihat semua orang bahkan mau memuja gunung demi seorang putra, tapi bagi saya wanita adalah berkat. Tanpa wanita kita tidak bisa lahir bukan?"

Yusuf melemparkan senyum pada dokter bertubuh lebih pendek darinya itu dan tampak rapi, tak seperti dia yang hanya memakai jeans belel dan kaos oblong hitam.

mereka berjabat tangan, mengakhiri hari itu. Dengan perasaan tak sabar Yusuf berlari menuju ruang inap yang sudah ia pesan, menghampiri Anastasya yang masih setengah sadar.

"halo ma" Yusuf mengecup pucuk kepala Anas dengan penuh kasih sayang.

"gimana anak kita pa?"

"cantik seperti kamu." Dan kalimat itu membuat Anastasya menangis, ia menggigit bibirnya sendiri merasakan sesaknya dada dan rasanya semua rasa sakit habis dipukuli di daerah perut membuatnya mengerang.

"maaf, bukan anak laki-laki."

"aku tak butuh anak laki-laki, aku butuh kalian berdua, dan kalian berdua sudah lebih dari cukup."

Jemari Yusuf menggenggam jemari Anastasya, ia membungkus jemari yang masih lemah itu dengan simpul doa. Menuntun Anastasya wanita yang ia jumpai di tengah perjalanan yang ia putuskan untuk jadi pelabuhan terakhirnya mengucapkan terimah kasih kepada Tuhan-Gusti si pemilik langit dan hidup untuk berkat yang diberikan.

satu nyawa perpaduan dari ajaibnya dunia, satu-satunya nyawa yang akan dijaga dan dilindungi oleh Yusuf. Satu nyawa dalam wujud anak perempuan yang akan menampung semua rasa cinta dari mereka berdua.

###

Lamtiur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang